China Hanya Diam
Ketika para pemimpin Barat dan editorial media mengutuk serangan artileri Korea Utara (Korut), China hanya diam.
Beijing tidak mengutuk aski Korut. China pun hanya diam. Jelas, hal itu bukan sebuah kejutan. Ketika dunia meributkan Korut, Beijing tak pernah mengkritik tetanggannya.
Media-media pemerintah China pun menempuh langkah yang sama. Mereka tidak menyalahkan Pyongyang mengenai ketegangan di perbatasan dengan Korea Selatan (Korsel). Bahkan salah satu editorial koran memujui sikap Pyongyang disebutnya sebagai “ketegasan” selama pertempuran tersebut.
Pertanyaan kini adalah seberapa besar pengaruh China terhadap Korut? Semuanya paham bahwa Beijing memang dalam situasi yang sulit. Pemerintahan baru komunis China memberikan bantuan kemanusiaan kepada pasukan komunis Korut pada perang 1950an. Pada 1961, kedua negara menandatangani pakta yang menyerukan bantuan satu sama lain jika salah pihak diserang.
Mereka adalah sekutu utama Korut yang memasok makanan dan bahan bakar ke Pyongyang. Sejarah telah mencatat bahwa hubungan kedua negara tak bisa dipisahkan sejak Perang Korea dan telah berlangsung lebih dari separuh abad.
Sejak Januari hingga Oktober tahun ini, China mengirimkan bantuan 447.278 ton minyak mentah ke Korut. Angka tersebut mengalami peningkatan 3,7% pada periode yang sama pada tahun lalu. Sedari Januari hingga Oktober, China mengekspor 72.550 ton jagung dan 63.136 ton beras. Pengapalan bantuan tersebut meningkat 16,1% dibandingkan tahun sebelumnya. Dalam kalkulasinya, 90% energi dan 40% pangan berasal dar China.
Ketika pemimpin Korut Kim Jong-il membutuhkan dukungan luar negeri, dia pergi ke China menggunakan kereta. Pada tahun ini saja, dia telah dua kali pergi ke China. Pertama setelah tenggalamnya kapal perang Korsel di mana tim penyidik internasional menyimpulkan itu disebabkan torpedo Korut. Kedua kalinya adalah ketika menjelang parade militer di mana Jong-il dan putranya, Kim Jong-un, tampil bersama. Kunjungan kedua sebagai sinyal bahwa Pyongyang meminta restu atas suksesi pemerintahan.
“Kita mengetahui bahwa China menyuplai makanan dan minyak kepada Korut. Jelas sekali jika Korut menjadi mitra perdagangan utama dan donor bantuan kemanusiaan. Itu juga menjadi indikator paling nyata bagaimana pengaruh Beijing terhadap Pyongyang,” kata Joseph Cheng, profesor ilmu politik di Universitas Kota Hong Kong. “Pada saat yang sama, ada juga pembatasan yang dilakukan China. Jika China menghentikan perdagangan dan bantuan, bisa jadi Pyonyang kacau. China pun berpikir sangat beresiko mengasingkan Pyongyang,” imbuhnya.
Beijing memandang Korut sebagai “negara penyangga” terhadap pasukan Amerika Serikat (AS) yang berada di Korsel. Jika rezim Korut hancur, ratusan ribu pengungsi bakal memadati perbatasan Korsel dan China. Hal tersebut juga menjadi pertimbangan China dan Korsel.
Tapi, pada beberapa tahun ini, hubungan kedua negara dalam kondisi yang cukup tegang. Meski, para pengamat menyebutnya sebagai sandiwara. Hal itu setelah Korut menggelar ujicoba nuklir pertama kalinya pada 2006, Beijing memilih sepakat untuk memberlakukan sanksi terhadap Pyongyang. Itu merupakan peristiwa yang jarang terjadi ketika China menghukum sekutunya.
China tidak ingin Korut memiliki senjata nuklir dan memprovokasi berlebihan terhadap Korsel. Dalam waktu yang sama, China juga ingin menghindar ketegangan domestik dengan merusak hubungan baik dengan Pyongyang. China memiliki 1.416 km perbatasan langsung dengan Korut.
Para analis China sendiri menyatakan pemerintahan mereka ingin menjamin bahwa hubungan mereka dengan Kim Jong-un dalam kondisi. Mereka optimis bahwa tidak bakal ada konfrontasi lebih lanjut antara China dan Korut.
Kini, China menjadi kekuatan dunia yang mendukung China. Negara-negara Barat masih berharap Beijing mempengaruhi Pyongyang untuk menurunkan ketegangan. Nah, apa yang harus dilakukan China? Pastinya, China harus mengajak Korut berunding. China mampu melakukan hal tersebut. Melalui perundingan diharapkan China mampu mengendalikan Pyongyang.
Barat masih berharap China mampu memperkeras sanksi PBB terhadap larangan ekspor barang mewah dan senjata ke Korut. Beijing pun diminta untuk meningkatkan sanksi lebih luas kepada Pyongyang. “China mungkin akan mengirimkan utusan khusus ke Pyongyang untuk menekan mereka menghentikan ketegangan,” papar Cheng.
Sementara itu dalam pandangan Fareed Zakaria, penulis dan pengamat internasional serta pemandu acara “Fareed Zakaria GPS” di CNN, menyebutkan China harus memainkan peranan yang signifikan dalam menyelesaikan ketegangan di Semenanjung Korea. Suara China sangat didengar oleh Korut, kata dia, karena negara itulah juga memberikan kesempatan rakyat Korut tetap hidup. Pasalnya, dia mengatakan, tak ada aktivitas ekonomi berarti di Korut.
“China memiliki pengaruh yang besar. Sejauh ini, China memang berhati-hati dalam memberkan tekanan. Tetapi, mereka tida pernah menghentikan bantuan makanan dan bahan bakar,” ujar Zakaria. “Peranan China dalam mengelola situasi semenanjung Korea sangat berpengaruh,” imbuhnya. (BBC/CNN/andika hm)
Beijing tidak mengutuk aski Korut. China pun hanya diam. Jelas, hal itu bukan sebuah kejutan. Ketika dunia meributkan Korut, Beijing tak pernah mengkritik tetanggannya.
Media-media pemerintah China pun menempuh langkah yang sama. Mereka tidak menyalahkan Pyongyang mengenai ketegangan di perbatasan dengan Korea Selatan (Korsel). Bahkan salah satu editorial koran memujui sikap Pyongyang disebutnya sebagai “ketegasan” selama pertempuran tersebut.
Pertanyaan kini adalah seberapa besar pengaruh China terhadap Korut? Semuanya paham bahwa Beijing memang dalam situasi yang sulit. Pemerintahan baru komunis China memberikan bantuan kemanusiaan kepada pasukan komunis Korut pada perang 1950an. Pada 1961, kedua negara menandatangani pakta yang menyerukan bantuan satu sama lain jika salah pihak diserang.
Mereka adalah sekutu utama Korut yang memasok makanan dan bahan bakar ke Pyongyang. Sejarah telah mencatat bahwa hubungan kedua negara tak bisa dipisahkan sejak Perang Korea dan telah berlangsung lebih dari separuh abad.
Sejak Januari hingga Oktober tahun ini, China mengirimkan bantuan 447.278 ton minyak mentah ke Korut. Angka tersebut mengalami peningkatan 3,7% pada periode yang sama pada tahun lalu. Sedari Januari hingga Oktober, China mengekspor 72.550 ton jagung dan 63.136 ton beras. Pengapalan bantuan tersebut meningkat 16,1% dibandingkan tahun sebelumnya. Dalam kalkulasinya, 90% energi dan 40% pangan berasal dar China.
Ketika pemimpin Korut Kim Jong-il membutuhkan dukungan luar negeri, dia pergi ke China menggunakan kereta. Pada tahun ini saja, dia telah dua kali pergi ke China. Pertama setelah tenggalamnya kapal perang Korsel di mana tim penyidik internasional menyimpulkan itu disebabkan torpedo Korut. Kedua kalinya adalah ketika menjelang parade militer di mana Jong-il dan putranya, Kim Jong-un, tampil bersama. Kunjungan kedua sebagai sinyal bahwa Pyongyang meminta restu atas suksesi pemerintahan.
“Kita mengetahui bahwa China menyuplai makanan dan minyak kepada Korut. Jelas sekali jika Korut menjadi mitra perdagangan utama dan donor bantuan kemanusiaan. Itu juga menjadi indikator paling nyata bagaimana pengaruh Beijing terhadap Pyongyang,” kata Joseph Cheng, profesor ilmu politik di Universitas Kota Hong Kong. “Pada saat yang sama, ada juga pembatasan yang dilakukan China. Jika China menghentikan perdagangan dan bantuan, bisa jadi Pyonyang kacau. China pun berpikir sangat beresiko mengasingkan Pyongyang,” imbuhnya.
Beijing memandang Korut sebagai “negara penyangga” terhadap pasukan Amerika Serikat (AS) yang berada di Korsel. Jika rezim Korut hancur, ratusan ribu pengungsi bakal memadati perbatasan Korsel dan China. Hal tersebut juga menjadi pertimbangan China dan Korsel.
Tapi, pada beberapa tahun ini, hubungan kedua negara dalam kondisi yang cukup tegang. Meski, para pengamat menyebutnya sebagai sandiwara. Hal itu setelah Korut menggelar ujicoba nuklir pertama kalinya pada 2006, Beijing memilih sepakat untuk memberlakukan sanksi terhadap Pyongyang. Itu merupakan peristiwa yang jarang terjadi ketika China menghukum sekutunya.
China tidak ingin Korut memiliki senjata nuklir dan memprovokasi berlebihan terhadap Korsel. Dalam waktu yang sama, China juga ingin menghindar ketegangan domestik dengan merusak hubungan baik dengan Pyongyang. China memiliki 1.416 km perbatasan langsung dengan Korut.
Para analis China sendiri menyatakan pemerintahan mereka ingin menjamin bahwa hubungan mereka dengan Kim Jong-un dalam kondisi. Mereka optimis bahwa tidak bakal ada konfrontasi lebih lanjut antara China dan Korut.
Kini, China menjadi kekuatan dunia yang mendukung China. Negara-negara Barat masih berharap Beijing mempengaruhi Pyongyang untuk menurunkan ketegangan. Nah, apa yang harus dilakukan China? Pastinya, China harus mengajak Korut berunding. China mampu melakukan hal tersebut. Melalui perundingan diharapkan China mampu mengendalikan Pyongyang.
Barat masih berharap China mampu memperkeras sanksi PBB terhadap larangan ekspor barang mewah dan senjata ke Korut. Beijing pun diminta untuk meningkatkan sanksi lebih luas kepada Pyongyang. “China mungkin akan mengirimkan utusan khusus ke Pyongyang untuk menekan mereka menghentikan ketegangan,” papar Cheng.
Sementara itu dalam pandangan Fareed Zakaria, penulis dan pengamat internasional serta pemandu acara “Fareed Zakaria GPS” di CNN, menyebutkan China harus memainkan peranan yang signifikan dalam menyelesaikan ketegangan di Semenanjung Korea. Suara China sangat didengar oleh Korut, kata dia, karena negara itulah juga memberikan kesempatan rakyat Korut tetap hidup. Pasalnya, dia mengatakan, tak ada aktivitas ekonomi berarti di Korut.
“China memiliki pengaruh yang besar. Sejauh ini, China memang berhati-hati dalam memberkan tekanan. Tetapi, mereka tida pernah menghentikan bantuan makanan dan bahan bakar,” ujar Zakaria. “Peranan China dalam mengelola situasi semenanjung Korea sangat berpengaruh,” imbuhnya. (BBC/CNN/andika hm)
Komentar