Tim Penyelamat dan Keluarga Korban Putus Asa
Harapan penyelamatan 29 penambang yang dinyatakan terjebak di terowongan semakin menunjukkan ketidakpastian. Apalagi, operasi penyelamatan menghadapi kesulitan untuk menaklukan gas berancun termasuk karbon monoksidan methane
Para tim penyelamat pun terlihat putus asa dalam menghadapi situasi tersebut. Mereka frustasi karena berbagai upaya penyelamatan para korban tersebut terhalang oleh gas yang mematikan.
Polisi mengaku “tidak memiliki ide” untuk menyelamat para penambang. Apalagi, mereka juga mempertimbangkan bahwa mereka keselamatan para tim penyelamatan. “Operasi penyelamatan ini tidak berlangsung tepat dan cepat,” kata komandan polisi Gary Knowles.
“Kita memasuki hari kedua, tetapi kita tidak memiliki ide bagaimana kita akan menempuh upaya penyelamatan, dan berapa lama operasi ini akan berlangsung. Dan kita masih fokus untuk membawa para pria itu keluar,” ungkap Knowles.
Knowles menyatakan upaya pencarian dan penyelamatan dengan mengutamakan pada penyelematan. Tetapi, dia menyatakan bahwa mereka sangat realistis. Knowles pun menyatakan keyakinannya dapat menyelamatkan para pekerja dalam kondisi hidup.
CEO Pike River Peter Whittall, perusahaan tambang tempat bernaung 29 penambang itu, membatah bahwa tim penyelamat kurang semangat memasuki lokasi tambang karena mengetahui kesempatan hidup para korban sangat kecil. “Saya pikir pernyataan itu sangat menjijikkan,” ujarnya.
Whittall menyatakan bahwa saat ini pihaknya dan tim penyelamatan berbicara mengenai keselamatan orang. “Saya menemukan keputusaan pada pernyataan tersebut. Keputusan yang saya buat berdasarkan keselamatan dan apa yang dikatakan para pakar,” tuturnya.
Kepala Penyelamatan Tambang Selandia Baru Trevor Watts menggambarkan bahwa tambang tersebut sebagai “tong senjata”. Dia juga menambahkan bahwa, wilayah tersebut menjadi perhatians erius karena dikhawatirkan akan meledak.
Akibatnya, frustasi dan putus asa pun tampak menghinggapi keluarga dan warga di sekitar tambang. Keluarga para korban sejak kemarin berada di lokasi untuk melihat upaya penyelamatan. Para keluarga korban 29 orang penambang di Selandia Baru yang terperangkap di dalam tanah, mulai mendatang lokasi kejadian.
Walikota distrik Grey Tony Kokshoorn menggambarkan situasi saat ini menunjukkan keputusasaan. “Setiap hari sangat krusial, itu seperti sebuah jam yang selalu berdetak,” katanya. “Setiap hari banyak orang mengeluh di situasi yang putus asa,” imbuhnya.
Sejauh ini belum ada kontak dengan para penambang yang terjebak semenjak tambang bawah tanah yang meledak hari Jumat (19/11). Para pekerja yang hilang berusia antara 17 dan 62 tahun, termasuk 24 orang warga Selandia Baru, 2 orang Australia, 2 warga negara Inggris, serta seorang warga Afrika Selatan. (AFP/BBC/Rtr/andika hm)
Para tim penyelamat pun terlihat putus asa dalam menghadapi situasi tersebut. Mereka frustasi karena berbagai upaya penyelamatan para korban tersebut terhalang oleh gas yang mematikan.
Polisi mengaku “tidak memiliki ide” untuk menyelamat para penambang. Apalagi, mereka juga mempertimbangkan bahwa mereka keselamatan para tim penyelamatan. “Operasi penyelamatan ini tidak berlangsung tepat dan cepat,” kata komandan polisi Gary Knowles.
“Kita memasuki hari kedua, tetapi kita tidak memiliki ide bagaimana kita akan menempuh upaya penyelamatan, dan berapa lama operasi ini akan berlangsung. Dan kita masih fokus untuk membawa para pria itu keluar,” ungkap Knowles.
Knowles menyatakan upaya pencarian dan penyelamatan dengan mengutamakan pada penyelematan. Tetapi, dia menyatakan bahwa mereka sangat realistis. Knowles pun menyatakan keyakinannya dapat menyelamatkan para pekerja dalam kondisi hidup.
CEO Pike River Peter Whittall, perusahaan tambang tempat bernaung 29 penambang itu, membatah bahwa tim penyelamat kurang semangat memasuki lokasi tambang karena mengetahui kesempatan hidup para korban sangat kecil. “Saya pikir pernyataan itu sangat menjijikkan,” ujarnya.
Whittall menyatakan bahwa saat ini pihaknya dan tim penyelamatan berbicara mengenai keselamatan orang. “Saya menemukan keputusaan pada pernyataan tersebut. Keputusan yang saya buat berdasarkan keselamatan dan apa yang dikatakan para pakar,” tuturnya.
Kepala Penyelamatan Tambang Selandia Baru Trevor Watts menggambarkan bahwa tambang tersebut sebagai “tong senjata”. Dia juga menambahkan bahwa, wilayah tersebut menjadi perhatians erius karena dikhawatirkan akan meledak.
Akibatnya, frustasi dan putus asa pun tampak menghinggapi keluarga dan warga di sekitar tambang. Keluarga para korban sejak kemarin berada di lokasi untuk melihat upaya penyelamatan. Para keluarga korban 29 orang penambang di Selandia Baru yang terperangkap di dalam tanah, mulai mendatang lokasi kejadian.
Walikota distrik Grey Tony Kokshoorn menggambarkan situasi saat ini menunjukkan keputusasaan. “Setiap hari sangat krusial, itu seperti sebuah jam yang selalu berdetak,” katanya. “Setiap hari banyak orang mengeluh di situasi yang putus asa,” imbuhnya.
Sejauh ini belum ada kontak dengan para penambang yang terjebak semenjak tambang bawah tanah yang meledak hari Jumat (19/11). Para pekerja yang hilang berusia antara 17 dan 62 tahun, termasuk 24 orang warga Selandia Baru, 2 orang Australia, 2 warga negara Inggris, serta seorang warga Afrika Selatan. (AFP/BBC/Rtr/andika hm)
Komentar