Kerusuhan Anti-Wall Street Meluas
NEW YORK – Gerakan anti-Wall Street yang dikenal dengan “Duduki Wall Street (OWS)” berhasil menginspirasi gerakan serupa di berbagai negara, mulai dari Eropa hingga Asia.
Gerakan yang mengkritik ketamakan perusahaan-perusahaan Wall Street itu menginspirasi banyak kalangan dan simpatisan di berbagai negara menyuarakan hal yang sama. Meski di negara, gerakan damai itu justu berujung pada kerusuhan dan kekerasan.
Sebanyak 74 demonstran ditangkap polisi pada Sabtu (15/10) waktu setempat di New York, Amerika Serikat (AS). Para demonstran ditangkap dalam demonstrasi hari global melawan ketamakan perusahaan di Times Square. Sebanyak 45 pengunjuk rasa OWS ditahan di lapangan. 24 orang lainnya ditahan karena akan memasuki kantor cabang Citibank. Lima demonstran yang memakai topeng ditahan di tempat lain.
Polisi sempat sulit menangkap para demonstran karena mereka bercampur-baur dengan para turis. “Sepanjang hari, sepanjang pekan, duduki Wall Street,” demikian teriakan para demonstran. Setidaknya terdapat 5.000 orang yang terlibat dalam aksi tersebut. Mereka melakukan aksi unjuk rasa dengan berjalan melintasi Zanotti Park menuju Times Square. “Kami hancur, bank justru dapat dana talangan,” teriakan para demonstran.
Para demonstran juga berjalan ke arah bank Chase untuk mendukung 14.000 para pekerja yang dipecat setelah pemerintah mengucurkan dana talangan sebesar USD94,7 miliar. Para mahasiswa, para aktivis serikat pekerja berdemonstrasi ke Wall Street membawa spanduk bertuliskan, “Kita adalah 99%”, “Kita adalah rakyat”, dan “Obama, kita butuh dukunganmu”.
Aksi itu tidak hanya berlangsung di kawasan Times Square, New York tetapi juga di sejumlah kota lain seperti Los Angeles dan Pittsburgh yang diikuti ribuan orang. Di Washington, sebanyak 3.000 demonstran berkumpul di National Mall. “Kita telah memberikan dana talangan ke Wall Street. Saat ini adalah waktunya memberikan dana talangan bagi para pekerja Amerika,” kata Martin Luther King III, putra pejuang Hak Asasi Manusia Martin Luther King di tengah kerumuman demonstran, dikutip dari AFP. “Saya percaya jika ayah saya masih hidup, dia akan berdiri di sini bersama kita untuk ikut berdemonstrasi hari ini.”
Di Miami, sebuah kota yang jarah digelar demonstrasi massal, sedikitnya 1.000 warga menggelar demonstrasi. Mereka terdiri dari pemuda, pensinan, dan korban pemutusan hubungan kerja. Mereka menentang ketamakan perusahaan, bank, dan perang. Sementara,
aktor Hollywood Sean Penn menjadi selebriti yang mendukung aksi OWS. “Saya mendukung semangat yang terjadi saat ini di Wall Street,” katanya kepada CNN.
Sebenarnya, aksi protes ini sendiri bermula di New York pada tanggal 17 September lalu. Awalnya, OWS hanya diikuti sekelompok kecil aktivis namun belakangan terus meluas dan melibatkan banyak orang dengan beragam latar belakang. OWS menargetkan aksi mereka bakal diikuti di 951 kota di 82 negara di Asia, Eropa, Afrika dan Amerika.
Selain New York, London di Inggris juga memanas. Polisi London telah menahan lima orang yang menggelar demonstransi di Katedral St Paul. Tiga diantaranya ditahan karena menyerang polisi sementara dua lagi melanggar aturan ketertiban umum.
BBC melaporkan sebanyak 3.000 orang ikut dalam protes ini. Aksi serupa juga digelar di Bristol, Birmingham, Glasgow dan Edinburgh. Menurut Spyro Van Leemnen, dari kelompok Ambil Alih Pusat Saham London, sekitar 100-an tenda ada di halaman gereja, tangga, dan antara gereja St Paul dan Lapangan Paternoster. “Masih banyak polisi tapi situasinya tenang,” katanya.
Para aktivis dalam aksi protes ini membawa spanduk bertuliskan “Kita ini 99%” serta “Bankir ditalangi, kita yang dihabisi”. Julian Assange, pendiri Wikileaks, sebelumnya turut memberi pidato di depan sekelompok demonstran. Dengan pengawalan ketat, Assange menegaskan dukungan terhadap ‘Duduki London’. “Sistem perbankan di London merupakan penerima uang korupsi,” katanya.
Sementara Menteri Luar Negeri Inggris William Hague mengaku simpati dengan aksi warga yang tidak suka dengan permasalahan ekonomi global. “Itu benar bahwa banyak hal yang dihadapi dunia Barat dan terlalu banyak hutang dimilik oleh negara dan didukung dengan sistem bank yang terlanjur rusak,” katanya dikutip Reuters.
Menurut Hague, demonstrasi bukan jawabannya. “Jawabannya adalah pemerintah harus mengontrol utang mereka dan defisit. Saya khawatir demonstrasi di jalanan tidak akan menyelesaikan masalah,” tegasnya.
Dari Roma, Italia, aksi demonstrasi yang terinspirasi OWS justru berujung pada kerusuhan. Para pendemo membakar mobil, merusak kantor bank, pada membakar gedung militer pada Sabtu (15/10) waktu setempat.
Polisi anti-huru hara berusaha menenangkan masa. Tetapi, para demonstran justru semakin panas. “Hari ini (kemarin) hanya sebagai awalan. Kita akan melanjutkan gerakan global ini,” kata Andrea Muraro, 24, mahasiswa yang ikut berdemonstrasi.
Perdana Menteri Italia Silvio Berlusconi mengecam aksi demonstrasi yang berujung kekerasan. “Kerusuhan ini sangat mengkhawatirkan bagi kehidupan warga sipil,” katanya. kemudian, Walikota Roma Gianni Alemanno mengakui bahwa kerusuhan akibat demonstrasi di Eropa paling parah terjadi di Roma di mana sebanyak 70 orang terluka, termasuk tiga diantaranya dalam kondisi serius.
Sedangkan di Madrid, Spanyol, aksi unjuk rasa berlangsung dalam suasana meriah. Aksi itu diikuti oleh puluhan ribu orang dari berbagai latar belakang ekonomi yang berbeda. Itu merupakan unjuk kekuatan terbesar yang dilakukan sebuah gerakan di taman Puerta del Sol, Madrid. Mereka mengekspresikan kemarahan atas peningkatan pengangguran dan menolak dukungan terhadap keberpihakan pemerintah terhadap pemilik modal.
Di ibukota Portugal, sebanyak 50.000 orang ikut berdemonstrasi. “Kita adalah korban skandal spekulasi finansial. Kita harus mengubah akar sistem ini,” ujar Mathieu Rego, 25, pesertra demonstrasi.
Tanpa diduga, aksi demonstrasi itu terjadi mendapatkan dukungan Gubernur Bank Pusat Italia Mario Draghi, yangjuga mantan eksekutif di raksasa Wall Street Goldman Sachs. “Anak muda memilik hak untuk marah,” katanya dalam pertemuan keuangan G20 di Paris. “Mereka marah terhadap dunia keuangan. Saya paham mereka.”
Aksi protes juga terjadi di Amsterdam, Athena, Brussels, Jenewa, Paris, Sarajevo dan Zurich. Di Toronto, Kanada juga terimbas aksi demonstrasi. Sebanyak 5.000 orang berdemonstrasi di distrik keuangan di kota itu. Mereka juga mendirikan tenda di taman kota.
Asia Ikut Memanas
Aksi OWS juga menginspirasi para aktivis di Asia untuk menggelar aksi demonstrasi. Di Hong Kong, demonstrasi pun digelar. Hanya saja, tidak banyak orang yang ikut dalam aksi itu. “Banyak orang tidak ikut ambil bagian dalam aksi ini karena krisis ekonomi belum mencapi Hong Kong saat ini,” ujar aktivis sayap kiri Napo Wong Weng-chi. Menurut dia, kondisi ekonomi Hong Kong tidak seburuk AS dan Eropa.
Di Tokyo, ratusan orang menggelar demonstrasi mengkritik radiasi nuklir Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima. Harian Jepang berbahasa Inggris, Japan Times, justru mempertanyaka kenapa ada orang yang berdemonstrasi padahal 2,04 juta warga Negeri Matahari terbit itu hidup melimpah. Angkat itu tertinggi sejak 1951. “Jawaban (aksi demonstrasi) adalah jumlah pesertanya sedikit,” demikian tulis harian itu.
Kuala Lumpur juga ikut memanas. Sebanyak 200 orang ikut dalam aksi yang mengecam ketamakan perusahaan. “Sedikitnya warga yang ikut aksi demonstrasi kali ini karena mereka belum tahu kalau kita menggelar demonstrasi di sini. Masih kurangnya publikasi menjadi penyebab,” kata Fahmi Reza, 34, dari Dewan Rakyat Kuala Lumpur, sebuah organisasi sosial.
Beberapa demonstran mengusung spanduk bertuliskan “Duduki Dataran”. Aksi itu dibayangi kekerasan oleh aparat keamanan Malaysia yang kerap bertindak keras jika ada aksi demonstrasi. “Anti-kapitalisme bukan sebab saya ikut aksi ini. Tetapi anti-otoriter sebagai sebab saya sebagai warga untuk menyuarakan hak-hak,” kata Wong Chin Huat, 38, seorang dosen yang ikut aksi itu.
Dari Singapura, seorang yang tidak dikenal membuat sebuah laman akun Facebook dan Twitter yang menyerukan warga Singapure untuk memprotes ketidakadilan pendapat dan kurangnya akuntabilitas dana kekayaan negara. Dalam pesan di situs sosial media itu, mereka menyerukan aksi demonstrasi pada hari Senin (hari ini). Tapi, Singapura melarang demonstrasi dan petemuan tanpa adanya ijin. (andika hendra m)
Gerakan yang mengkritik ketamakan perusahaan-perusahaan Wall Street itu menginspirasi banyak kalangan dan simpatisan di berbagai negara menyuarakan hal yang sama. Meski di negara, gerakan damai itu justu berujung pada kerusuhan dan kekerasan.
Sebanyak 74 demonstran ditangkap polisi pada Sabtu (15/10) waktu setempat di New York, Amerika Serikat (AS). Para demonstran ditangkap dalam demonstrasi hari global melawan ketamakan perusahaan di Times Square. Sebanyak 45 pengunjuk rasa OWS ditahan di lapangan. 24 orang lainnya ditahan karena akan memasuki kantor cabang Citibank. Lima demonstran yang memakai topeng ditahan di tempat lain.
Polisi sempat sulit menangkap para demonstran karena mereka bercampur-baur dengan para turis. “Sepanjang hari, sepanjang pekan, duduki Wall Street,” demikian teriakan para demonstran. Setidaknya terdapat 5.000 orang yang terlibat dalam aksi tersebut. Mereka melakukan aksi unjuk rasa dengan berjalan melintasi Zanotti Park menuju Times Square. “Kami hancur, bank justru dapat dana talangan,” teriakan para demonstran.
Para demonstran juga berjalan ke arah bank Chase untuk mendukung 14.000 para pekerja yang dipecat setelah pemerintah mengucurkan dana talangan sebesar USD94,7 miliar. Para mahasiswa, para aktivis serikat pekerja berdemonstrasi ke Wall Street membawa spanduk bertuliskan, “Kita adalah 99%”, “Kita adalah rakyat”, dan “Obama, kita butuh dukunganmu”.
Aksi itu tidak hanya berlangsung di kawasan Times Square, New York tetapi juga di sejumlah kota lain seperti Los Angeles dan Pittsburgh yang diikuti ribuan orang. Di Washington, sebanyak 3.000 demonstran berkumpul di National Mall. “Kita telah memberikan dana talangan ke Wall Street. Saat ini adalah waktunya memberikan dana talangan bagi para pekerja Amerika,” kata Martin Luther King III, putra pejuang Hak Asasi Manusia Martin Luther King di tengah kerumuman demonstran, dikutip dari AFP. “Saya percaya jika ayah saya masih hidup, dia akan berdiri di sini bersama kita untuk ikut berdemonstrasi hari ini.”
Di Miami, sebuah kota yang jarah digelar demonstrasi massal, sedikitnya 1.000 warga menggelar demonstrasi. Mereka terdiri dari pemuda, pensinan, dan korban pemutusan hubungan kerja. Mereka menentang ketamakan perusahaan, bank, dan perang. Sementara,
aktor Hollywood Sean Penn menjadi selebriti yang mendukung aksi OWS. “Saya mendukung semangat yang terjadi saat ini di Wall Street,” katanya kepada CNN.
Sebenarnya, aksi protes ini sendiri bermula di New York pada tanggal 17 September lalu. Awalnya, OWS hanya diikuti sekelompok kecil aktivis namun belakangan terus meluas dan melibatkan banyak orang dengan beragam latar belakang. OWS menargetkan aksi mereka bakal diikuti di 951 kota di 82 negara di Asia, Eropa, Afrika dan Amerika.
Selain New York, London di Inggris juga memanas. Polisi London telah menahan lima orang yang menggelar demonstransi di Katedral St Paul. Tiga diantaranya ditahan karena menyerang polisi sementara dua lagi melanggar aturan ketertiban umum.
BBC melaporkan sebanyak 3.000 orang ikut dalam protes ini. Aksi serupa juga digelar di Bristol, Birmingham, Glasgow dan Edinburgh. Menurut Spyro Van Leemnen, dari kelompok Ambil Alih Pusat Saham London, sekitar 100-an tenda ada di halaman gereja, tangga, dan antara gereja St Paul dan Lapangan Paternoster. “Masih banyak polisi tapi situasinya tenang,” katanya.
Para aktivis dalam aksi protes ini membawa spanduk bertuliskan “Kita ini 99%” serta “Bankir ditalangi, kita yang dihabisi”. Julian Assange, pendiri Wikileaks, sebelumnya turut memberi pidato di depan sekelompok demonstran. Dengan pengawalan ketat, Assange menegaskan dukungan terhadap ‘Duduki London’. “Sistem perbankan di London merupakan penerima uang korupsi,” katanya.
Sementara Menteri Luar Negeri Inggris William Hague mengaku simpati dengan aksi warga yang tidak suka dengan permasalahan ekonomi global. “Itu benar bahwa banyak hal yang dihadapi dunia Barat dan terlalu banyak hutang dimilik oleh negara dan didukung dengan sistem bank yang terlanjur rusak,” katanya dikutip Reuters.
Menurut Hague, demonstrasi bukan jawabannya. “Jawabannya adalah pemerintah harus mengontrol utang mereka dan defisit. Saya khawatir demonstrasi di jalanan tidak akan menyelesaikan masalah,” tegasnya.
Dari Roma, Italia, aksi demonstrasi yang terinspirasi OWS justru berujung pada kerusuhan. Para pendemo membakar mobil, merusak kantor bank, pada membakar gedung militer pada Sabtu (15/10) waktu setempat.
Polisi anti-huru hara berusaha menenangkan masa. Tetapi, para demonstran justru semakin panas. “Hari ini (kemarin) hanya sebagai awalan. Kita akan melanjutkan gerakan global ini,” kata Andrea Muraro, 24, mahasiswa yang ikut berdemonstrasi.
Perdana Menteri Italia Silvio Berlusconi mengecam aksi demonstrasi yang berujung kekerasan. “Kerusuhan ini sangat mengkhawatirkan bagi kehidupan warga sipil,” katanya. kemudian, Walikota Roma Gianni Alemanno mengakui bahwa kerusuhan akibat demonstrasi di Eropa paling parah terjadi di Roma di mana sebanyak 70 orang terluka, termasuk tiga diantaranya dalam kondisi serius.
Sedangkan di Madrid, Spanyol, aksi unjuk rasa berlangsung dalam suasana meriah. Aksi itu diikuti oleh puluhan ribu orang dari berbagai latar belakang ekonomi yang berbeda. Itu merupakan unjuk kekuatan terbesar yang dilakukan sebuah gerakan di taman Puerta del Sol, Madrid. Mereka mengekspresikan kemarahan atas peningkatan pengangguran dan menolak dukungan terhadap keberpihakan pemerintah terhadap pemilik modal.
Di ibukota Portugal, sebanyak 50.000 orang ikut berdemonstrasi. “Kita adalah korban skandal spekulasi finansial. Kita harus mengubah akar sistem ini,” ujar Mathieu Rego, 25, pesertra demonstrasi.
Tanpa diduga, aksi demonstrasi itu terjadi mendapatkan dukungan Gubernur Bank Pusat Italia Mario Draghi, yangjuga mantan eksekutif di raksasa Wall Street Goldman Sachs. “Anak muda memilik hak untuk marah,” katanya dalam pertemuan keuangan G20 di Paris. “Mereka marah terhadap dunia keuangan. Saya paham mereka.”
Aksi protes juga terjadi di Amsterdam, Athena, Brussels, Jenewa, Paris, Sarajevo dan Zurich. Di Toronto, Kanada juga terimbas aksi demonstrasi. Sebanyak 5.000 orang berdemonstrasi di distrik keuangan di kota itu. Mereka juga mendirikan tenda di taman kota.
Asia Ikut Memanas
Aksi OWS juga menginspirasi para aktivis di Asia untuk menggelar aksi demonstrasi. Di Hong Kong, demonstrasi pun digelar. Hanya saja, tidak banyak orang yang ikut dalam aksi itu. “Banyak orang tidak ikut ambil bagian dalam aksi ini karena krisis ekonomi belum mencapi Hong Kong saat ini,” ujar aktivis sayap kiri Napo Wong Weng-chi. Menurut dia, kondisi ekonomi Hong Kong tidak seburuk AS dan Eropa.
Di Tokyo, ratusan orang menggelar demonstrasi mengkritik radiasi nuklir Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima. Harian Jepang berbahasa Inggris, Japan Times, justru mempertanyaka kenapa ada orang yang berdemonstrasi padahal 2,04 juta warga Negeri Matahari terbit itu hidup melimpah. Angkat itu tertinggi sejak 1951. “Jawaban (aksi demonstrasi) adalah jumlah pesertanya sedikit,” demikian tulis harian itu.
Kuala Lumpur juga ikut memanas. Sebanyak 200 orang ikut dalam aksi yang mengecam ketamakan perusahaan. “Sedikitnya warga yang ikut aksi demonstrasi kali ini karena mereka belum tahu kalau kita menggelar demonstrasi di sini. Masih kurangnya publikasi menjadi penyebab,” kata Fahmi Reza, 34, dari Dewan Rakyat Kuala Lumpur, sebuah organisasi sosial.
Beberapa demonstran mengusung spanduk bertuliskan “Duduki Dataran”. Aksi itu dibayangi kekerasan oleh aparat keamanan Malaysia yang kerap bertindak keras jika ada aksi demonstrasi. “Anti-kapitalisme bukan sebab saya ikut aksi ini. Tetapi anti-otoriter sebagai sebab saya sebagai warga untuk menyuarakan hak-hak,” kata Wong Chin Huat, 38, seorang dosen yang ikut aksi itu.
Dari Singapura, seorang yang tidak dikenal membuat sebuah laman akun Facebook dan Twitter yang menyerukan warga Singapure untuk memprotes ketidakadilan pendapat dan kurangnya akuntabilitas dana kekayaan negara. Dalam pesan di situs sosial media itu, mereka menyerukan aksi demonstrasi pada hari Senin (hari ini). Tapi, Singapura melarang demonstrasi dan petemuan tanpa adanya ijin. (andika hendra m)
Komentar