Tak Ada Pilihan Tepat Bagi Obama
Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama menghadapi pilihan yang sedikit dalam menangani serangan Korea Utara (Korut) terhadap Korea Selatan (Korsel). Pilihan-pilihan yang dihadapi Obama pun tidak ada yang tepat untuk dilaksanakan.
“Ini adalah tanah dengan pilihan yang amat buruk. Anda dapat memiliki antara yang jelek, buruk, dan lebih buruk,” ujar mantan diplomat Victor Cha kepada sebuah diskusi.
Setidaknya, serangan artileri tersebut bagi AS memiliki tiga pilihan yakni menggelar negoisasi dengan Korut dengan memberikan perhatian terhadap provokasi yang terakhir; menurunkan sikap balasan yang beresiko sebagai pemicu ketegangan dengan Pyongyang; atau justru memperkeras posisi jika terjadi ekskalasi ketegangan di semenanjung Korea.
Obama pun menggelar rapat beberapa kali kemarin untuk mengetahui situasi perkembangan terbaru di semenanjung Korea. Pemerintahannya pun berjuang bersama waktu untuk terus mengamati isu tersebut dari detik ke detik.
Pada kampanye pemilu 2008, Obama lebih mengutamakan rekonsiliasi terhadap Pyongyang. Sedangkan kubu Republik John McCain lebih memiliki kebijakan terbuka terhadap Korut. Tapi, selang beberapa bulan Obama berkuasa,dia mengubah model kebijakan terhadap Korut setelah negara itu mengujicoba rudal dan menghentikan perundingan dengan Korsel, China, Jepang, Rusia, dan AS. Washington menola bernegoisasi langsung dengan Pyongyang hingga digelarnya perundingan enam negara.
Cha, yang menjabat di Gedung Putih pada massa pemerntahan George W. Bush dari 2004 hingga 2007, menyebutkan pemerintahan AS sebelumnya juga menghadapi hal yang sama ketika menghadapi Korut. Dia menyarankan agar diselenggarakannya negoisasi dan berharap ada yang terbaik.
Dua diplomat di era Bush tidak sepakat dengan pendapat Cha. Michael Green dan Wllian Tobey mengatakan, negoisasi merupakan “kesalahan kolosal”. Menurut mereka, sejarah telah membutuhkan kebijakan AS terhadapKorut selalu gagal sejak 1990an. “Saat ini, yang harus dilaukan adalah pengurungan, larangan, dan tekanan,” tulis Michael Green dan William Tobet dalam The Wall Street Journal.
Sedangkan menurut Christopher Hill, negoisator AS atas kebijakan Korut pada 2005 hingga 2009, beberapa opsi tidak pernah menjadi salah satu solusi tepat pada permasalahan tersebut. Mantan Duta Besar AS itu menolak perundingan lansgung dengan Pyongyang. Pasalnya, hal itu justru memarginalkan sekutu AS, yakni Korsel. “Biarkan China yang mengurusi Korut, mereka memegang kunci dalam krisis ini,” tegasnya.
Berbicara kepada AFP, Hill mengatakan Beijing melaukan pendekatan yang cukup hati-hati terhadap Korut karena adanya ketegangan internal antara pendukung tradisional dan kondisi yang tidak menentu dari tetangganya tersebut. “Semakin China menekan, maka itu lebih baik,” katanya.
AS sendir telah mengirimkan sejumlah armada kapal perang yang dipimpin oleh kapal induk USS George Washington ke Laut Kuning. Meskipun pihak militer AS dan Korea Selatan mengatakan latihan tersebut telah direncanakan dengan baik sebelum terjadinya serangan Korea Utara, banyak pihak yang menduga hal tersebut disengaja untuk membuat marah Korea Utara dan mengguncang Cina.
Kepala Staf Gabungan AS, Laksamana Mike Mullen, mengatakan Washington beserta para sekutunya sedang bekerja untuk menentukan cara menanggapi serangan. Mullen mengatakan, dia yakin serangan itu terkait dengan suksesi kepemimpinan mendatang di Korea Utara.
Diduga kuat karena faktor kesehatan, Kim Jong-il telah mengangkat putra bungsunya yang masih amat muda untuk duduk di posisi kunci pada September lalu, sebagai upaya tahap pendahuluan untuk menjadi pemimpin Korut berikutnya. Tapi Kim Jong-un tidak memiliki basis dukungan nyata, dan dengan situasi ekonomi yang sulit, terdapat resiko akan adanya tokoh militer atau pemerintahan yang kuat, yang dapat memutuskan waktu yang tepat untuk merebut kekuasaan. (AFP/Rtr/andika hm)
“Ini adalah tanah dengan pilihan yang amat buruk. Anda dapat memiliki antara yang jelek, buruk, dan lebih buruk,” ujar mantan diplomat Victor Cha kepada sebuah diskusi.
Setidaknya, serangan artileri tersebut bagi AS memiliki tiga pilihan yakni menggelar negoisasi dengan Korut dengan memberikan perhatian terhadap provokasi yang terakhir; menurunkan sikap balasan yang beresiko sebagai pemicu ketegangan dengan Pyongyang; atau justru memperkeras posisi jika terjadi ekskalasi ketegangan di semenanjung Korea.
Obama pun menggelar rapat beberapa kali kemarin untuk mengetahui situasi perkembangan terbaru di semenanjung Korea. Pemerintahannya pun berjuang bersama waktu untuk terus mengamati isu tersebut dari detik ke detik.
Pada kampanye pemilu 2008, Obama lebih mengutamakan rekonsiliasi terhadap Pyongyang. Sedangkan kubu Republik John McCain lebih memiliki kebijakan terbuka terhadap Korut. Tapi, selang beberapa bulan Obama berkuasa,dia mengubah model kebijakan terhadap Korut setelah negara itu mengujicoba rudal dan menghentikan perundingan dengan Korsel, China, Jepang, Rusia, dan AS. Washington menola bernegoisasi langsung dengan Pyongyang hingga digelarnya perundingan enam negara.
Cha, yang menjabat di Gedung Putih pada massa pemerntahan George W. Bush dari 2004 hingga 2007, menyebutkan pemerintahan AS sebelumnya juga menghadapi hal yang sama ketika menghadapi Korut. Dia menyarankan agar diselenggarakannya negoisasi dan berharap ada yang terbaik.
Dua diplomat di era Bush tidak sepakat dengan pendapat Cha. Michael Green dan Wllian Tobey mengatakan, negoisasi merupakan “kesalahan kolosal”. Menurut mereka, sejarah telah membutuhkan kebijakan AS terhadapKorut selalu gagal sejak 1990an. “Saat ini, yang harus dilaukan adalah pengurungan, larangan, dan tekanan,” tulis Michael Green dan William Tobet dalam The Wall Street Journal.
Sedangkan menurut Christopher Hill, negoisator AS atas kebijakan Korut pada 2005 hingga 2009, beberapa opsi tidak pernah menjadi salah satu solusi tepat pada permasalahan tersebut. Mantan Duta Besar AS itu menolak perundingan lansgung dengan Pyongyang. Pasalnya, hal itu justru memarginalkan sekutu AS, yakni Korsel. “Biarkan China yang mengurusi Korut, mereka memegang kunci dalam krisis ini,” tegasnya.
Berbicara kepada AFP, Hill mengatakan Beijing melaukan pendekatan yang cukup hati-hati terhadap Korut karena adanya ketegangan internal antara pendukung tradisional dan kondisi yang tidak menentu dari tetangganya tersebut. “Semakin China menekan, maka itu lebih baik,” katanya.
AS sendir telah mengirimkan sejumlah armada kapal perang yang dipimpin oleh kapal induk USS George Washington ke Laut Kuning. Meskipun pihak militer AS dan Korea Selatan mengatakan latihan tersebut telah direncanakan dengan baik sebelum terjadinya serangan Korea Utara, banyak pihak yang menduga hal tersebut disengaja untuk membuat marah Korea Utara dan mengguncang Cina.
Kepala Staf Gabungan AS, Laksamana Mike Mullen, mengatakan Washington beserta para sekutunya sedang bekerja untuk menentukan cara menanggapi serangan. Mullen mengatakan, dia yakin serangan itu terkait dengan suksesi kepemimpinan mendatang di Korea Utara.
Diduga kuat karena faktor kesehatan, Kim Jong-il telah mengangkat putra bungsunya yang masih amat muda untuk duduk di posisi kunci pada September lalu, sebagai upaya tahap pendahuluan untuk menjadi pemimpin Korut berikutnya. Tapi Kim Jong-un tidak memiliki basis dukungan nyata, dan dengan situasi ekonomi yang sulit, terdapat resiko akan adanya tokoh militer atau pemerintahan yang kuat, yang dapat memutuskan waktu yang tepat untuk merebut kekuasaan. (AFP/Rtr/andika hm)
Komentar