Macet 100 Km di China Memasuki Hari ke 10


Macet terparah di dunia terpecahkan di China sepanjang 100 km dan kemarin memasuk hari ke 10. Antrian mobil macet itu terjadi sejak 14 Agustus lalu.

Penyebab utama kemacetan tersebut adalah perbaikan jalan yang belum selesai ditambah dengan banyaknya jumlah kendaraan. Hal itu diperparah dengan banyaknya mobil yang mogok karena mesinnya tidak kuat digunakan selama berhari-hari.

Memasuki hari ke -10 pada Selasa (24/8) kemarin, para pejabat China masih pesimis kemacetan tersebut bakal dengan cepat terselesaikan. Menurut Direktur Biro Manajemen Lalu Linta Kota Zhangjiakou, Zhang Minghai, kemacetan terjadi sepanjang 100 km. “Mobil-mobil hanya bergerak pelan sekali dengan kecepatan 1 km per jam,” kata Zhang. Selebihnya, kendaraan tersebut lebih banyak berhenti.

Pasalnya, menurut pejabat pemerintah, perbaikan jalan itu tidak akan selesai hingga pertengahan bulan depan. Dia pun mengatakan bahwa kemacetan sepajang jalan tol Beijing-Zhangjiangkou sulit kembali normal. Kemacetan yang terjadi sejak 14 Agustus lalu itu membentang sepanjang jalan tol Beijing-Zhangjiakou.

“Pembangunan dan perbaikan jalan tol di Beijing menyebabkan kemacetan lalu lintas terparah itu. Padahal, perbaikan jalan terebut bakal selesai pada 17 September,” ujarnya. Otoritas setempat telah mencoba untuk mengijinkan truk memasuki kota Beijing pada malam hari.

Otoritas pun telah meminta perusahaan untuk tidak mengoperasikan truk dan meminta para pengemudi mengambil jalur lain. Himbauan tersebut tampaknya bakal diabaikan. Pasalnya, sepanjang jalan tol tersebut tidak ada jalur alternatif yang mengarahkan ke Beijing.

Zhang mengungkapkan, jalur tol itu sangat pada sekali khususnya mobil pengangkut batubara ikut memenuhi jalanan di Inner Mongolia. Para pengemudi pun terjebak kemacetan di wilayah Inner Mongolia dan Hebei mengarah ke Beijing. Di tengah kemacetan, para supir meluangkan waktu untuk tidur, berjalan-jalan, atau pun bermain kartu dan catur.

Para penduduk lokal pun memanfaatkan kesempatan emas tersebut. Mereka menjual mie instan, nasi kotak, makanan ringan kepada para pengemudi truk dan mobil. Harga makanan yang dijual pun melonjak lima kali lipat dibandingkan harga normal di pasaran.

Menurut salah satu supir, Jia mengaku telah terjebak di kota Wulanchabu, Inner Mongolia, selama tiga hari. Kendaraan yang dibawa Jia membawa 49 ton batubara. Dia pun mengaku berputus asa dengan keadaan tersebut.

Harian The Inner Mongolia Morning Post melaporkan banyak insiden pencurian bahan bakar kendaraan oleh orang-orang tertentu ketika para supirnya sedang tidur. Selain itu, aksi perampokan juga terjadi selama aksi kemacetan tersebut.

Ding mengaku bahwa seorang pengendara sepeda motor telah merampok senilai 6.000 poundsterling pada malam hari. Aksi itu, kata Ding, juga melukai salah satu supir yang telah berusia lanjut. “Para penjual datang menawari makanan dan menjual minuman. Jika Anda mengatakan ‘tidak’ atau mengeluh tentang harga, mereka akan mengancam untuk memecahkan kaca mobil Anda,” ujarnya.

Sementara itu, menurut Niu Fengrui, Direktur Institut Kajian Urban dan Lingkungan di Akademi Ilmu Sosial China, mengatakan jka tidak ada kemaxetan lalu lintas di kota, maka itu baru menjadi sebuah berita. “Pemerintah seharusnya mengambil langkah cepat dalam hal pembangunan infrastruktur dan mengalokasikan anggaran,” paparnya.

Kemacetan lalu lintas di China semakin parah sejak meningkatkanya kepemilikan mobil bagi warga China. Ditambah dengan pertumbuhan ekonomi China yang sangat pesat mengakibatkan banyaknya perusahaan yang mengoperasikan truk untuk mengangkut batu bara dan makanan ke kota. China mengalahkan Amerika Serikat sebagai pasar mobil terbesar di dunia pada tahun ini. Namun, China belum siap dalam hal infrastruktur.

Menurut data pemerintah, Beijing memiliki lima juta mobil di jalanan. Kepala Pusat Penelitian Transportasi Beijing Guo Jifu memperingatkan pada pean ini bahwa kemaetan akan menurun dibawah 15 km per jam. Hal itu dapat terlaksana, kata dia, jika tidak ada pembatasan julah mobil.

Pada Juli lalu, jajak pendapat global menunjukkan lalu lintas di kedua kota itu adalah yang terburuk di dunia bagi pengguna jalan raya. Sebuah survei dari IBM Commuter Pain terhadap 8.192 pengguna kendaraan bermotor di 20 kota menunjukkan 67 persen responden menyatakan lalu lintas memburuk dalam tiga tahun belakangan.

Sebanyak 65% responden bekerja dengan berkendara setiap hari, dan perjalanan mereka membuat mereka tertekan, marah, dan kurang tidur. “Berkendara di kota-kota seperti Beijing dan Mexico City memerlukan waktu yang sangat panjang dan tidak pasti. Satu hari bisa menghabiskan waktu 45 menit, tetapi hari berikutnya bisa butuh dua jam,” bunyi laporan Global Lead for Intelligent Transportation. Selain dua kota di atas, Moskwa, New Delhi, Sao Paulo, Milan, Buenos Aires, Madrid, dan London masuk 10 besar kota paling macet di dunia.

Sementara itu, Beijing pun berencana membuat bus mengangkang yang dapat mengangkut 1.400 orang. “Kita mengujicoba bus mengangkang sepanjang enam kilometer hingga akhir tahun ini,” ujar Song Youzhou, kepala eksekutif perusahaaan desain Shenzhen Hashi Future Parking Equipment kepada AFP kemarin. “Pada pertengahan 2011, kita berencana mengujicoba penumpang di bus mengangkang,” imbuhnya.

Sementara itu, China telah meluncurkan kereta yang diakui sebagai kereta api tercepat di dunia pada tahun lalu. Kereta ini dapat melakukan perjalanan lebih dari 390 kilometer per jam. Beijing mempunyai program pembangunan rel kereta yang sangat ambisius dengan tujuan meningkatkan jaringan rel nasional dari 86.000 kilometer, dan sampai saat ini mencapai panjang 120.000 kilometer. (AFP/Rtr/CNN/andika hm)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford