Suu Kyi Melihat Perubahan Positif

YANGON– Setelah beberapa dekade militer berkuasa di Myanmar, ikon demokrasi Aung San Suu Kyi melihat perubahan politik di negaranya. Tetapi, menurut Suu Kyi, rakyat Myanmar yang sudah lama menderita masih jauh dari kebebasan yang sesungguhnya.

Dalam wawancara eksklusif dengan AFP,pemenang hadiah Nobel Perdamaian itu mengatakan, pemerintahan baru memiliki niat baik untuk melakukan perubahan demokrasi.Suu Kyi juga mengatakan, gerakan revolusi yang terjadi di Arab bukan jawaban atas permasalahan di Myanmar. ”Ada perubahan,saya tidak berpikir bahwa kita semuanya mendapatkan kebebasan atau sepenuhnya bebas saat ini.

Masih ada jalan untuk menempuh cara itu, tetapi saya pikir ada perkembangan positif,” kata pemimpin oposisi itu. ”Saya selalu mengatakan,saya selalu optimistis dengan catatan dan saya tetap optimistis dengan catatan. Saya percaya bahwa presiden akan membawa perubahan positif, tetapi sejauh mana, itu yang harus dijawab.”

Suu Kyi yang kerap disamakan dengan pahlawan kemerdekaan Mahatma Gandhi yang mengatakan tidak ingin perjuangan di Myanmar seperti di Libya.Suu Kyi menegaskan dia tidak sepakat dengan gagasan untuk mengubah tatanan politik Myanmar secara drastis seperti yang terjadi di negaranegara Timur Tengah. ”Saya selalu katakan, saya adalah tipe optimistis yang hati-hati dan akan tetap seperti itu,” kata Suu Kyi.

”Apa yang telah dilakukan adalah revolusi semangat.Hingga perubahan sikap,hingga persepsi pemerintah atas permasalahanyangmerekatangani mengalami perubahan,” kata Suu Kyi.Menurut Suu Kyi, perubahan seperti di Timur Tengah dan Afrika Utara justru tidak terjadi perubahan. ”Semua orang mengetahui bahwa permasalahan Libya bakal cenderung berhenti dalam jangka waktu yang lama.

Untuk membersihkan semua dari rezim lama dan mendirikan pemerintahan baru bakal mengalami banyak permasalahan, kepahitan bakal tetap diingat, luka bakal membekas untuk jangka waktu yang lama,”papar Suu Kyi. Suu Kyi yang kini berusia 66 tahun dan tidak menunjukkan usia yang semakin menuai itu mengatakan, revolusi yang sesungguhnya bakal memerlukan waktu yang lama hingga selesai.

”Kita dapat mencapai perubahan dengan cara-cara damai melalui negosiasi,”katanya. Setelah hampir setengah abad memerintah Burma dengan tangan besi,junta militer pada Maret lalu menyerahkan kekuasaan kepada pemerintahan baru pimpinan Presiden Thein Sein.Thein Sein adalah mantan jenderal yang memilih pensiun untuk maju dalam pemilihan umum presiden (pilpres) tahun lalu.

Apakah Suu Kyi memiliki ambisi pribadi untuk menjadi presiden? ”Saya tidak berpikir mendapatkan peran politik menjadi presiden, tetapi saya percaya bahwa keputusan seperti ini diputuskan oleh rakyat, bukan oleh politisi atau partai politik tertentu,” katanya. ”Jika Anda tidak siap melakukan itu (menjadi presiden), sebaiknya Anda jangan beraktivitas politik.” Pemilihan umum November tahun lalu dimenangkan partai politik yang didukung militer.

Hasil pemilu ini mendapat protes keras karena dianggap penuh kecurangan. Protes juga muncul akibat tidak diperbolehkannya Aung San Suu Kyi mengikuti pemilu setelah dibebaskan dari tahanan rumah selama tujuh tahun. Dalam beberapa pekan belakangan ini, pemerintah Burma menunjukkan kelonggaran sikap dalam menanggapi kritik dari Suu Kyi dan partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinannya.

Bulan lalu Suu Kyi bahkan bertemu langsung dengan Presiden Myanmar Thein Sein di kediaman resminya di ibu kota Naypyidaw. Pertemuan itu tak pernah dibayangkan sebelumnya. Keduanya bahkan berfoto bersama di bawah potret besar pahlawan nasional, Aung San, yang adalah ayah Suu Kyi. Meski rincian pembicaraan keduanya belum diketahui, Suu Kyi mengatakan mereka berhasil mencapai kesamaan pandangan dalam beberapa hal.

”Kami memiliki banyak kesamaan, khususnya dalam halhal yang ingin kami lakukan untuk negeri ini,”kata Suu Kyi kala itu. Myanmar masih menahan 2.000 tahanan politik.Namun, penasihat presiden, Ko Ko Hlaing mengatakan, undangundang kontroversi yang melarang tahanan politik menjadi anggota partai politik bakal direvisi. ”Undang-undang itu merupakan kebijakan pemerintahan sebelumnya, pemerintahan militer. Parlemen bakal mengkaji ulang itu,”kata Ko Ko Hlaing. ● andika hendra m
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/429050/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford