Hotel Mewah Pertama di Pusat Konflik Dunia

Pembukaan hotel mewah bintang lima untuk pertama kalinya di Ramallah,Tepi Barat,Palestina, hari ini,menandai langkah kecil bahwa pusat konflik dunia itu ingin dianggap sebagai zona normal.

Hotel Moevenpick Ramallah enam lantai itu bakal menggambarkan panorama baru mengenai konflik yang tak terpecahkan selama beberapa dekade. Ikon kemewahan itu juga menjadi ironi besar.Dari hotel tersebut, jika memandang ke atas, akan terlihat permukiman Yahudi di puncak bukit.Jika melongok ke bawah, akan tampak kamp pengungsian rakyat Palestina.

Hotel tersebut juga menawarkan pemandangan tembok pembatas yang didirikan Israel. Hotel Moevenpick menjadi bagian dari wisata konflik di Palestina. Seakan,melihat aksi kekerasan yang berlangsung hampir setiap hari adalah pemandangan unik. Hotel itu seperti menawarkan pengalaman mengamati langsung pendudukan Israel di tanah Palestina merupakan kebanggaan yang dapat diceritakan kepada kolega.

Yang pasti, Hotel Moevenpick yang merupakan waralaba dari jaringan hotel berbasis di Swiss, membuktikan bahwa tanah pendudukan Israel di Tepi Barat,terbuka untuk bisnis. Siapa pun yang ingin berbisnis di tanah konflik itu bakal diterima. Tentunya, keberadaan hotel itu juga ingin membuka mata dunia bahwa kesempatan bisnis di titik konflik dunia pun terbuka lebar. ”Masa lalu adalah masa lalu. Kami percaya masa depan negara ini dan masa depan hotel ini.

Ini adalah investasi yang menarik dan sebuah kesempatan untuk Ramallah,” ujar Manajer Utama Hotel Moevenpick Daniel Roche. Hotel bernilai USD40 juta terdiri atas 171 kamar,kolam renang, pusat kebugaran, dan tujuh ruang konferensi. Restoran utamanya memiliki seorang koki dari Italia dan sebuah bar yang menyediakan whiski berusia lebih dari 20 tahun. Hotel itu akan melayani pengusaha, pekerja kemanusiaan, dan para diplomat yang kerap berkunjung ke Ramallah dalam beberapa tahun terakhir, setelah mulai stabilnya keamanan.

Menurut Juru Bicara Otoritas Palestina Ghassan Khatib, tanpa perkembangan politik, keamanan dan kemajuan ekonomi tidak akan bisa dipertahankan. ”Ini adalah apa yang kita pelajari selama 43 tahun sejarah penjajahan (Israel),” ujar Khatib. Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan, pertumbuhan ekonomi dua digit di Palestina terjadi karena bantuan asing senilai USD4 miliar sejak 2007.Pada September, pertumbuhan ekonomi Tepi Barat lebih banyak ditentukan banyaknya pembatasan yang dilakukan Israel.

”Potensi pertumbuhan ekonomi dan penarikan investasi akan menjadi sebuah daya tarik, jika Anda benar-benar memiliki proses perdamaian,”ujar Maher Hamdan, CEO Pusat Perdagangan Palestina yang mewakili 320 pengusaha lokal. Sedangkan menurut Sam Bahour, warga Palestina yang meluncurkan sebuah pusat perbelanjaan dan jaringan supermarket pada 2004, mengatakan bahwa kehidupan ekonomi normal telah terwujud, dapat membohongi berbagai pihak.”Banyak investor yang percaya bahwa penjajahan bakal berakhir,”ujarnya.

Meski Israel telah menghapus puluhan pos pemeriksaan, tetapi aktivitas perdagangan tetap dipantau kuat oleh militer yang menguasai 60% wilayah Tepi Barat. ”Kafe baru, hotel baru, tidak akan membangun fondasi ekonomi Palestina. Tapi, perbatasan, air,tanah,dan kemampuan warga Palestina untuk berdagang langsung dengan dunia luar adalah penentu utama,” ujarnya. (AFP/andika hm)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford