Pengantin Asing Sulit Beradaptasi di Korsel
SEOUL (SI) – Seiring dengan meningkatnya jumlah pengantin perempuan asing di Korea Selatan (Korsel), ternyata mereka mengalami kesulitan beradaptasi.
Tak bisa dipungkiri jika hal itu memicu permasalahan sosial, termasuk kekerasan di dalam rumah tangga. Pemicu utama sulitnya beradaptasi bagi para pengantin asing yang baru menginjakkan kakinya di Negeri Ginseng itu disebabkan masyarakat setempat yang homogen. Kemudian,masyarakat Korea juga sulit beradaptasi dengan penduduk baru.Apalagi, budaya dan tradisi Korea berbeda dengan para pengantin perempuan yang umumnya berasal dari Vietnam,Filipina, Sri Lanka,dan Indonesia. “Ketikasaya datangpertamakali datang ke Korea, saya mengalami masalah dengan makanan Korea dan bahasannya,” ujar Nguyen Thinhi, seorang warga Vietnam yang menikah dengan warga Korsel.
“Saya tak bisa berkomunikasi dengan suami saya.Itu sangat parah,”ujarnya. Hal senada juga diakui Ailee Balingit, seorang warga Filipina yang menikah dengan orang Korsel. “Ketika pertama kali datang, itu merupakan masa-masa sulit.Setiap hari saya selalu menangis,” paparnya. Kenapa? Balingit mengungkapkan bahwa budayanya dengan suaminya sungguh berbeda,ditambah lagi dia tak bisa berbahasa Korea. Ibarat nasi telah menjadi bubur, mau tak mau Balingit pun mencoba bertoleransi. Namun, demikian para pengantin asing itu sebenarnya meminta ada sesuatu yang mampu menjembatani kesenjangan antara mereka dan para suami warga Korsel.
“Warga Korea tidak bisa menerima fakta bahwa saat ini adalah masyarakat multikultur. Dalam bayangan mereka, kita ini tidak baik,”papar Balingit. Meski masyarakat Korea sangat homogen, jumlah warganya yang menikah dengan perempuan asing 10% lebih dari jumlah total pernikahan. (CNA/andika hm)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/340756/
Tak bisa dipungkiri jika hal itu memicu permasalahan sosial, termasuk kekerasan di dalam rumah tangga. Pemicu utama sulitnya beradaptasi bagi para pengantin asing yang baru menginjakkan kakinya di Negeri Ginseng itu disebabkan masyarakat setempat yang homogen. Kemudian,masyarakat Korea juga sulit beradaptasi dengan penduduk baru.Apalagi, budaya dan tradisi Korea berbeda dengan para pengantin perempuan yang umumnya berasal dari Vietnam,Filipina, Sri Lanka,dan Indonesia. “Ketikasaya datangpertamakali datang ke Korea, saya mengalami masalah dengan makanan Korea dan bahasannya,” ujar Nguyen Thinhi, seorang warga Vietnam yang menikah dengan warga Korsel.
“Saya tak bisa berkomunikasi dengan suami saya.Itu sangat parah,”ujarnya. Hal senada juga diakui Ailee Balingit, seorang warga Filipina yang menikah dengan orang Korsel. “Ketika pertama kali datang, itu merupakan masa-masa sulit.Setiap hari saya selalu menangis,” paparnya. Kenapa? Balingit mengungkapkan bahwa budayanya dengan suaminya sungguh berbeda,ditambah lagi dia tak bisa berbahasa Korea. Ibarat nasi telah menjadi bubur, mau tak mau Balingit pun mencoba bertoleransi. Namun, demikian para pengantin asing itu sebenarnya meminta ada sesuatu yang mampu menjembatani kesenjangan antara mereka dan para suami warga Korsel.
“Warga Korea tidak bisa menerima fakta bahwa saat ini adalah masyarakat multikultur. Dalam bayangan mereka, kita ini tidak baik,”papar Balingit. Meski masyarakat Korea sangat homogen, jumlah warganya yang menikah dengan perempuan asing 10% lebih dari jumlah total pernikahan. (CNA/andika hm)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/340756/
Komentar