Korut Dilanda Krisis Kesehatan

Korea Utara (Korut) dilanda krisis kesehatan karena tidak adanya kepedulian pemerintahannya dan bantuan internasional.

Amnesty International (AI) melaporkan kemarin bahwa operasi di rumah sakit tanpa anasthesia (obat pengurang rasa sakit), jarum suntik steril, dan epidemi yang makin berbahya yakni kurang gizi di Korut. Itu menggembarkan buruknya sistem kesehatan di negeri yang terisolasi dari dunia itu.

Jika dibiarkan terus menerus maka tragedi 1990an bisa kembali terulang. Kelaparan pernah terjadi di Korut pada 1990an dan beberapa warganya terpaksa memakan rumput, akar pohon, dan kulit pohon karena tidak ada makanan.

Negara komunis itu menjamin perawatan kesehatan gratis bagi semua rakyatnya. Tetapi AI menyatakan banyak para warga Korut yang menyatakan mereka harus merogoh kocek mereka demi pelayanan kesehatan sejak 1990an.

Para dokter di Korut tidak dibayar dengan uang. Mereka umumnya dibayar dengan rokok, minuman beralkohol, atau makanan untuk konsultasi kesehatan. Jika dibayar, para dokter pun meminta pembayaran tunai khususnya untuk operasi.

“Jika Anda tidak memiliki uang, maka Anda mati,” demikian laporan AI mengutip pernyataan seorang pengungsi berusia 20 tahun yang tak disebutkan namanya.

Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan Korut membelanjaan anggaran kesehatannya lebih rendah dibandingkan negara lain atau dibawah USD1 per orang setiap tahun. WHO juga menyarankan Korut untuk menempuh langkah efektif untuk menghadapi kekurangan pangan, termasuk menerima bantuan internasional dan menjamin transparansi pengiriman bantuan.

Amnesty juga menyerukan komunitas internasional untuk emndukung langkah badan PBB Program Pangan Dunia dan kelompok bantuan lain untuk memberikan bantuan berdasarkan kebutuhan bukan berdasarkan pertimbangan politik. “Ini sangat penting karena bantuan untuk Korut bukan berdasarkan sepak bola politik yang diberikan oleh negara donor,” ujar Catherine Baber, deputi direktu AI untuk wilayah Asia Pasifik.

Dalam laporan AI juga mewawancara 40 warga Korut yang kini tinggal di luar negeri dan pekerja kesehatan profesional yang tinggal di negara komunis itu. Mengutip pernyataan perempuan berusia 56 tahun dari kota Musan yang pernah menjalani operasi usus buntu tanpa adanya anaesthesia pada pertengahan 2001. “Saya menjerit karena kesakitan. Saya pikir saya akan mati. Tetapi mereka mengikat tangan dan kakiku untuk mencegah saya untuk bergerak,” paparnya.

Menurut Baber, Korut tidak mampu memberikan pelayanan kesehatan dasar dan kebutuhan hidup bagi rakyatnya terutama bagi warga miskin yang tak mampu membayar pelayanan medis. AI melaporkan banyak warga yang tidak berkonsultasi ke dokter dan langsung membeli obat di pasar.

“Kegagalan pemerintah Korut untuk memberikan pendidikan dasar penggunaan obat sangat mengkhawatirkan Korut dalam memerangi epidemi tuberculosis,” papar Baber. Mengutip data WHO, lima persen dari 25 juta warga Korut terinfeksi tuberculosis.

AI juga menyebutkan bahwa Korut mengelami kekurangan pangan karena buruknya kebijakan seperti pemotongan mata uang pada akhir November lalu. Survei PBB pada 2008 menunjukkan 9 juta penduduk Korut mengalami kekurangan pangan. Namun, Pyongyang enggan mencari bantuan internasional. Apalagi, pada Maret 2009, hubungan Korut semakin tegang sejak Pyongyang menolak bantuan makanan dari AS.

Menurut peneliti AI Norma Kang Muico mengatakan diharapkan dengan dirilisnya laporan itu Korut akan menerima bantuan kerjasama internasional dalam hal kesehatan. Dia memaparkan Pyongyang telah mencari bantuan dari WHO atau Palang Merah Internasional untuk memerangi epidemi Malaria beberapa tahun lalu.

Program Pangan Dunia (WFP) juga telah memonitor pengiriman bantuan pangan di Korut. “Ada langkah maju dan mundur, tetapi saya melihat pergerakan bantuan di Korut masih lambat,” ujar Muico. (AFP/Rtr/BBC/andika hm)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford