Mantan Presiden Afghan Dibunuh

KABUL – Mantan Presiden Afghanistan Burhanuddin Rabbani tewas dalam serangan bom di rumahnya di Kabul pada Selasa (20/9) waktu setempat.

Ketua Dewan Tinggi Perdamaian Afghanistan itu sedang dua anggota Taliban di kediamannya ketika terjadi ledakan. Hingga saat kini belum jelas apakah kedua anggota Taliban tersebut terlibat dalam serangan.

“Ledakan terjadi di dalam rumahnya. Rabbani tewas, sedang beberapa lainnya terluka,” kata juru bicara kepolisian Hashmat Stanikzai. Sejumlah laporan yang belum bisa diverifikasi kebenarannya menyebutkan Rabbani mungkin dibunuh oleh pembom bunuh diri.

Dua orang anggota Taliban itu bertemu Rabbani bersama pejabat Dewan Tinggi Perdamaian Mohammad Massom Stanikzai. Rabbani baru saja tiba dari Iran, kemudian langsung bertemu dengan dua orang yang dianggap tokoh Taliban terkemuka. “Dua orang tamu itu mengaku membawa pesan khusus dari Taliban dan mereka sangat dipercaya,” ujar anggota Dewan Tinggi Perdamaian Fazel Karim Aymaq.

Dewan Tinggi Perdamaian pun kemarin menyampaikan pesan yang menyebutkan bahwa Rabbani merupakan pemimpin jihad yang agung. “Kematian syahidnya merupakan ekspresi pengorbanan tertingginya untuk menghadirkan keharmonisan di negeri ini,” demikian pernyataan lembaga itu.

Pembunuhan Rabbani terjadi setelah Taliban berhasil menyusup ke zona hijau dan menyerang Kedutaan Besar AS pada beberapa hari lalu. Presiden Hamid Karzai pun mempercepat kunjungannya di Amerika Serikat (AS). Dia langsung memimpin rencana upacara pemakaman resmi Rabbani dalam beberapa hari mendatang.

“Pemakaman bakal dilaksanakan besok (Kamis) atau sehari setelahnya (Jumat),” ujar Sataar Murad, juru bicara Partai Jamiat-i-Islami kepada AFP. “Dia (Rabbani) bakal dikuburkan di Kabul, tetapi lokasinya belum dipilih.”

Ratusan warga Afgan memberikan ungkapan duka kepada Rabbani. Mereka membawa foto Rabbani berukuran besar. Mereka membacakan ayat suci Al Quran. Para pejabat pemerintah pun berdatangan ke rumah duka untuk memberikan simpati. Pengamanan pun diperketat karena dikhawatirkan terjadi serangan susulan.

Belum ada komentar resmi dari Taliban mengenai pembunuhan Rabbani. Namun, polisi sepertinya menyalahkan Taliban atas kasus pembunuhan ini.

Rabbani lahir tahun 1940 di Badakhshan dan berasal dari suku Tajik. Pada tahun 1992, dia menjadi ketua Jamiat-i-Islami. Rabbani merupakan mantan presiden Afghanistan dan sekaligus memimpin partai oposisi utama di negara itu.

Sebagai ketua Dewan Tinggi Perdamaian, Rabbani berada di garis depan dalam upaya menjalin perundingan dengan Taliban. Ketika Dewan Tinggi Perdamaian dibentuk, Presiden Afghanistan Hamid Karzai menyebutnya sebagai harapan terbesar bagi rakyat Afghanistan dan menyerukan kepada Taliban untuk memanfaatkan kesempatan itu membantu menciptakan perdamaian.

Rabbani baru-baru berpidato dalam konferensi keagamaan di Iran dan menyerukan kepada cendekiawan Muslim untuk menyuarakan tentangan terhadap serangan bunuh diri. Dia digulingkan dari kursi presiden oleh Taliban pada 1996. Sejak saat itu, Rabbani menjadi ketua Aliansi Utara menentang Taliban. Aliansi Utara utamanya terdiri dari kelompok-kelompok etnik non-Pashtun.

Prospek Perdamaian Memudar

Bagaimana masa depan Afghan setelah pembunuhan Rabbani? Pembunuhan Rabbani menunjukkan kegagalan upaya dalam rangka perundingan dengan Taliban setelah 10 tahun peperangan yang belum kunjung usai. “Jelas itu merupakan konsep musuh (Presiden Hamid) Karzai, kubu pro-Taliban,” ujar mantan kepala intelijen Afghanistan, Amrullah Saleh kepada stasiun televisi Al-Jazeera. “Kita tidak melihat ada faksi Taliban yang pro-perdamaian.”

Kemampuan pemerintah Afghan untuk menjalin hubungan dengan Taliban kini pun telah sirna. Sudah jarang tokoh yang dipercaya oleh kubu Taliban. Mantan deputi menteri luar negeri Mahmood Saikal mengatakan, pembunuhan Rabbani memupuskan harapan perdamaian yang diidamkan semua rakyat Afghan.

“Saya pikir pemerintah yang akan merealisasikan perdamaian dengan Taliban justru tertipu,” kata Saikal. “Ini juga membuktikan kalau budaya perdamaian dan rekonsiliasi tidak berkembang di kalangan para gerilyawan.”

Perang di Afghan hingga kini pun belum ada pemenangnya. Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama menambah 50.000 pasukan untuk menghadapi tekanan Taliban. Anehnya, kekerasan justru meningkat tajam.

Harapan perdamain masih muncul. Dewan Tinggi Perdamaian yang sebelumnya dipimpin Rabbani harus terus berkerja. Demikian dikatakan Kate Clark, analis dari Jaringan Analis Afghanistan. Clark mengatakan, dewan itu harus serius menyusun strategi perdamaian. “Meskipun pembunuhan Rabbani merupakan sinyal bahaya bagi prospek berakhirnya perang di Afghanistan,” katanya. (andika hendra m)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford