Kaus Merah Abaikan Ultimatum Pemerintah

BANGKOK(SI) – Kelompok penentang pemerintah Thailand, Kaus Merah,mengabaikan tenggat waktu agar meninggalkan tempat demonstrasi di pusat kota Bangkok kemarin.


Sebanyak 5.000 orang diperkirakan masih bertahan di perempatan Ratchaprasong meskipun dikepung pasukan militer. Jika tidak meninggalkan lo-kasi demonstrasi,para loyalis mantan Perdana Menteri (PM) Thaksin Shinawatra yang digulingkan itu akan menghadapi ancaman dijebloskan ke penjara. Juru bicara pemerintah Panitan Wattanayagorn mengatakan pihaknya siap bernegosiasi dengan syarat Kaus Merah menghentikan aksi rusuh mereka. “Pemerintah siap bernegosiasi jika situasi telah stabil, ketika demonstrasi reda, kekerasan berakhir, dan serangan terhadap aparat pemerintah tak ada lagi,” ujarnya. Data pemerintah menunjukkan korban tewas mencapai 37 dan 226 orang terluka.

Hingga kemarin, suasana Kota Bangkok secara keseluruhan masih sangat tegang dan mencekam.Para penembak jitu dari militer Thailand terus mengarahkan senjata ke para pengunjuk rasa dari belakang barikadekarungpasir. Parapenduduksipil pun mulai menimbun makanan, hotel-hotel mempersilakan para tamu untuk meninggalkan kamar. Sekolah-sekolah resmi ditutup kemarin dan hari ini yang dideklarasikan sebagai libur umum.Meski pasar keuangan dan bank tetap buka. Para penduduk Bangkok yang tinggal di zona perang,tepatnya di pusat bisnis, terlihat mengemasi barang mereka dan meninggalkan rumah dengan tas-tas besar. Bahkan, rumah sakit Chulalongkorn pun terpaksa mengevakuasi semua pasiennya. Pertempuran memanas di wilayah dekat dengan kamp demonstran Kaus Merah pada Minggu malam (16/5) hingga kemarin pagi.

Bentrokan terbaru terjadi di kawasan Hotel Dusit Thani. Fotografer Reuters melaporkan sebuah roket menghantam lantai 14 hotel tersebut. Disusul dengan rentetan senjata otomatis yang mengarah ke hotel tersebut di tengah malam yang gelap gulita karena tidak ada aliran listrik. Kamp Kaus Merah berada di wilayah seluas 3 km persegi dikepung militer Thailand. Militer juga mendirikan pos pemeriksaan di luar kamp tersebut. Helikopter militer menyebarkan pamflet yang berisi ancaman dan seruan membubarkan diri.Adapun pihak demonstran membuat barikade yang terbuat dari ban,bambu,dan kawat berduri. Salah satu pemimpin demonstran Jatuporn Prompan mengatakan, para pendukungnya tetap bertahan di kamp,termasuk perempuan dan anak-anak.

“Hanya kemurahan hati Raja (Thailand Bhumibol Adulyadej) yang menjadi harapan saat ini. Itu menjadi satusatunya jalan keluar,”ujarnya.Raja Bhumibol yang kini masih dirawat di rumah sakit selama tujuh bulan memang tidak memberikan komentar atas krisis yang terjadi. Para anak dan ibu-ibu pun memilih bertahan di kamp demonstran.“ Saya tidak ingin kembali ke rumah karena saya mendapatkan demokrasi. Saya akan pulang ke rumah jika saya meraih demokrasi,” papar Amnart,68,yang berasal dari Provinsi Nonthaburi. Dia mengaku khawatir dengan nasib Thailand saat ini.“Pemerintah dengan kejamnya membunuh rakyatnya setiap hari,”paparnya.

Sementara itu, jenderal pendukung kelompok Kaus Merah Khattiya Sawasdipol yang tertembak di kepalanya hari Kamis (13/5) pekan lalu akhirnya meninggal dunia di Rumah Sakit Vajira pada Minggu malam pukul 21.00.Mayor Jenderal Khattiya tertembak di kepalanya saat tengah diwawancarai wartawan New York Timesditengah-tengahaksi protes kelompok Kaus Merah.

Minta ASEAN Turun Tangan

Sementara itu,Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menyurati Ketua ASEAN agar dapat mengumpulkan pemimpin-pemimpin negara Asia Tenggara guna menyikapi situasi keamanan di Thailand. Dalam konferensi pers di sela-sela kunjungan kerja di Singapura, tadi malam,Presiden mengatakan ASEAN perlu memiliki posisi bersama yang konstruktif sehubungan dengan peristiwa yang berkembang di Thailand. “Ketika situasi seperti ini dan dunia telah memberi perhatian, mengeluarkan statemen tentu tidak baik kalau ASEAN do nothing. Saya berpendapat harus ada tukar pikiran, kita harus tunjukkan kepedulian kita,”tutur Presiden.

Apalagi, ujar Kepala Negara, ASEAN telah memiliki piagam yang berkeinginan membentuk satu komunitas bersama pada 2015. Presiden mengingatkan krisis pada 1997/1998 pun berawal dari krisis nilai tukar Baht di Thailand yang kemudian menjalar ke negara Asia lain dan Indonesia terpukul paling hebat akibat krisis tersebut. “Barangkali krisis ini sekarang berbeda, tapi harus ada yang dilakukan secara konstruktif,”ujarnya. Dalam pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong di Botanic Garden Singapura, Presiden juga membahas masalah Thailand.Ketua ASEAN saat ini dijabat oleh Perdana Menteri Vietnam Nguyen Tan Dung.

Bali Kebanjiran Wisman

Pada sisi lain, tingkat hunian hotel di Bali melonjak drastis menyusul berlarutnya krisis politik di Thailand.Hal itu dirasakan sebagian besar pengelola hotel di kawasan pariwisata seperti Kuta dan Sanur.“ Tingkat hunian saat ini mencapai 91%.Ini sungguh luar biasa,” kata Public Relation Manager Hotel Inna Kuta Made Sumawati ketika dihubungi kemarin. Asisten Manajer Personalia, Hukum dan Humas PT Angkasa Pura Ngurah Rai Muhammad Dimyati yang dihubungi terpisah menyatakan, arus masuk penumpang di terminal kedatangan internasional menunjukkan adanya lonjakan signifikan. “Dari informasi yang kita terima, sebagian besar disumbangkan oleh pengalihan wisatawan dari Thailand,”kata dia. (AFP/Rtr/BBC/CNN/andika hm/ sururi alfaruq/ miftachul chusna)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford