Perilaku Warga AS Diawasi Mata-Mata
WASHINGTON (SINDO) – Pemerintah Amerika Serikat (AS) kemarin dilaporkan akan membantu sebuah jaringan mata-mata domestik yang luas.AS telah menjadikan wilayah negaranya sebagai daerah berbahaya layaknya Irak dan Afghanistan.
Pasalnya, jaringan mata-mata umumnya diterapkan di zona perang. Jaringan itu nantinya bertujuan untuk mengumpulkan informasi mengenai warga AS dalam rangka memerangi gerakan terorisme. Informasi menghebohkan itu dipublikasikan The Washington Post pada Senin (13/12) waktu setempat. Jaringan tersebut melibatkan polisi lokal,negara bagian,dan otoritas militer untuk memberikan data ribuan penduduk AS, termasuk penduduk yang mungkin tidak pernah melanggar hukum.
Aksi memata-matai warga negaranya sendiri merupakan isu sensitif di AS.Pasalnya, tingkat keamanan domestik sangat terbatas karena adanya jaminan privasi dan kebebasan hak sipil.Sayangnya laporan menarik itu belum mendapatkan konfirmasi resmi dari Kementerian Keamanan Dalam Negeri. Kementerian Keamanan Dalam Negeri yang bertanggung jawab membangun jaringan matamata bernilai miliaran dolar sejak serangan 11 September 2001.Dana yang dikeluarkan senilai USD31 miliar sejak 2003.
Tahun ini saja mereka mengucurkan USD3,8 miliar untuk menangkal aksi terorisme. Langkah yang dilakukan AS itu bertujuan untuk membendung perkembangan terorisme di dalam negeri sendiri. Hal itu menyusulkan banyaknya kasus warga AS atau penduduk legal yang dituduh melakukan aksi serangan di tanah Amerika. Informasi mengenai warga AS itu dapat membantu Badan Penyidik Federal (FBI) untuk melakukan deteksi dini terhadap warga yang terlibat aksi terorisme.
Tetapi, kalangan pejuang kebebasan sipil tetap menilai bahwa langkah pemerintah tersebut mengurangi kebebasan di AS. ”Jaringan mata-mata itu membuka pintu bagi semua jenis penyalahgunaan,” ujar Michael German, mantan agen FBI yang aktif dalam Persatuan Kebebasan Sipil Amerika (ACLU) kepada The Washington Post. ”Bagaimana kita mengetahui adanya pengawasan yang cukup?”tanyanya.
Aparat yang bakal dimanfaatkan untuk mengefektifkan jaringan mata-mata sekitar 4.058 organisasi federal, negara bagian dan lokal. Sedikitnya 935 badan yang bentuk khusus untuk menangani terorisme. FBI sendiri telah menyimpan puluhan ribu rakyat AS yang dilaporkan ”bertindak mencurigakan”. Polisi negara bagian dan lokal telah berkontribusi untuk mendukung jaringan tersebut sejak dua tahun lalu. Sebanyak 890 badan negara bagian dan lokal telah mengirimkan 7.197 laporan.
Tetapi, mereka tidak menemukan kasus yang mencurigakan. Pada Maret silam,pejabat Amerika Serikat Michael Furlong mengelola satu jaringan kontraktorkontraktor swasta di Afghanistan dan Pakistan dengan tujuan mencari dan membunuh para anggota kelompok garis keras Islam, demikian yang dilaporkan harian The New York Times. ”Orang-orang ini mengumpulkan informasi intelijen tentang keberadaan orang-orang yang diperkirakan anggota kelompok garis keras Islam dan lokasi kamp-kamp gerilyawan,” ungkap laporan tersebut. (AFP/WP/andika hm)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/371177/
Pasalnya, jaringan mata-mata umumnya diterapkan di zona perang. Jaringan itu nantinya bertujuan untuk mengumpulkan informasi mengenai warga AS dalam rangka memerangi gerakan terorisme. Informasi menghebohkan itu dipublikasikan The Washington Post pada Senin (13/12) waktu setempat. Jaringan tersebut melibatkan polisi lokal,negara bagian,dan otoritas militer untuk memberikan data ribuan penduduk AS, termasuk penduduk yang mungkin tidak pernah melanggar hukum.
Aksi memata-matai warga negaranya sendiri merupakan isu sensitif di AS.Pasalnya, tingkat keamanan domestik sangat terbatas karena adanya jaminan privasi dan kebebasan hak sipil.Sayangnya laporan menarik itu belum mendapatkan konfirmasi resmi dari Kementerian Keamanan Dalam Negeri. Kementerian Keamanan Dalam Negeri yang bertanggung jawab membangun jaringan matamata bernilai miliaran dolar sejak serangan 11 September 2001.Dana yang dikeluarkan senilai USD31 miliar sejak 2003.
Tahun ini saja mereka mengucurkan USD3,8 miliar untuk menangkal aksi terorisme. Langkah yang dilakukan AS itu bertujuan untuk membendung perkembangan terorisme di dalam negeri sendiri. Hal itu menyusulkan banyaknya kasus warga AS atau penduduk legal yang dituduh melakukan aksi serangan di tanah Amerika. Informasi mengenai warga AS itu dapat membantu Badan Penyidik Federal (FBI) untuk melakukan deteksi dini terhadap warga yang terlibat aksi terorisme.
Tetapi, kalangan pejuang kebebasan sipil tetap menilai bahwa langkah pemerintah tersebut mengurangi kebebasan di AS. ”Jaringan mata-mata itu membuka pintu bagi semua jenis penyalahgunaan,” ujar Michael German, mantan agen FBI yang aktif dalam Persatuan Kebebasan Sipil Amerika (ACLU) kepada The Washington Post. ”Bagaimana kita mengetahui adanya pengawasan yang cukup?”tanyanya.
Aparat yang bakal dimanfaatkan untuk mengefektifkan jaringan mata-mata sekitar 4.058 organisasi federal, negara bagian dan lokal. Sedikitnya 935 badan yang bentuk khusus untuk menangani terorisme. FBI sendiri telah menyimpan puluhan ribu rakyat AS yang dilaporkan ”bertindak mencurigakan”. Polisi negara bagian dan lokal telah berkontribusi untuk mendukung jaringan tersebut sejak dua tahun lalu. Sebanyak 890 badan negara bagian dan lokal telah mengirimkan 7.197 laporan.
Tetapi, mereka tidak menemukan kasus yang mencurigakan. Pada Maret silam,pejabat Amerika Serikat Michael Furlong mengelola satu jaringan kontraktorkontraktor swasta di Afghanistan dan Pakistan dengan tujuan mencari dan membunuh para anggota kelompok garis keras Islam, demikian yang dilaporkan harian The New York Times. ”Orang-orang ini mengumpulkan informasi intelijen tentang keberadaan orang-orang yang diperkirakan anggota kelompok garis keras Islam dan lokasi kamp-kamp gerilyawan,” ungkap laporan tersebut. (AFP/WP/andika hm)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/371177/
Komentar