Permukiman atau Perdamaian


RAMALLAH(SINDO) – Israel akan menghadapi pilihan sulit saat menghadiri perundingan dengan Palestina pada 2 September mendatang di Washington.Tel Aviv harus memilih antara permukiman atau perdamaian.


Hal itu ditegaskan oleh ketua negosiator Palestina Saeb Erakat pada Senin (23/8).“Pilihan bagi Pemerintah Israel adalah permukiman atau perdamaian.Mereka tidak dapat menginginkan keduanya,” ujarnya pada konferensi pers di Ramalah,Tepi Barat,Palestina. Tetapi, Erakat mengungkapkan keyakinannya bahwa kesepakatan itu dapat dicapai dalam waktu satu tahun. “Kami rasa itu dapat dilaksanakan,”ujarnya. Kedua belah pihak sepakat meluncurkan kembali perundingan langsung setelah vakum selama 20 bulan.Namun, Palestina bersikeras tidak akan melakukan perundingan satu lawan satu kecuali Israel membekukan kegiatan pembangunan permukiman di Tepi Barat,termasuk Yerusalem.

Erakat menuturkan pembangunan permukiman masih merupakan isu utama. Saat ini isu tersebut masih mencuat.Pertanyaan adalah apakah Israel akan memperbarui sebagian dari 10 bulan moratorium pembangunan permukiman yang diberlakukan November tahun lalu. “Jika Netanyahu memutuskan untuk memperbarui tender permukiman pada 26 September, dia harusmemutuskanuntukmenghentikan perundingan,”kata Erakat. Namun, kebijakan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengindikasikan bahwa penundaan pembangunan permukiman masih samar-samar.Wakil PM Israel Silvan Shalom kemarin menyatakan bahwa penundaan itu sepertinya tidak akan dikaji ulang.

“Saya kira bahwa pembekuan itu tidak akan diperpanjang,”ujar Shalom kepada radio publik.“Rakyat Palestina tidak dapat menggunakan prasyarat untuk menangguhkan negosiasi,”imbuhnya. Sementara itu,juru bicara Netanyahu, Nir Hefez mengungkapkan pendirian negara Palestina harus berdasarkan sebuah kesepakatan perdamaian dengan dasar demiliterisasi.“ Israel tidak menetapkan prasyarat untuk memulai perundingan langsung,”ungkapnya. Israel telah membangun 500.000 rumah bagi warga Yahudi pada 100 permukiman sejak pendudukan 1967 di Tepi Barat dan Yerusalem timur.

Permukiman tersebut dianggap ilegal di bawah hukum internasional. Namun, Israel mengabaikannya. Komunitas internasional menekan Israel untuk menghentikan pembangunan permukiman. Palestina telah meminta Pemerintah AS untuk memberikan garansi dari Israel dalam isu tersebut. “Kita mendengar dari Amerika bahwa kita akan memasuki perundingan langsung jika kita berada pada posisi yang lebih baik dengan penundaan (permukiman) itu diperpanjang, apakah Anda akan menjamin atau tidak,” papar Erakat.

“Kita berharap Netanyahu akan memiliki rekonsiliasi dan tidak akan berkonfrontasi lebih jauh,”ujarnya. Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS Philip J Crowley mengatakan AS hanya ingin menginginkan proses negosiasi berjalan dan mendorong Israel dan Palestina untuk menghindari masalah yang justru mempersulit negosiasi. “Permukiman merupakan isu yang sangat penting,”ujarnya. Crowley menegaskan bahwa tidak ada isu satu pun yang dapat diselesaikan di luar negosiasi. Dia mengatakan,AS sangat mengerti posisi Palestina.

“Kita menginginkan negosiasi langsung dan memperkirakan kedua belah pihak dapat melakukan apa pun dengan segala kekuatan mereka untuk menciptakan lingkungan yang konstruktif untuk proses perundingan,” paparnya. Sebuah perundingan serupa di tengah-tengah keriuhan di Annapolis, Maryland pada November 2007.Namun, itu tidak menghasilkan hasil yang nyata hingga perundingan itu terhenti ketika Israel melakukan operasi militer selama 22 hari yang menghancurkan Jalur Gaza satu tahun kemudian.

Sebelumnya Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton mengatakan bahwa perundingan Israel dan Palestina bakal menjadi langkah penting bagi semua pihak agar pihak mencapai kemajuan. (AFP/Rtr/Haaretz/andika hm)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/346874/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford