Dua WNI Tewas akibat Konflik di Yaman

SANAA – Kabar duka datang dari Yaman. Dua pelajar asal Indonesia yang tengah menuntut ilmu di Yaman utara tewas setelah kampus pendidikan tinggi Islam tempat mereka menuntutilmu,Darulal-Hadist, dihantam roket.


Insiden yang berlangsung Sabtu malam (26/11) itu merupakan buntut dari konflik antarsekte, Suni dan Syiah, di negara Timur Tengah tersebut. Bersama mereka, 22 orang lainnya juga menjadi korban. “Serangan roket itu menargetkan sebuah kampus Suni dan wilayah sekitarnya di Kota Damaj di Houthi Utara.Akibatnya, 24 orang tewas, termasuk tiga warga asing,yakni dua WNI dan satu warga Amerika Serikat,” ujar petugas keamanan provinsi yang enggan disebutkan namanya kepada Xinhua. Kematian dua warga negara Indonesia (WNI) itu dibenarkan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Michael Tene.

Menurut dia,Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Sanaa telah memberitahukan kabar duka kepada pihak keluarga yang berada di Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam.Hanya, soal identitas kedua santri tersebut, Tene mengaku tidak dapat mengungkapkan. Namun dia memastikan mereka tidak pernah melaporkan diri kepada Kedubes RI di Sanaa. Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa juga sudah mengonfirmasikan kematian dua pelajar Indonesia di Yaman.

“Kita sangat berdukacita ketika pada 26 November KBRI di Sanaa menerima informasi tentang wafatnya dua saudara kita dalam aksi baku tembak antara satu kelompok di perguruan tinggi tempat warga negara kita itu belajar,” kata Marty dalam pertemuan dengan Komisi I DPR di Jakarta, kemarin. Ia mengatakan bahwa Kementerian Luar Negeri (Kemlu) langsung menghubungi keluarga korban untuk mengabarkan kabar duka itu dan memperoleh kepastian dari pihak keluarga mengenai proses pengurusan jenazah. Kemlu membutuhkan persetujuan pihak keluarga untuk memakamkan jenazah di Yaman atau di Indonesia.

“Setelah melalui proses akhirnya dipilih pemakaman dilakukan di Yaman dan sudah dilaksanakan. Komunikasi dengan pihak keluarga terus kami lanjutkan,” ujarnya. Berdasarkan informasi, salah satu pelajar yang tewas di Yaman diduga bernama Khoirul Soleh dari Kabupaten Batubara, Sumatera Utara.Asisten I Bidang Pemerintahan dan Hukum Setda Kabupaten Batubara, Zulhendri, mengaku sejauh ini pihaknya baru mendapat informasi dari media massa.Adapun informasi langsung dari Kemlu dan keluarga korban belum diterima.

Informasi tentang identitas korban hanya menyebutkan yang bersangkutan merupakan penduduk daerah pesisir yang selama ini diketahui banyak warganya menuntut ilmu di kawasan Timur Tengah.“Sejauh ini kami juga belum menerima laporan pengaduan dari masyarakat, khususnya dari pihak keluarga yang mengungkapkan perihal kematian, termasuk identitas korban secara lebih terperinci,” ujarnya saat dihubungi Seputar Indonesia (SINDO).

Ketua Komisi A DPRD setempat Al-Asyari menilai kesimpangsiuran informasi tidak akan terjadi jika pemkab melalui instansi terkait seperti Dinas Pendidikan dan Dinas Kependudukan mempunyai database pelajar dan mahasiswa yang belajar di luar daerah.“ Kalau database ada, tak akan sulit untuk mengetahui identitas mereka,” papar politikus dari Partai Persatuan Pembangunan tersebut. Serangan roket itu terjadi setelah selama satu pekan terjadi pertempuran antara kelompok Suni dan pemberontak Syiah.

Lokasi lembaga pendidikan tinggi Darul al-Hadist yang terletak di wilayah yang berdekatan dengan Arab Saudi, tepatnya di wilayah Dammaj di Saada, memang masuk dalam zona konflik di Yaman. Abdulhamid al-Hajouri,pemimpin Darul al-Hadist,seperti dikutip Bloomberg,menuturkan bahwa pemberontak Houthi yang berhaluan Syiah menyerang kampusnya. Sebelumnya, pemberontak Houthi juga kerap membunuh warga Suni yang dianggap sebagai musuh. Selain menewaskan 24 orang, serangan terakhir juga dilaporkan melukai 60 warga Salafi.

Adapun Dhaifallah al- Shami, pemimpin kelompok Syiah, mengakui beberapa anggota kelompoknya juga tewas dan terluka. Sebenarnya kondisi di Yaman tidak aman pascapecahnya kerusuhan sejak akhir Januari silam.Hingga kini gerakan demonstrasi untuk menyerukan mundurnya Presiden Ali Abdullah Saleh menguat. Sebagian besar masyarakat Yaman menginginkan presiden yang bertakhta selama 33 tahun itu lengser. Akibat gerakan revolusi itu, para pemberontak Houthi yang berhaluan Syiah pun memperluas pengaruhnya di provinsi utara seperti Saada, Amran, dan Hajja.

Namun media oposisi malah menuduh pemberontak Houthi bersekutu dengan rezim Saleh untuk melumpuhkan demonstrasi yang telah berlangsung selama lebih dari 10 bulan. Seorang pejabat Kementerian Dalam Negeri Yaman mengungkapkan kepada Xinhua, pemimpin oposisi Sadiq al-Ahmar telah merekrut ratusan pemberontak Houthi dan membawa mereka ke Ibu Kota Sanaa. Pada 26 Agustus 2010, Pemerintah Yaman dan kelompok Syiah menandatangani kesepakatan di Doha untuk mengakhiri peperangan sejak 2004. Hanya saja, para penganut Suni kerap menjadi korban kekejaman pemberontak Syiah.

Presiden Saleh sudah berupaya meredam konflik di negerinya.Saat berkunjung ke Riyadh, Arab Saudi, selama tiga hari, dia telah menandatangani kesepakatan untuk peralihan kekuasaan kepada Deputi Presiden Yaman Abd- Rabbu Mansour Hadi. Kesepakatan itu dimediasi Dewan Kerja Sama Teluk (GCC).GCC mengintervensi Yaman untuk menyelesaikan ketegangan politik demi menghindari perang sipil dan kehancuran ekonomi. Pendepakan Saleh tercapai pada perundingan yang telah berlangsung sebanyak tiga kali.Perkembangan menggembirakan itu terjadi setelah utusan Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) Jamal Benomar yang didukung Amerika Serikat dan Eropa berkompromi.

Evakuasi Bertahap

Sementara itu,Pemerintah Indonesia melakukan evakuasi secara berharap terhadap sekitar 100 WNI di Yaman.Proses evakuasi perlu dilakukan seiring dengan memburuknya situasi di negara itu. Sebelumnya, pemerintah juga pernah mengevakuasi WNI dari Mesir, Tunisia,dan Libya saat negaranegara tersebut dilanda konflik.

“Ada kurang lebih 100 warga negara Indonesia (WNI) yang sedang belajar di perguruan tinggi (di Yaman). Selama ini Pemerintah Indonesia sudah melakukan proses evakuasi secara bertahap terhadap warga negara kita dari Yaman,”kata Marty. Menurut Marty, evakuasi WNI di Yaman tidak mudah karena keberadaan mereka menyebar di sejumlah kota dan banyak di antaranya yang tidak terdaftar.Namun,dia menegaskan pemerintah akan tetap menjalankan kewajibannya memberikan bantuan bagi warga negaranya di luar negeri.

“Kita harapkan dengan situasi seperti ini saudara-saudara kita yang masih berada di Yaman, terutama yang memerlukan perlindungan dan bantuan pemerintah, untuk segera bisa berkomunikasi kapan proses evakuasi bisa dilakukan secara tertib,”ujarnya. ● andika hendra m/ khairul indra
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/448043/38/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford