ECOWAS Bahas Pantai Gading
ABUJA(SINDO) – Presiden Benin Boni Yayi, Presiden Sierra Leone Ernest Koroma,dan Presiden Cape Verder Pedro Pires,bertemu Ketua Masyarakat Ekonomi Afrika Barat (ECOWAS) yang juga Presiden Nigeria, Goodluck Jonathan.
Mereka membahas hasil pertemuan mereka dengan pemimpin Pantai Gading Laurent Gbagbo. Sebelumnya ECOWAS mengancam menyerang Pantai Gading jika Gbagbo tidak mengundurkan diri. Militer menjadi alternatif terakhir untuk menggulingkan Gbagbo. Selama kunjungan ke Abidjan, ketiga utusan ECOWAS itu berunding cukup lama dengan pemimpin oposisi Alassane Outtara, yang mendapatkan pengakuan komunitas internasional dan dianggap sebagai pemenang pemilu pada bulan lalu.
”Mereka (utusan ECOWAS) mengatakan kepada mantan Presiden Laurent Gbagbo bahwa status Alassane Ouattara sebagai Presiden Republik Pantai Gading tidak dapat dinegosiasikan,”ujar juru bicara Outtara, Patrick Achi. ”Masalah saat ini adalah bernegosiasi mengenai persyaratan kapan Presiden Laurent Gbagbo mau mundur.” Tapi, Gbagbo sepertinya tak mau mundur.Dia justru balik mengancam. Menurut dia, ancaman aksi militer ECOWAS dapat menyeret kawasan itu dalam perang.
Kunjungan ketiga Presiden Afrika Barat itu dilakukan setelah Gbagbo berhasil mematahkan satu tantangan, ketika seruan pemogokan umum tidak mendapat tanggapan luas, tetapi mengalami pukulan ketika kedutaan besarnya di Paris diduduki para pendukung Ouattara. Bukan hanya ECOWAS yang menyerukan Gbagbo untuk mundur. Uni Afrika menunjuk Perdana Menteri Kenya Raila Odinga sebagai utusannya untuk menyelesaikan krisis di Pantai Gading.
Odinga, yang ditunjuk untuk menyelesaikan krisis itu adalah pemimpin Afrika pertama mengusulkan tindakan militer terhadap Gbagbo. Uni Afrika juga menyerukan Gbagbo mundur, yang menyebabkan dia hampir dikucilkan semua negara.Namun, Gbago hanya mengandalkan Angola yang secara terbuka mendukung sekutunya itu. Sebenarnya pasukan Gbagbo tetap menguasai Abidjan, tempat mereka dituduh melakukan sejumlah pembunuhan di daerahdaerah yang mendukung pemimpin oposisi Ouattara.
Pemerintah sementara Ouattara sedang terkepung di satu daerah Abidjan, yang dilindungi 800 tentara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), tapi tidak dapat bergerak keluar lokasi Hotel Golf atau melakukan tugas kekuasaan negara. Sementara itu, PBB mencatat sekitar 140.000 warga Pantai Gading telah mengungsi ke Liberia. Liberia pun mengkhawatirkan kondisi keamanan. Sementara itu, sekelompok orang telah menyerang konvoi PBB di kota penting Abidjan di Pantai Gading, pada Selasa (28/12).
Aksi itu melukai seorang penjaga perdamaian dengan parang dan membakar sebuah kendaraan. ”Satu konvoi tiga kendaraan Operasi PBB di Pantai Gading (ONUCI) yang membawa 22 penjaga perdamaian telah diserang pada Selasa,” ujar PBB dalam satu pernyataan. PBB mengutuk keras serangan ini dan menegaskan kembali keputusannya untuk meneruskan pekerjaannya bagi rakyat Pantai Gading.Serangan itu terjadi ketika konvoi tersebut melalui lingkungan permukiman Yopougon di Abidjan, wilayah para pendukung Laurent Gbagbo. (AFP/Rtr/BBc/ andika hm)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/372528/
Mereka membahas hasil pertemuan mereka dengan pemimpin Pantai Gading Laurent Gbagbo. Sebelumnya ECOWAS mengancam menyerang Pantai Gading jika Gbagbo tidak mengundurkan diri. Militer menjadi alternatif terakhir untuk menggulingkan Gbagbo. Selama kunjungan ke Abidjan, ketiga utusan ECOWAS itu berunding cukup lama dengan pemimpin oposisi Alassane Outtara, yang mendapatkan pengakuan komunitas internasional dan dianggap sebagai pemenang pemilu pada bulan lalu.
”Mereka (utusan ECOWAS) mengatakan kepada mantan Presiden Laurent Gbagbo bahwa status Alassane Ouattara sebagai Presiden Republik Pantai Gading tidak dapat dinegosiasikan,”ujar juru bicara Outtara, Patrick Achi. ”Masalah saat ini adalah bernegosiasi mengenai persyaratan kapan Presiden Laurent Gbagbo mau mundur.” Tapi, Gbagbo sepertinya tak mau mundur.Dia justru balik mengancam. Menurut dia, ancaman aksi militer ECOWAS dapat menyeret kawasan itu dalam perang.
Kunjungan ketiga Presiden Afrika Barat itu dilakukan setelah Gbagbo berhasil mematahkan satu tantangan, ketika seruan pemogokan umum tidak mendapat tanggapan luas, tetapi mengalami pukulan ketika kedutaan besarnya di Paris diduduki para pendukung Ouattara. Bukan hanya ECOWAS yang menyerukan Gbagbo untuk mundur. Uni Afrika menunjuk Perdana Menteri Kenya Raila Odinga sebagai utusannya untuk menyelesaikan krisis di Pantai Gading.
Odinga, yang ditunjuk untuk menyelesaikan krisis itu adalah pemimpin Afrika pertama mengusulkan tindakan militer terhadap Gbagbo. Uni Afrika juga menyerukan Gbagbo mundur, yang menyebabkan dia hampir dikucilkan semua negara.Namun, Gbago hanya mengandalkan Angola yang secara terbuka mendukung sekutunya itu. Sebenarnya pasukan Gbagbo tetap menguasai Abidjan, tempat mereka dituduh melakukan sejumlah pembunuhan di daerahdaerah yang mendukung pemimpin oposisi Ouattara.
Pemerintah sementara Ouattara sedang terkepung di satu daerah Abidjan, yang dilindungi 800 tentara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), tapi tidak dapat bergerak keluar lokasi Hotel Golf atau melakukan tugas kekuasaan negara. Sementara itu, PBB mencatat sekitar 140.000 warga Pantai Gading telah mengungsi ke Liberia. Liberia pun mengkhawatirkan kondisi keamanan. Sementara itu, sekelompok orang telah menyerang konvoi PBB di kota penting Abidjan di Pantai Gading, pada Selasa (28/12).
Aksi itu melukai seorang penjaga perdamaian dengan parang dan membakar sebuah kendaraan. ”Satu konvoi tiga kendaraan Operasi PBB di Pantai Gading (ONUCI) yang membawa 22 penjaga perdamaian telah diserang pada Selasa,” ujar PBB dalam satu pernyataan. PBB mengutuk keras serangan ini dan menegaskan kembali keputusannya untuk meneruskan pekerjaannya bagi rakyat Pantai Gading.Serangan itu terjadi ketika konvoi tersebut melalui lingkungan permukiman Yopougon di Abidjan, wilayah para pendukung Laurent Gbagbo. (AFP/Rtr/BBc/ andika hm)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/372528/
Komentar