Majelis Umum PBB Kecam Suriah
NEW YORK – Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang digelar Kamis (16/2) waktu setempat, mengecam kekerasan sistemik yang dilakukan oleh pemerintah Suriah.
Sidang Umum PBB pun meminta agar Presiden Suriah Bashar Al-Assad segera menghentikan brutalan terhadap warganya. Resolusi itu juga meminta Suriah untuk melindungi rakyatnya, membebaskan semua orang yang ditahan berkaitan dengan kerusuhan, penarikan semua pasukan dari wilayah kota, dan kebebasan berdemonstrasi. Resolusi itu juga meminta akses penuh bagi pemantau Liga Arab dan media internasional untuk mendapatkan kebenaran atas situasi di lapangan.
Resolusi itu disepakati melalui pemungutan suara dengan perbandingan 137 menerima dan 12 menolak. Adalah China, Rusia, dan Iran yang terang-terangan menentangkan resolusi yang diajukan Mesir dan negara Arab lainnya dengan dukungan negara-negara Barat. Mereka menentang pernyataan di dalam resolusi, “mengecam pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang sistemik dan semakin meluas” di Suriah.
17 negara memilih abstain dalam pemungutan suara itu. Sebelumnya, Rusia dan China memveto resolusi yang sama dalam Dewan Keamanan PBB. Hanya saja, resolusi Sidang Umum PBB tidak memiliki ikatan yang mengikat dibandingkan dengan resolusi Dewan Keamanan.
Deputi Duta Besar Mesir untuk PBB Osama Abdelkhalek mengungkapkan, Sidang Umum PBB mengirimkan “pesan yang tidak ambigu” untuk Damaskus. “Itu merupakan waktu yang tepat untuk mendengarkan suara rakyat,” kata Abdelkhalek dikutip AFP.
Amerika Serikat (AS) menyambut gembira putusan itu. Duta Besar AS untuk PBB Susan Rice mengumumkan itu sebagai pesan jelas bagi rakyat Suriah. “Dunia bersama Anda,” kata Rice. Kata dia, mayoritas anggota PBB mendukung rencana Liga Arab untuk mengakhiri penderitaan rakyat Suriah.
Tetapi, delegasi Suriah Bashar Jaafari mengunumumkan bahwa resolusi itu tidak berlasan karena memperkeruh hubungan domestik bangsanya. Dia berkilah, saat ini Damaskus sedang bertempur dengan kelompok teroris bersenjata. Suriah juga sedang menyiapkan referendum dalam 10 hari dalam rangka membuta konstitusi baru.
“Trojan Horse (jenis virus) Arab tidak dilindungi saat ini,” kata Jaafari. Dia menuding, kekuatan Barat mengeksploitasi Liga Arab agar permasalahan Suriah segera “diinternasionalisasi”.
Duta Besar Iran Mohammad Khazaee mengungkapkan, resolusi Sidang Umum PBB itu justru memperkeruh krisis Suriah. Bahkan, kata dia, krisis itu bakal berdampak ke seluruh wilayah keseluruhan.
Rusia menentang resolusi itu karena tidak mengakomodasi usulan Moskow. Sebelum pemungutan suara digelar, Wakil Duta Menteri Luar Negeri Rusia Gennady Gatilov mengatakan resolusi itu tidak berimbang sehingga Moskow tak akan mendukungnya.
“Resolusi itu hanya menekan pemerintah dan tak menyebut kelompok oposisi sama sekali,” kata Gatilov dikutip BBC.
Sedangkan China menyebutkan urusan Suriah merupakan kepentingan dalam negari yang memiliki kedaulatan. Selain Cina dan Rusia, Venezuela juga menyatakan penolakannya karena resolusi itu tidak menghormati kedaulatan Rusia dan digunakan oleh sejumlah kelompok untuk menciptakan perang saudara dalam skala besar.
Perlu diketahui, meski resolusi itu didukung 71 negara, tapi hasilnya tidak mengikut. Itu hanya bersifat tekanan internasional kepada pemerintahan Assad. Tetapi, Damaskus cukup aman posisinya karena dukungan yang sangat kuat dari Moskow dan Beijing. “Sebenarnya tidak ada yang membela dari negara-negara anggota PBB atas pelanggaran HAM di Suriah,” ujar Philippe Bolopion, Direktur PBB untuk Pemantauan HAM.
Di Jenewa, Sekjend PBB Ban Ki-moon menyerukan penghentikan kekerasan di Suriah, baik dari kubu pemerintah dan oposisi. Dia juga menyearankan komunitas internasional untuk mencari solusi tepat untuk mengakhiri kerusuhan di Suriah. “Yang terpenting adalah otoritas Suriah harus menghentikan pembunuhan terhadap rakyatnya sendiri,” katanya.
Para aktivis, pada Kamis (16/2), sedikitnya 40 orang dibunuh pasukan pemerintah. Itu disebabkan pasukan pemerintah kembali melancarkan serangan terbaru ke kota Deraa. Sementara, kelompok pegiat HAM menyebutkan 6.000 orang tewas sejak tentara pemerintah melancarkan serangan terhadap demonstran pada Maret 2011. (andika hendra m)
Sidang Umum PBB pun meminta agar Presiden Suriah Bashar Al-Assad segera menghentikan brutalan terhadap warganya. Resolusi itu juga meminta Suriah untuk melindungi rakyatnya, membebaskan semua orang yang ditahan berkaitan dengan kerusuhan, penarikan semua pasukan dari wilayah kota, dan kebebasan berdemonstrasi. Resolusi itu juga meminta akses penuh bagi pemantau Liga Arab dan media internasional untuk mendapatkan kebenaran atas situasi di lapangan.
Resolusi itu disepakati melalui pemungutan suara dengan perbandingan 137 menerima dan 12 menolak. Adalah China, Rusia, dan Iran yang terang-terangan menentangkan resolusi yang diajukan Mesir dan negara Arab lainnya dengan dukungan negara-negara Barat. Mereka menentang pernyataan di dalam resolusi, “mengecam pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang sistemik dan semakin meluas” di Suriah.
17 negara memilih abstain dalam pemungutan suara itu. Sebelumnya, Rusia dan China memveto resolusi yang sama dalam Dewan Keamanan PBB. Hanya saja, resolusi Sidang Umum PBB tidak memiliki ikatan yang mengikat dibandingkan dengan resolusi Dewan Keamanan.
Deputi Duta Besar Mesir untuk PBB Osama Abdelkhalek mengungkapkan, Sidang Umum PBB mengirimkan “pesan yang tidak ambigu” untuk Damaskus. “Itu merupakan waktu yang tepat untuk mendengarkan suara rakyat,” kata Abdelkhalek dikutip AFP.
Amerika Serikat (AS) menyambut gembira putusan itu. Duta Besar AS untuk PBB Susan Rice mengumumkan itu sebagai pesan jelas bagi rakyat Suriah. “Dunia bersama Anda,” kata Rice. Kata dia, mayoritas anggota PBB mendukung rencana Liga Arab untuk mengakhiri penderitaan rakyat Suriah.
Tetapi, delegasi Suriah Bashar Jaafari mengunumumkan bahwa resolusi itu tidak berlasan karena memperkeruh hubungan domestik bangsanya. Dia berkilah, saat ini Damaskus sedang bertempur dengan kelompok teroris bersenjata. Suriah juga sedang menyiapkan referendum dalam 10 hari dalam rangka membuta konstitusi baru.
“Trojan Horse (jenis virus) Arab tidak dilindungi saat ini,” kata Jaafari. Dia menuding, kekuatan Barat mengeksploitasi Liga Arab agar permasalahan Suriah segera “diinternasionalisasi”.
Duta Besar Iran Mohammad Khazaee mengungkapkan, resolusi Sidang Umum PBB itu justru memperkeruh krisis Suriah. Bahkan, kata dia, krisis itu bakal berdampak ke seluruh wilayah keseluruhan.
Rusia menentang resolusi itu karena tidak mengakomodasi usulan Moskow. Sebelum pemungutan suara digelar, Wakil Duta Menteri Luar Negeri Rusia Gennady Gatilov mengatakan resolusi itu tidak berimbang sehingga Moskow tak akan mendukungnya.
“Resolusi itu hanya menekan pemerintah dan tak menyebut kelompok oposisi sama sekali,” kata Gatilov dikutip BBC.
Sedangkan China menyebutkan urusan Suriah merupakan kepentingan dalam negari yang memiliki kedaulatan. Selain Cina dan Rusia, Venezuela juga menyatakan penolakannya karena resolusi itu tidak menghormati kedaulatan Rusia dan digunakan oleh sejumlah kelompok untuk menciptakan perang saudara dalam skala besar.
Perlu diketahui, meski resolusi itu didukung 71 negara, tapi hasilnya tidak mengikut. Itu hanya bersifat tekanan internasional kepada pemerintahan Assad. Tetapi, Damaskus cukup aman posisinya karena dukungan yang sangat kuat dari Moskow dan Beijing. “Sebenarnya tidak ada yang membela dari negara-negara anggota PBB atas pelanggaran HAM di Suriah,” ujar Philippe Bolopion, Direktur PBB untuk Pemantauan HAM.
Di Jenewa, Sekjend PBB Ban Ki-moon menyerukan penghentikan kekerasan di Suriah, baik dari kubu pemerintah dan oposisi. Dia juga menyearankan komunitas internasional untuk mencari solusi tepat untuk mengakhiri kerusuhan di Suriah. “Yang terpenting adalah otoritas Suriah harus menghentikan pembunuhan terhadap rakyatnya sendiri,” katanya.
Para aktivis, pada Kamis (16/2), sedikitnya 40 orang dibunuh pasukan pemerintah. Itu disebabkan pasukan pemerintah kembali melancarkan serangan terbaru ke kota Deraa. Sementara, kelompok pegiat HAM menyebutkan 6.000 orang tewas sejak tentara pemerintah melancarkan serangan terhadap demonstran pada Maret 2011. (andika hendra m)
Komentar