Dipenuhi Persenjataan Sisa Pertempuran
Koleksi kendaraan tempur, mortir,bom molotov, dan berbagai persenjataan yang disita saat pertempuran melawan pasukan mantan pemimpin Libya Muammar Khadafi,kini disimpan di museum.Jelas sekali, hasil sitaan perang sipil itu sangat melimpah dan menambah koleksi museum.
Menurut Mokhtar Ahmed, persenjataan sitaan itu merupakan suatu hal yang luar biasa.“Para pejuang membuat mimpi rakyat Libya menjadi sebuah kenyataan,”ujar Ahmed, pengelola museum,dikutip Reuters.Dia menceritakan kalau museum perang itu juga memajang bom pejuang Misrata yang memorakporandakan jalanan Tripoli. Museum itu juga memajang foto-foto para loyalis Khadafi yang ditangkap dan terbunuh dalam perang saudara.
Kemudian,ada sebuah tulisan tertera di sebuah tank yang dibom NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara) bertuliskan “galeri Abu Shafshufa”.Nama itu merupakan panggilan Khadafi yang berarti pria berambut ikal. Selain itu,ada peluncur misil Grad,mortir,dan senapan lengkap dengan amunisinya yang berdampingan dengan boneka mirip Khadafi.
Museum itu juga memajang sebuah patung logam berbentuk burung elang dengan sayap sepanjang empat meter.Burung elang itu diamankan dari rumah Khadafi di Tripoli. Kemudian, kepalan tangan terbuat dari emas berukuran raksasa juga bakal ditampilkan di museum. Museum perang itu menunjukkan kepada publik bagaimana perjuangan pasukan Dewan Transisi Nasional (NTC) melawan loyalis Khadafi.
Perjuangan itu tidak dibayar dengan murah,tetapi dengan ribuan nyawa.Baik kubu Khadafi maupun NTC tetap menanggung jumlah korban tewas.Apalagi,banyak rakyat sipil yang menjadi korban serangan pihak-pihak yang bertikai. Pertanyaan kini adalah berapa banyak senjata dan amunisi yang masih dimiliki para pejuang NTC dan warga sipil Libya.
Pemerintah harus bertindak tegas untuk menarik semua senjata itu dari rakyat sipil agar tidak terjadi aksi balas dendam dan tragedi yang tidak diinginkan. “Banyak sekali senjata yang beredar di masyarakat. Mereka harus mengembalikannya,” ujar Hassan Mustafa Sadawi,pengelola museum. “Sangat tidak mungkin membangun stabilitas di Libya,jika kita saling menginginkan balas dendam satu sama lain dari waktu ke waktu.
” Hal menarik yang dilihat para warga,terutama anakanak dan anak muda,adalah koktail molotov.Banyak botol Pepsi Cola dan Coca Cola yang dijadikan senjata dalam pertempuran. “Itu menunjukkan kepada kita bahwa senjata dapat memicu kerusakan dan kematian,”ucap Abdul Hakim Habbas,warga Libya.Menurut Habbas,anakanak dapat melihat persenjataan itu sebagai pelajaran bagi masa depan mereka.
Namun,bagi Muftah Lamlum yang baru kembali setelah 38 tahun di pengasingan,dia memandang apa yang dilihatnya di museum adalah sampah.“ Itu mengingatkan bahwa saya kehilangan masa terbaik dalam kehidupan saya dan puing-puing kehancuran negara saya yang seharusnya menjadi negara paling sejahtera di Timur Tengah,”katanya.
“ Saya ingin melihat demokrasi bergaya Barat.Tapi saya harus menunggu selama 42 tahun, waktu yang sangat lama.” Museum perang Libya ini merupakan pelajaran penting bagi generasi mendatang tentang besarnya kerugian akibat pertempuran.Terlebih lagi, kondisi Libya yang masih belum stabil saat ini dapat dengan mudah terjerumus dalam perang sipil berkepanjangan.
Dengan kekayaan minyak dan gas alam yang dimiliki Libya dan relatif sedikitnya populasi yang hanya enam juta jiwa,negara itu sangat berpotensi sejahtera.Tapi konflik sipil dan perpecahan regional yang terjadi pasca kematian Khadafi,dapat menjadi kenyataan buruk selanjutnya bagi rakyat Libya. ANDIKA HENDRA M
Menurut Mokhtar Ahmed, persenjataan sitaan itu merupakan suatu hal yang luar biasa.“Para pejuang membuat mimpi rakyat Libya menjadi sebuah kenyataan,”ujar Ahmed, pengelola museum,dikutip Reuters.Dia menceritakan kalau museum perang itu juga memajang bom pejuang Misrata yang memorakporandakan jalanan Tripoli. Museum itu juga memajang foto-foto para loyalis Khadafi yang ditangkap dan terbunuh dalam perang saudara.
Kemudian,ada sebuah tulisan tertera di sebuah tank yang dibom NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara) bertuliskan “galeri Abu Shafshufa”.Nama itu merupakan panggilan Khadafi yang berarti pria berambut ikal. Selain itu,ada peluncur misil Grad,mortir,dan senapan lengkap dengan amunisinya yang berdampingan dengan boneka mirip Khadafi.
Museum itu juga memajang sebuah patung logam berbentuk burung elang dengan sayap sepanjang empat meter.Burung elang itu diamankan dari rumah Khadafi di Tripoli. Kemudian, kepalan tangan terbuat dari emas berukuran raksasa juga bakal ditampilkan di museum. Museum perang itu menunjukkan kepada publik bagaimana perjuangan pasukan Dewan Transisi Nasional (NTC) melawan loyalis Khadafi.
Perjuangan itu tidak dibayar dengan murah,tetapi dengan ribuan nyawa.Baik kubu Khadafi maupun NTC tetap menanggung jumlah korban tewas.Apalagi,banyak rakyat sipil yang menjadi korban serangan pihak-pihak yang bertikai. Pertanyaan kini adalah berapa banyak senjata dan amunisi yang masih dimiliki para pejuang NTC dan warga sipil Libya.
Pemerintah harus bertindak tegas untuk menarik semua senjata itu dari rakyat sipil agar tidak terjadi aksi balas dendam dan tragedi yang tidak diinginkan. “Banyak sekali senjata yang beredar di masyarakat. Mereka harus mengembalikannya,” ujar Hassan Mustafa Sadawi,pengelola museum. “Sangat tidak mungkin membangun stabilitas di Libya,jika kita saling menginginkan balas dendam satu sama lain dari waktu ke waktu.
” Hal menarik yang dilihat para warga,terutama anakanak dan anak muda,adalah koktail molotov.Banyak botol Pepsi Cola dan Coca Cola yang dijadikan senjata dalam pertempuran. “Itu menunjukkan kepada kita bahwa senjata dapat memicu kerusakan dan kematian,”ucap Abdul Hakim Habbas,warga Libya.Menurut Habbas,anakanak dapat melihat persenjataan itu sebagai pelajaran bagi masa depan mereka.
Namun,bagi Muftah Lamlum yang baru kembali setelah 38 tahun di pengasingan,dia memandang apa yang dilihatnya di museum adalah sampah.“ Itu mengingatkan bahwa saya kehilangan masa terbaik dalam kehidupan saya dan puing-puing kehancuran negara saya yang seharusnya menjadi negara paling sejahtera di Timur Tengah,”katanya.
“ Saya ingin melihat demokrasi bergaya Barat.Tapi saya harus menunggu selama 42 tahun, waktu yang sangat lama.” Museum perang Libya ini merupakan pelajaran penting bagi generasi mendatang tentang besarnya kerugian akibat pertempuran.Terlebih lagi, kondisi Libya yang masih belum stabil saat ini dapat dengan mudah terjerumus dalam perang sipil berkepanjangan.
Dengan kekayaan minyak dan gas alam yang dimiliki Libya dan relatif sedikitnya populasi yang hanya enam juta jiwa,negara itu sangat berpotensi sejahtera.Tapi konflik sipil dan perpecahan regional yang terjadi pasca kematian Khadafi,dapat menjadi kenyataan buruk selanjutnya bagi rakyat Libya. ANDIKA HENDRA M
Komentar