Malaysia Bakal Gelar Konferensi Hukum Cambuk
Meski sering mendapatkan kecaman dunia internasional karena memberlakukan hukuman cambuk kepada perempuan, Pemerintah Malaysia tetap berpegang teguh kepada hukum negara itu. Bahkan, Malaysia bakal merencanakan konferensi internasional tentang hukum cambuk.
Agenda utama yang akan dibahas pada konferensi hukum cambuk apakah hal tersebut merupakan hukuman yang pantas bagi perempuan sesuai hukum Islam. Menteri Urusan Perempuan Malaysia, Shahrizat Abdul Jalil, kemarin mengungkapkan bahwa dia akan mencari dukungan kabinet untuk menyelenggarakan konferensi itu. Jika disetujui, maka departemennya akan mengurusi penyelenggarakan konferensi tersebut.
“Kita berencana untuk mengundang para menteri dari negara-negara mayoritas Islam lainnya, akademisi, dan ahli-ahli agama untuk menukar gagasan dan pengalaman dalam menerapkan syariah Islam,” paparnya seperti dikutip dari Bernama.
Lembaga nirlaba dan para ulama juga akan diundang dalam konferensi tersebut. Ketika ditanya, apakah hal itu justru akan memunculkan perdebatan yang berujung ketegangan? “Kita seharusnya tidak takut berdebat dengan beragama isu,” paparnya seperti dikutip dari The Star.Dia menambahkan, hukum syariah Islam, ketika diimplementasikan dengan kearifan dan kejujuran maka akan diterima oleh semua orang.
Pemerintah Malaysia membela diri bahwa pemberlakuan hukuman cambuk bertujuan untuk menyakiti para wanita secara fisik. Meski, kelompok hak asasi manusia menyatakan hukuman cambuk kepada perempuan Muslim tersebut identik kasar, diskriminasi, dan menurunkan harkat martabat wanita.
Otoritas mengklaim menggunakan rotan yang tipis untuk mencambuk bagian punggung perempuan. Apalagi, mereka menyatakan para terdakwa yang dihukum cambuk masih menggunakan baju.
Pada pekan lalu, Malaysia mengumumkan bahwa otoritas penjara negeri itu telah mencambuk tiga perempuan Muslim yang belum menikah pada 9 Februari setelah sebuah pengadilan syariah di Kuala Lumpur. Mereka menjalani hukuman cambuk karena mereka bersalah karena melakukan hubungan seks pranikah.
Tiga perempuan yang dicambuk itu telah menyerahkan diri ke otoritas Islam setelah berhubungan badan dengan pacar mereka dan hamil. Menurut sejumlah media lokal yang dekat dengan pemerintah, ketiga perempuan itu membela bentuk hukuman itu, karena memberi mereka kesempatan untuk bertobat.
Sementara, hukuman cambuk yang paling menjadi perdebatan yakni setelah pihak berwenang tahun lalu menghukum Kartika Sari Dewi Shukarno, seorang mantan model dan ibu dua anak karena minum bir di sebuah klub malam.
Kalau hukuman cambuk bagi pria di Malaysia merupakan hal biasa. Biasa, para terdakwa kasus pemerkosaan, perdagangan obat terlarang, dan perbuatan ilegal di negara tersebut. Para pria dicambuk dengan rotan yang cukup tebal dan biasanya mengakibatkan luka dan menimbulkan rasa sakit. Hukum sipil Malaysia melarang penggunakan hukuman cambuk bagi perempuan dan anak-anak.
Malaysia memiliki dua sistem hukum. Bagi warga Muslim, di mana 60% dari 28 juta penduduk Malaysia harus menghadapi pengadilan Syariah untuk permasalahan pribadi. Sedangkan pengadilan sipil dikhususkan untuk warga non-Muslim, kebanyakan adalah warga China dan India.
Malaysia sering dikecam oleh Amnesti Internasional untuk untuk mengakhiri hukuman cambuk. Kelompok hak asasi manusia yang berbasis di London ini mengatakan, pihak berwenang Malaysia telah mencambuk lebih dari 35.000 orang yang umumnya bukan warga Malaysia karena pelanggaran keimigrasian sejak tahun 2002.
“Ribuan kasus ini menunjukkan adanya epidemi hukuman cambuk di Malaysia,” kata Donna Guest, wakil direktur kelompok Amnesti Internasional wilayah Asia Pasifik. “Pemerintah Malaysia ini perlu menghapuskan hukuman kejam dan merendahkan martabat itu,” imbuhnya. (The Star/Bernama/andika hm)
Komentar