Oposisi Pantai Gading Serukan Mogok Massal
ABIDJAN (SINDO) – Pemimpin oposisi Pantai Gading Alassane Outtara kemarin menyerukan para pendukungnya untuk menggelar mogok massal. Mogok besarbesaran itu bertujuan menggulingkan Presiden Pantai Gading Laurent Gbagbo.
Gbagbo telah mengancam setiap langkah untuk menggulingkannya akan memicu perang sipil. Seruan Outtara itu juga didukung partainya. Partai RHDP (Rally of Houphouetists for Democracy and Peace) meminta semua warga agar berhenti bekerja dan tetap tinggal di rumah hingga Gbagbo mengundurkan diri.”Kita seharusnya tidak membiarkan mereka mencuri kemenangan kita,” demikian keterangan resmi Partai RHDP yang ditandatangani direkturnya, Alphonse Djedje Mady.
Sebenarnya seruan dari RHDP itu merupakan kelanjutan dari pernyataan Perdana Menteri pilihan Outtara,Guillaume Soro Soro,yang menyerukan ”kerusuhan” sipil. Seruan mogok itu juga dibenarkan juru bicara Outtara. ”Saya dapat mengonfirmasi bahwa kami telah menyerukan pemogokan umum di seluruh negeri ini mulai besok (hari ini),” kata juru bicara Outtara, Patrick Achi. Jika mogok massal benarbenar direalisasikan, itu akan terjadi sehari sebelum tiga presiden Afrika Barat mengunjungi Abidjan. Ketiga pemimpin itu untuk meminta Gbagbo mengundurkan diri.Padahal,Gbagbo sendiri telah mendapatkan ancaman serius dari Komunitas Ekonomi Negara- Negara Afrika Barat (ECOWAS).
Tapi, dia selalu tidak peduli. ECOWAS telah mengancam menggunakan kekuatan jika Gbagbo tak mundur. ”Jika ada kerusuhan dalam negeri, perang sipil, tentunya hal itu sangat membahayakan. Karena itu, kita tidak akan membiarkan hukum kita, konstitusi kita, diinjak-injak. Rakyat seharusnya mendapatkan ide dari otak mereka,” ujar Gbagbo kepada harian berbahasa Prancis Le Figaro. ”Kita tidak khawatir. Kita adalah salah satu pihak yang diserang. Kita memiliki hukum di pihak kita sejauh mana serangan terhadap kita disiap dilaksanakan?” tanyanya.
Mengenai ancaman ECOWAS, Gbagbo menuturkan menanggapi ancaman yang memaksanya meletakkan jabatan secara serius.Tapi, dia tidak takut. ”Semua ancaman harus diterima secara sungguhsungguh. Tapi itu akan jadi untuk pertama kali negara Afrika bersedia berperang melawan negara lain gara-gara pemilihan umum berlangsung keliru,” kata Gbagbo. Dia menambahkan,dirinya adalah korban persekongkolan internasional.
Pantai Gading telah terjerumus ke dalam kebuntuan politik sejak pemilihan presiden yang bersejarah dan diselenggarakan pada 28 November lalu. Pemilihan umum itu dimaksudkan untuk mengobati luka akibat perang saudara 2002–2003 tapi malah memicu pertumpahan darah baru antara kubu yang bersaing. Tak ada yang mau mengalah.
Kedua pesaing, Presiden incumbentGbagbo dan pemimpin oposisi Ouattara mengaku sebagai pemenang. Mereka mengambil sumpah diri mereka masing-masing sebagai presiden negeri tersebut. Mereka masing-masing juga membentuk pemerintahan. Gbagbo didukung Mahkamah Konstitusi. Kalau Ouattara mendapat dukungan komisi pemilihan umum.Hasil sementara pemilihan umum memperlihatkan kemenangan Ouattara, tapi hasilnya dibatalkan oleh pengadilan yang dipimpin oleh sekutu Gbagbo.
Jika mogok massal terealisasi, maka aksi tersebut menambah tekanan terhadap Gbabgo untuk meletakkan jabatan, setelah pemungutan suara 28 November. PBB, Uni Eropa,Amerika Serikat, Uni Afrika, dan blok regional Afrika Barat/EOCWAS sudah menyatakan Ouattara sebagai pemenang. ECOWAS telah mengancam akan menggunakan kekuatan jika Gbagbo tak mundur.Tiga presiden Afrika Barat dijadwalkan terbang Selasa (hari ini) ke Pantai Gading untuk menyampaikan ultimatum badan regional itu.
Sementara Menteri Dalam Negeri versi pemerintah Gbagbo, Emile Guirieoulou, mengatakan pihaknya akan menyambut baik ketiga kepala negara sebagai saudara dan sahabat. Dia juga menuturkan, pemerintahannya akan mendengarkan pesan yang akan disampaikan. (AFP/Rtr/BBC/andika hm)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/372037/
Gbagbo telah mengancam setiap langkah untuk menggulingkannya akan memicu perang sipil. Seruan Outtara itu juga didukung partainya. Partai RHDP (Rally of Houphouetists for Democracy and Peace) meminta semua warga agar berhenti bekerja dan tetap tinggal di rumah hingga Gbagbo mengundurkan diri.”Kita seharusnya tidak membiarkan mereka mencuri kemenangan kita,” demikian keterangan resmi Partai RHDP yang ditandatangani direkturnya, Alphonse Djedje Mady.
Sebenarnya seruan dari RHDP itu merupakan kelanjutan dari pernyataan Perdana Menteri pilihan Outtara,Guillaume Soro Soro,yang menyerukan ”kerusuhan” sipil. Seruan mogok itu juga dibenarkan juru bicara Outtara. ”Saya dapat mengonfirmasi bahwa kami telah menyerukan pemogokan umum di seluruh negeri ini mulai besok (hari ini),” kata juru bicara Outtara, Patrick Achi. Jika mogok massal benarbenar direalisasikan, itu akan terjadi sehari sebelum tiga presiden Afrika Barat mengunjungi Abidjan. Ketiga pemimpin itu untuk meminta Gbagbo mengundurkan diri.Padahal,Gbagbo sendiri telah mendapatkan ancaman serius dari Komunitas Ekonomi Negara- Negara Afrika Barat (ECOWAS).
Tapi, dia selalu tidak peduli. ECOWAS telah mengancam menggunakan kekuatan jika Gbagbo tak mundur. ”Jika ada kerusuhan dalam negeri, perang sipil, tentunya hal itu sangat membahayakan. Karena itu, kita tidak akan membiarkan hukum kita, konstitusi kita, diinjak-injak. Rakyat seharusnya mendapatkan ide dari otak mereka,” ujar Gbagbo kepada harian berbahasa Prancis Le Figaro. ”Kita tidak khawatir. Kita adalah salah satu pihak yang diserang. Kita memiliki hukum di pihak kita sejauh mana serangan terhadap kita disiap dilaksanakan?” tanyanya.
Mengenai ancaman ECOWAS, Gbagbo menuturkan menanggapi ancaman yang memaksanya meletakkan jabatan secara serius.Tapi, dia tidak takut. ”Semua ancaman harus diterima secara sungguhsungguh. Tapi itu akan jadi untuk pertama kali negara Afrika bersedia berperang melawan negara lain gara-gara pemilihan umum berlangsung keliru,” kata Gbagbo. Dia menambahkan,dirinya adalah korban persekongkolan internasional.
Pantai Gading telah terjerumus ke dalam kebuntuan politik sejak pemilihan presiden yang bersejarah dan diselenggarakan pada 28 November lalu. Pemilihan umum itu dimaksudkan untuk mengobati luka akibat perang saudara 2002–2003 tapi malah memicu pertumpahan darah baru antara kubu yang bersaing. Tak ada yang mau mengalah.
Kedua pesaing, Presiden incumbentGbagbo dan pemimpin oposisi Ouattara mengaku sebagai pemenang. Mereka mengambil sumpah diri mereka masing-masing sebagai presiden negeri tersebut. Mereka masing-masing juga membentuk pemerintahan. Gbagbo didukung Mahkamah Konstitusi. Kalau Ouattara mendapat dukungan komisi pemilihan umum.Hasil sementara pemilihan umum memperlihatkan kemenangan Ouattara, tapi hasilnya dibatalkan oleh pengadilan yang dipimpin oleh sekutu Gbagbo.
Jika mogok massal terealisasi, maka aksi tersebut menambah tekanan terhadap Gbabgo untuk meletakkan jabatan, setelah pemungutan suara 28 November. PBB, Uni Eropa,Amerika Serikat, Uni Afrika, dan blok regional Afrika Barat/EOCWAS sudah menyatakan Ouattara sebagai pemenang. ECOWAS telah mengancam akan menggunakan kekuatan jika Gbagbo tak mundur.Tiga presiden Afrika Barat dijadwalkan terbang Selasa (hari ini) ke Pantai Gading untuk menyampaikan ultimatum badan regional itu.
Sementara Menteri Dalam Negeri versi pemerintah Gbagbo, Emile Guirieoulou, mengatakan pihaknya akan menyambut baik ketiga kepala negara sebagai saudara dan sahabat. Dia juga menuturkan, pemerintahannya akan mendengarkan pesan yang akan disampaikan. (AFP/Rtr/BBC/andika hm)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/372037/
Komentar