Memotret Bumi dengan Kamera Saku dan Balon

LONDON (SI) – Tidak perlu menggunakan pesawat antariksa untuk menghasilkan foto bumi yang bagus. Foto bumi yang sangat menakjubkan mampu dihasilkan Robert Harrison hanya dengan menggunakan balon dan kamera saku biasa.

Bahkan, gambar bumi yang dihasilkan Harrison akan membuat Badan Antariksa Amerika Serikat, NASA, kagum. Gambar yang dihasilkan Harrison tak memerlukan biaya hingga jutaan dolar seperti yang selama ini dikucurkan NASA dan program antariksa di berbagai negara. Harrison hanya bermodal kamera digital yang diikat pada sebuah balon helium dan diterbangkan ke langit.

Sebelum diluncurkan, kamera tersebut dipasangi sebuah program komputer yang mengendalikan proses pemotretan setiap lima menit sekali. Balon tersebut mampu terbang hingga ketinggian 35 km.Balon tersebut diterbangkan dari belakang kebun rumahnya. Dia menggunakan teknologi pelacak GPS,seperti yang dipasang di mobil-mobil, untuk melacak arah jatuhnya kamera saat balon pecah.

Hebatnya lagi, ketika jatuh ke bumi,kamera yang dilengkapi parasut kecil tersebut ditemukan sekitar 80 km dari rumahnya. Dengan GPS, Harrison terus mengikuti perjalanan balon kamera tersebut. Untuk mencari kamera yang telah turun dari angkasa, dia melacaknya menggunakan radio transmiter yang juga dipasang di kamera. Kamera digital tidak rusak ketika turun ke bumi karena parasut otomatis mengembang.

Model pengambilan foto bumi yang dilakukan Harrison hanya membutuhkan dana 500 poundsterling atau Rp8,25 juta saja. Bila model Harrison itu diterapkan oleh NASA dan lembaga antariksa lainnya, maka mereka akan menghemat jutaan dolar demi untuk mendapatkan foto bumi dari angkasa. NASA tampaknya turut tersindir dengan ide Harrison tersebut. Teknologi sederhana tersebut tampaknya akan memberi inspirasi bagi Badan Antariksa Inggris.

Harrison mendapatkan ide awalnya untuk menjelajahi angkasa setelah gagal membuat foto bumi dengan menggunakan helikopter mainan. Helikopter tersebut dikendalikan menggunakan remote control.Namun, helikopter mainan tersebut tidak mampu terbang tinggi puluhan kilometer ke atas permukaan laut karena jangkauan gelombang radio yang terbatas di remote control. Kegagalan tersebut tak menyurutkan langkahnya untuk terus berinovasi. Dari hasil penelitian Harrison, dia mulai tertarik menggunakan balon helium yang mampu bertahan di tengah suhu yang tinggi. (Daily Mail/BBC/andika hm)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/313841/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford