Aktivis Buta Mengaku Disiksa Selama Ditahan
BEIJING (SINDO) – China masih terus membungkam para aktivis yang menyuarakan kebenaran dan perubahan. Bahkan, Chen Guangchen, seorang aktivis yang buta pun ditahan di rumahnya sejak dia dilepaskan dari penjara.
Nama Chen kembali mencuat setelah beredar video yang menunjukkan cara rezim Komunis itu menggunakan “metode holigan”untuk membungkam aktivis. Chen dikenal karena mengampanyekan kebijakan menekan populasi yang dikenal “satu anak”. Namanya tak terdengar lagi sejak dia dibebaskan dari penjara sekitar lima bulan lalu. Chen pernah dipenjara pada 2006 karena menuding petugas keluarga berencana di provinsi timur Shandong memaksa perempuan untuk aborsi diri atau disterilkan. Jumlah korbannya tidak sedikit. Chen menuduh para pejabat di sebuah daerah melakukan pemaksaan sterilisasi atau aborsi terhadap 7.000 perempuan.
Dalam video berdurasi selama satu jam yang didapatkan pada Rabu (9/2) lalu oleh kelompok aktivis Hak AsasiManusia(HAM) yangberbasis di Amerika Serikat (AS) China Aid dari seseorang yang mengaku sumber pemerintah tepercaya yang bersimpati dengan kasus Chen. “Partai Komunis konservatif telah mencapai titik buruk mereka dengan mengabaikan konstitusi dan hukum untuk menekan para penduduk lokal dan aktivis yang ingin memperjuangkan hak-hak mereka,” papar Chen dalam video tersebut.“Mereka menggunakan metode holigan untuk memprovokasi dan membuat masalah (bagi kita) – mereka mengatakan kita akan memukul kamu dan departemen kehakiman akan mengabaikan penyiksaan itu.” Chen memaparkan, tiga tim, masing-masing terdiri atas 22 orang, memonitor rumahnya selama 24 jam sehari.
Mereka diperintahkan dari Partai Komunis dan kementerian keamanan rahasia negara.“ Saya terus dikepung selama 24 jam sehari. Saya tidak bisa meninggalkan rumah,” ujar Chen. “Saya memang sudah keluar dari penjara kecil dan sekarang masuk ke penjara yang lebih besar.” Chen juga menuturkan,para tetangganya juga menyebutnya sebagai “pengkhianat” dan “pemberontak revolusi”. “Chen Guangcheng telah dibebaskan, itu memang benar. Namun, dia dapat kembalikan lagi (ke dalam penjara) setiap saat,” tutur Chen mengutip polisi yang mengintimidasinya.“ Negara ini hanya diperintah satu partai. Itu sangat sederhana, jika kita mengatakan kamu salah, kamu pasti bersalah.” Dalam tayangan video tersebut, istri Chen dan anaknya juga menyerukan diakhirinya tahanan rumah.
Mereka menyebut tindakan tersebut ilegal. Dalam tayangan video itu digambarkan seorang agen keamanan mengamati dari kaca jendela tetangga Chen ke arah rumah Chen dan keluarganya. Meski mendapatkan ancaman bertubi-tubi, Chen berjanji akan berjuang meningkatkan HAM rakyat China. Meskipun dia tidak memiliki kualifikasi di bidang hukum, Chen dikenal sebagai pengacara autodidak. Sejak mengalami kebutaan pada matanya sejak kecil. Baik AS dan Uni Eropa telah berulang kali untuk mengakhiri tahanan rumah bagi Chen dan mengembalikan gerakan kebebasan yang digagasnya. Dalam kunjungan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton ke Beijing pada pekan lalu, dia pun meminta kepada Presiden China Hu Jintao untuk membebaskan Chen.
Di bawah kebijakan yang dibuat Tiongkok pada 1980 untuk mengontrol pertumbuhan penduduk, yakni hanya mengizinkan sebagian besar pasangan membesarkan satu anak.kebijakan satu anak China telah membunuh jutaan nyawa yang tidak berdosa dan mengakibatkan trauma yang mendalam terhadap para perempuan. Pendukung Chen bentrok dengan polisi saat menggelar reli di depan rumah aktivis buta itu saat dia dijatuhi status tahanan rumah pada awal 2006.Selama menjadi tahanan rumah, Chen diduga dipukuli polisi. Pada tahun yang sama,Chen disebut majalah TIME sebagai salah satu dari 100 orang paling berpengaruh di dunia atas kegiatannya mengekspos aborsi dan sterilisasi di China.
Dia juga merupakan peraih Ramon Magsaysay Award, hadiah hak asasi manusia yang dianugerahkan kepada aktivis di Asia. Chen merupakan salah satu aktivis HAM China yang pernah diusulkan menerima Hadiah Nobel Perdamaian yang pada tahun lalu dianugerahkan kepada pembangkang China yang dipenjara, Liu Xiaobo. (AFP/Rtr/BBC/andika hm)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/381149/
Nama Chen kembali mencuat setelah beredar video yang menunjukkan cara rezim Komunis itu menggunakan “metode holigan”untuk membungkam aktivis. Chen dikenal karena mengampanyekan kebijakan menekan populasi yang dikenal “satu anak”. Namanya tak terdengar lagi sejak dia dibebaskan dari penjara sekitar lima bulan lalu. Chen pernah dipenjara pada 2006 karena menuding petugas keluarga berencana di provinsi timur Shandong memaksa perempuan untuk aborsi diri atau disterilkan. Jumlah korbannya tidak sedikit. Chen menuduh para pejabat di sebuah daerah melakukan pemaksaan sterilisasi atau aborsi terhadap 7.000 perempuan.
Dalam video berdurasi selama satu jam yang didapatkan pada Rabu (9/2) lalu oleh kelompok aktivis Hak AsasiManusia(HAM) yangberbasis di Amerika Serikat (AS) China Aid dari seseorang yang mengaku sumber pemerintah tepercaya yang bersimpati dengan kasus Chen. “Partai Komunis konservatif telah mencapai titik buruk mereka dengan mengabaikan konstitusi dan hukum untuk menekan para penduduk lokal dan aktivis yang ingin memperjuangkan hak-hak mereka,” papar Chen dalam video tersebut.“Mereka menggunakan metode holigan untuk memprovokasi dan membuat masalah (bagi kita) – mereka mengatakan kita akan memukul kamu dan departemen kehakiman akan mengabaikan penyiksaan itu.” Chen memaparkan, tiga tim, masing-masing terdiri atas 22 orang, memonitor rumahnya selama 24 jam sehari.
Mereka diperintahkan dari Partai Komunis dan kementerian keamanan rahasia negara.“ Saya terus dikepung selama 24 jam sehari. Saya tidak bisa meninggalkan rumah,” ujar Chen. “Saya memang sudah keluar dari penjara kecil dan sekarang masuk ke penjara yang lebih besar.” Chen juga menuturkan,para tetangganya juga menyebutnya sebagai “pengkhianat” dan “pemberontak revolusi”. “Chen Guangcheng telah dibebaskan, itu memang benar. Namun, dia dapat kembalikan lagi (ke dalam penjara) setiap saat,” tutur Chen mengutip polisi yang mengintimidasinya.“ Negara ini hanya diperintah satu partai. Itu sangat sederhana, jika kita mengatakan kamu salah, kamu pasti bersalah.” Dalam tayangan video tersebut, istri Chen dan anaknya juga menyerukan diakhirinya tahanan rumah.
Mereka menyebut tindakan tersebut ilegal. Dalam tayangan video itu digambarkan seorang agen keamanan mengamati dari kaca jendela tetangga Chen ke arah rumah Chen dan keluarganya. Meski mendapatkan ancaman bertubi-tubi, Chen berjanji akan berjuang meningkatkan HAM rakyat China. Meskipun dia tidak memiliki kualifikasi di bidang hukum, Chen dikenal sebagai pengacara autodidak. Sejak mengalami kebutaan pada matanya sejak kecil. Baik AS dan Uni Eropa telah berulang kali untuk mengakhiri tahanan rumah bagi Chen dan mengembalikan gerakan kebebasan yang digagasnya. Dalam kunjungan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton ke Beijing pada pekan lalu, dia pun meminta kepada Presiden China Hu Jintao untuk membebaskan Chen.
Di bawah kebijakan yang dibuat Tiongkok pada 1980 untuk mengontrol pertumbuhan penduduk, yakni hanya mengizinkan sebagian besar pasangan membesarkan satu anak.kebijakan satu anak China telah membunuh jutaan nyawa yang tidak berdosa dan mengakibatkan trauma yang mendalam terhadap para perempuan. Pendukung Chen bentrok dengan polisi saat menggelar reli di depan rumah aktivis buta itu saat dia dijatuhi status tahanan rumah pada awal 2006.Selama menjadi tahanan rumah, Chen diduga dipukuli polisi. Pada tahun yang sama,Chen disebut majalah TIME sebagai salah satu dari 100 orang paling berpengaruh di dunia atas kegiatannya mengekspos aborsi dan sterilisasi di China.
Dia juga merupakan peraih Ramon Magsaysay Award, hadiah hak asasi manusia yang dianugerahkan kepada aktivis di Asia. Chen merupakan salah satu aktivis HAM China yang pernah diusulkan menerima Hadiah Nobel Perdamaian yang pada tahun lalu dianugerahkan kepada pembangkang China yang dipenjara, Liu Xiaobo. (AFP/Rtr/BBC/andika hm)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/381149/
Komentar