Demonstran Desak Pemerintah Turun

TUNIS(SINDO) – Ribuan pengunjuk rasa anti- Pemerintah Tunisia kemarin terus menggelar aksi menuntut Perdana Menteri (PM) Mohammed Ghannouchi mengundurkan diri.


Demonstran menganggap Ghannouchi merupakan kepanjangan tangan dari Presiden Tunisia Zine el-Abine ben Ali yang digulingkan. Jika tidak mengundurkan diri, pengunjuk rasa mengancam tetap turun ke jalan hingga titik darah penghabisan. Ribuan demonstran mengabaikan aturan jam malam dengan berkemah di depan Kantor PM Ghannouchi pada Minggu malam (23/1) waktu setempat. Pengunjuk rasa pun berhadapan dengan polisi yang terus menembakkan gas air mata.Tak patah semangat,para demonstran melempari polisi dengan batu.Bentrok terjadi di depan kantor PM. “Kita akan bertahan di sini hingga pemerintahan mengundurkan diri dan menjalankan pemerintahan yang tidak ada elemen Ben Ali,” tegas mahasiswa Tunisia berusia 22 tahun.

Demonstrasi itu digelar sejak Minggu (23/1).Polisi pun telah menangkap puluhan orang yang berdemonstrasi. Pengunjuk rasa bersikeras bertahan hingga malam hari. Sebagai persiapan, para demonstran mendirikan dua tenda dan memasang kantong-kantong tidur di depan kantor PM Ghannouchi. Sebagian besar demonstran datang dari daerah-daerah miskin di salah satu negara Afrika Utara itu. “Kami tak akan meninggalkan alun-alun sampai pemerintah mundur,” cetus Mizar, seorang mahasiswa asal Sidi Bouzid. Unjuk rasa juga diikuti orang lanjut usia. “Kami datang untuk menumbangkan sisa-sisa kediktatoran,” ujar Mohammed Layani. Sebagian besar pengunjuk rasa di Tunis berasal dari Sidi Bouzid, tempat munculnya “Revolusi Melati” satu bulan lalu ketika seorang pemuda bunuh diri dengan membakar dirinya sebagai bentuk protes terhadap pemerintah.

“Kita termarginalkan. Tanah kita dimiliki pemerintah. Kita tidak memiliki apa-apa,” kata Mahfouzi Chouki, penduduk Sidi Bouzid yang ikut berdemonstrasi. Tidak ketinggalan, beberapa demonstran tampak membawa foto-foto puluhan orang yang tewas dalam demonstrasi menjelang tergulingnya Ben Ali. Sebelumnya, PM Ghannouchi mengatakan akan mundur dari dunia politik setelah pemilihan umum (pemilu) digelar di Tunisia dalam enam bulan ke depan. Masih banyak sekolah dan kampus yang tutup meski pemerintah meminta semua sekolah memulai kembali aktivitas belajar-mengajar. “Aksi demonstrasi ini tidak bertanggung jawab.

Anak-anak kita ikut merasakan dampaknya,” ujar Lamia Bouassida, salah satu orang tua siswa. Serikat pekerja Tunisia yang dikenal dengan UGTT menolak mengakui pemerintahan baru. UGTT berpendapat masih ada tokoh- tokoh lama dari rezim Ben Ali, termasuk PM Ghannouchi. “Kita mendukung tuntutan rakyat. UGTT tidak akan mengabaikan keinginan rakyat dalam perjuangan mereka menghapus rezim lama,” ujar Nabil Haouachi, perwakilan persatuan guru di UGTT. Sementara itu,Kepolisian Tunisia menahan dua politikus yang dekat dengan Ben Ali, yakni mantan penasihat Ben Ali, Abdelaziz bin Dhia, dan mantan Menteri Penerangan yang juga Ketua Senat Abdullah Qallal.

Media milik Pemerintah Tunisia mengumumkan penahanan sekutu politik mantan Presiden Ben Ali dilaksanakan pada Minggu (23/1).Media itu juga mengatakan, polisi sedang mencari Abdelwahhab Abdallah, mantan penasihat Ben Ali lainnya. Selain itu, polisi Tunisia menangkap pemilik Hannibal TVyang dituding menjadi biang kerusuhan di negara tersebut. Hannibal TV pun dilarang tayang meski karyawannya masih bekerja seperti biasa. Juru bicara Hannibal TV Lutfi Salami menolak berkomentar soal pencekalan itu. Pekan lalu, sebanyak 33 anggota kerabat Ben Ali ditahan ketika mereka mencoba meninggalkan negara itu.Kerabat Ben Ali lainnya ada yang melarikan diri ke Dubai,Arab Saudi,dan Kanada.

Ben Ali meninggalkan negaranya pada 14 Januari lalu setelah aksi protes berkepanjangan menuntut dirinya mundur. Diktator yang memerintah Tunisia selama 23 tahun itu mengasingkan diri ke Arab Saudi. Ben Ali naik jabatan sebagai presiden setelah melakukan kudeta damai.Banyak yang mengkritik pemerintahan Ben Ali sebagai tangan besi,korup,dan tidak toleran. Ben Ali digulingkan karena dianggap tak mampu mengatasi masalah kemiskinan dan korupsi yang semakin parah. (AFP/Rtr/BBC/ andika hm)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/377904/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford