Ben Ali Dikabarkan Koma

JEDDAH (SINDO) – Presiden terguling Tunisia Zine el-Abidine ben Ali dikabarkan mengalami serangan stroke dan dalam kondisi koma di sebuah rumah sakit di Arab Saudi.


Kabar itu diungkapkan oleh teman keluarga Ben Ali kepada media, Kamis (17/2) waktu setempat.Sumber itu memaparkan, mantan presiden yang berusia 74 tahun tersebit dalam kondisi koma sejak ”dua hari lalu” atau Selasa (15/2) dan masih dirawat di sebuah rumah sakit di Jeddah setelah terserang stroke. ”Dia mengalami serangan stroke dan kondisinya sangat serius,” ujar sumber tersebut. Sebelumnya, seorang juru bicara pemerintahan sementara Tunisia yang menggantikan pemerintahan Ben Ali tidak membantah kabar bahwa dia berada di rumah sakit.Harian Le Quotidienpada Kamis (17/2) melaporkan bahwa Ben Ali terserang stroke dan saat ini dalam kondisi koma. Ada laporan yang menyebutkan Ben Ali dirawat di sebuah RS di Jeddah tempat keluarga Kerajaan Saudi biasa dirawat.

Dia masuk RS dengan menggunakan nama palsu. Sumber lain melaporkan Ben Ali sakit akibat serangan jantung dan Pemerintah Tunisia memantau situasi ini. Juru bicara pemerintah Taieb Baccouch mengatakan, pemimpin pemerintahan transisi Perdana Menteri (PM) Mohamed Ghannouchi yang memasukkan anggota oposisi kemarin mendiskusikan kondisi Ben Ali pada rapat kabinet.Hanya, belum diketahui hasil rapat tersebut. Sementara jurnalis Prancis Nicolas Beau yang kerap meliput revolusi Tunisia menulis dalam blognya bahwa istri Ben Ali yang berpengaruh, Leila Trabelsi, ”tidak berada di sampingnya”.

Adapun media lain menyebutkan, Leila diyakini sedang berada di Libya. Seorang kerabat Leila mengaku mendengar Ben Ali kurang sehat dan kondisinya tiba-tiba memburuk. Kerabat yang sekarang menetap di luar Tunisia itu menyatakan, Ben Ali tertekan dan khawatir tentang apa yang mungkin terjadi pada negaranya. ”Ini membuat kesehatannya menurun dan tidak mengejutkan bila kondisi ini mempengaruhinya. Setahu saya, Leila masih bersama dia,”ujarnya. Bersama suaminya, Leila dilaporkan membawa 1,5 ton emas senilai USD46 juta saat kabur ke Arab Saudi pada 14 Januari. Leila yang merupakan istri kedua Ben Ali juga memiliki banyak saudara yang mengendalikan bisnis di Tunisia semasa Ben Ali berkuasa selama 23 tahun.

Mantan jurnalis yang pernah ditahan pada masa Ben Ali,Touafik ben Brik, mengaku dirinya berduka untuk si diktator. ”Saya tak pernah melupakannya. Dia masih bersama dengan kita. Dia merupakan bagian dari masa lalu kita dan akan tetap hidup dalam jangka waktu yang lama bersama kita,” tuturnya. Yadh ben Achour, pengacara Tunisia dan Kepala Komisi Nasional untuk Reformasi Politik yang baru dibentuk, mengungkapkan sakitnya Ben Ali di pengasingan merupakan bukti bahwa ada keadilan di bumi. Di jalanan Kota Tunis,hanya sedikit simpati kepada mantan presiden tersebut.”Jika dia meninggal, kita kehilangan seorang diktator dan saya mengatakan ‘selamat bebas’,” kata Adel,guru yang berusia 50 tahun.

”Kita akan membuka lembaran baru dan kita memiliki hal lain yang harus dilakukan untuk negara ini,”imbuhnya. Amin, seorang mahasiswa berusia 25 tahun,malah memiliki pernyataan yang keras. ”Jika kematiannya memang benar, saya hanya mengatakan bahwa hukuman Tuhan ternyata dipercepat,”katanya. Sejak Ben Ali melarikan diri dari tanah airnya,secara jelas ko-rupsi dan kolusi yang pernah dilakukannya pun terbuka lebar. Dia dan istrinya, Leila, serta orang-orang yang berada di lingkaran kekuasaan diduga memakan uang rakyat untuk dijadikan kekayaan pribadi. Kepala bank sentral Tunisia Mustapha Kamel Nabli mengatakan pada pekan ini bank-bank Tunisia memberikan dana segar kepada bisnis-bisnis keluarga Ben Ali mencapai USD1,8 miliar.

Nabli menuturkan,itu setara dengan 5% pendanaan semua sektor perbankan Tunisia dan hampir 30% dana tersebut disalurkan tanpa jaminan untuk membayar kredit. Saat ini, pemerintahan transisi berjanji menggelar pemilu presidendanlegislatifyangjujurdanadil dalam kurun waktu enam bulan mendatang. Mereka juga menjanjikan hukum pengampunan dan mencabut larangan bagi partai oposisi. Presiden Prancis Nicolas Sarkozy mengungkapkan kepada pemerintahan PM Ghannouchi bahwa Paris akan membantu rakyat Tunisia untuk mewujudkan mimpi mereka membangun demokrasi dan kemakmuran.

Menteri Ekonomi Prancis Christine Lagarde dan Menteri Hubungan Eropa Laurent Wauquiez dijadwalkan akan bertemu dengan para pemimpin Tunisia pekan depan. Sementara Abid Briki dari UGTT, kelompok oposisi di belakang aksi penggulingan Ben Ali, mengatakan kepada majalah Italia Left bahwa situasi sosial di Tunisia bakal meledak. (AFP/Rtr/Al Jazeera/andika hm)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/382655/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford