Dorong Mahasiswa Tak Malu Berbahasa Daerah
Ilham Tohti,ekonom dan blogger,menyerukan agar Pemerintah China memberikan kesempatan pekerjaan dan usaha bagi warga minoritas. Seruan itu diungkapkan Tohti sebagai bentuk keprihatinan terhadap sukunya,Uighur.
PRIA berusia 41 tahun itu mengkritik bahwa banyaknya perusahaan tambang, minyak, dan gas yang beroperasi di Xinjiang, China, tidak memberikan kesempatan ekonomi bagi warga lokal, yakni suku Uighur. Semua keuntungan dan pajak mengalir keluar dari Xinjiang. “Suku Uighur tak mendapatkan keuntungan sepeser pun dari sumber daya alam di tanah sendiri,”papar Tohti.
Dia juga mengkritik perlakuan Beijing terhadap Xinjiang.Menurutnya, muslim Uighur yang menjadi penduduk mayoritas Xinjiang masih dilanda ketegangan dengan etnik Han yang ”dikirim” Beijing ke Xinjiang untuk menandingi populasi Uighur. Tohti mengungkapkan, masalah utama Uighur adalah kemiskinan dan pengangguran. ”Di masyarakat Uighur Anda dapat mengatakan isu utamanya adalah kemiskinan dan pengangguran.Kedua, kami beragama Islam dan masih punya sejarah dan budaya sendiri, termasuk bahasa sendiri.” Satu tahun lalu,tepatnya 5 Juli 2009,pecah kerusuhan antara warga muslim Uighur dan etnik Han.
Kerusuhan itu membesar hingga menjadi bentrok antaretnik paling buruk dalam beberapa dekade. Ratusan orang tewas dan lebih dari seribu orang terluka. Menjelang satu tahun tragedi tersebut, pada awal Juli 2010 lalu, polisi memasang 40.000 unit kamera pengawas di seluruh ibu kota Xinjiang, Urumqi. Kamera-kamera itu dipasang di berbagai tempat seperti bus umum,terminal,jalan, sekolah,dan pertokoan. Kamera yang dipasang oleh polisi tersebut diawasi tiap hari tanpa henti dari markas polisi setempat. Polisi menilai pemasangan kamera itu dilakukan untuk menjamin keamanan di tempat publik serta memungkinkan tiap warga dari berbagai etnik untuk menikmati pelayanan masyarakat.
Ilham Tohti, yang lahir pada 25 Oktober 1969, pernah ditahan setelah kerusuhan Juli 2009. Dia ditahan lantaran sikap kritisnya terhadap kebijakan pemerintah Beijing atas wilayah otonomi Uyghur di Xinjiang.Namun, beberapa bulan setelah penangkapannya,Tohti dibebaskan karena tekanan yang kuat dari dunia internasional. Pria kelahiran Artux,Xinjiang, ini merupakan lulusan Northeast Normal University dan Minzu University of China di Beijing.Dia lantas mengajar di almamaternya dan mendapatkan gelar profesor dalam bidang kajian ekonomi.
Dia pun dikenal sebagai ekonom andal yang kerap mengkritik kebijakan globalisasi Pemerintah China. Ketika mengajar di kampus, Tohti dikenal sebagai seorang dosen yang pandai beretorika dan berwacana. Dia juga dikenal sebagai seorang motivator dan ustaz ketika berbicara tentang agama. Dia mampu pula menjadi seorang guru yang sanggup menginspirasi mahasiswanya tentang toleransi, perjuangan, diskriminasi, dan masa depan ekonomi China. “Saya memanfaatkan kelas saya bukan untuk belajar tentang ekonomi semata, melainkan juga membangun kebanggaan etnis,” tutur Tohti.Baginya,perbedaan bukan untuk menjadi halangan,tetapi untuk mengembangkan toleransi.
Dia juga mendorong mahasiswa untuk tidak malu menggunakan bahasa daerahnya dan tetap mempertahankan aksen bahasa ibunya. “Kita bukan keturunan naga, tetapi kita adalah serigala,” ujar Tohti mengambil perumpamaan bagi etnik Han dan minoritas Uighur. “Kita tidak diciptakan oleh Partai Komunis China. Sejarah kita terbentang lebih panjang 60 tahun lebih lama,”paparnya. Nama Tohti mencuat ke dunia internasional. Dia dikenal sebagai blogger yang kritis. Dia membuat sebuah blog berita bertajuk Uyghur Online pada 2006.Blog itu memublikasikan berbagai artikel berbahasa China dan Uighur.
Misi utamanya adalah mempromosikan pemahaman mendalam mengenai etnik Han dan Uighur. Blog UyghurOnline.com disebut oleh Radio Free Asia sebagai “situs internet yang moderat,blog intelektual yang membahas isu-isu sosial”. Namun tidak demikian bagi Pemerintah China.Mereka menutup situs tersebut karena dinilai terlalu kritis dan menjadi ancaman stabilitas. Melalui blog tersebut,Tohti kerap mengkritik kebijakan Pemerintah China di Xinjiang.Paling sering, dia mengkritik kebijakan Beijing yang mendorong pendatang beretnik Han ke Xinjiang dan menyebabkan semakin meningkatnya jumlah pengangguran bagi etnik Uighur.
Dia juga kerap mengkritik Gubernur Xinjiang yang dinilai tidak mampu memimpin wilayah itu. Apa yang diperjuangkan Tohti bukanlah pemisahan dari China. Namun, dia memperjuangkan otonomi penuh dari Beijing. Sejak 1990-an,Tohti justru dianggap sebagai ekstremis yang menjadi ancaman bagi Beijing. Aktivitas sehari- hari Tohti pun selalu diawasi oleh para agen keamanan China. Dalam memperjuangkan keadilan di Xinjiang,Tohti kerap mengatakan agar tidak tergantung dengan bantuan Barat. Dia selalu meyakinkan warga etnik Uighur bahwa mereka harus berjuang sendiri agar terjadi keadilan di Xinjiang.
“Kita semua harus bekerja sama dengan etnik Han di Beijing.Jangan terlalu melihat dan bergantung dengan Barat,”papar Tohti seperti dikutip dari Washington Post. “Negara-negara Barat tidak akan mengirimkan pasukan untuk berperang dengan Pemerintah China hanya untuk Uighur,”imbuhnya. (andika hendra m)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/340274/
Komentar