WikiLeaks Bongkar Skandal Guantanamo

WASHINGTON – Kelompok kecil Al-Qaea yang merencanakan serangan lanjutan setelah 11 September (11/9) sebelumnya mereka pernah ditahan di penjara Guantanamo. Demikian data rahasia yang dibocorkan WikiLeaks kepada media kemarin untuk membongkar berbagai skandal Guantanamo.

Harian The New York Times, salah satu media mendapatkan akses data WikiLeaks, menyatakan kelompok kecil yang beroperasi pada dalang serangan 11 September Khaled Sheikh Mohammed berencana untuk menggelar seranga dengan senjata pemusnah massal. Dokumen lainnya yang dibocorkan menyebutkan AS tidak becus dalam mengelola tahanan Guantanamo.

Anehnya, beberapa tahanan ditahan selama bertahun-tahun tanpa bukti jelas dan membebaskan yang tahanan yang justru memiliki ancaman sangat berbahaya. Ratusan tahanan tidak memiliki kaitan dengan aksi terorisme serius justru masih ditahan. Jelas sekali, AS tidak memiliki data yang akurat mengenai siapa sebenarnya tahanan mereka. Apalagi, banyak diantara tahanan justru pengalaman penyiksaan dan korban kekejaman.

Misalnya, seorang petani Afghanistan yang tidak memiliki kaitan dengan kelompok militan ditahan selama dua tahun tanpa pengadilan. Dia ditahan atas kasus salah identifikasi.

Parahnya, AS justru membebaskan Abdullah Mehsud seorang petinggi Taliban, yang mengaku dipaksa menjadi supir oleh pihak Taliban. Keterangan Mehsud ini bahkan dipercayai oleh penyidik yang melakukan interogasi terhadap Mehsud. “Tahanan (Mehsud) tidak menunjukan ancaman bagi AS di masa depan ataupun bagi kepentingan AS lainnya,” terang dokumen yang ditulis pada 2003 lalu.

Times menyebut Saifullah Paracha, 63, salah satu dari 172 tahanan yang masih dipenjara di Guantanamo. Dia hanya dituduh membantu mengapalkan bahan peledak plastik ke AS dalam kontainer berisi pakaian perempuan dan anak-anak.

“Tahanan memiliki keinginan untuk membantu Al-Qaeda ‘melakukan sesuatu yang besar melawan AS’” kata salah anggota Al-Qaeda, Ammar al-Baluchi, kepada para penyidik, berdasarkan data yang dikutip dari Times.

Paracha mengungkapkan bagaimana kelompoknya mendapatan senjata biologi dan nuklir. Tetapi, mereka juga khawatir dengan detektor yang berada di bandara yang menyulitkan penyelundupan benda yang mengandung radioaktif ke AS.

Dokumen yang bocor juga mengungkapkan Khaled Sheikh Mohammed dan kelompok lainnya yang merencanakan gelombang serangan pesawat udara di Laut Pantai Barat AS. Mereka juga berencana membocorkan gas dan meledakkanya, mengebom depot gas, dan memotong kabel di Jembatan Brooklyn New York

Kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) telah lama mengkritik fasilitas tahanan Guantanamo yang dibangun setelah serangan 11 September. Namun, Washington memiliki dalih bahwa Guantanomo masih perlu dipertahanan karena mereka takut dengan musuh.

David Remes, seorang pengacara Paracha, membantah bahwa kliennya merupakan ancaman besar bagi AS. “Dia (Paracha) berusia 63 tahun dengan riwayat penyakit jantung dan diabetes. Dia juga telah bekerjasama dengan pemerintah,” katanya. (andika hendra m)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford