Dekha Ibrahim Abdi : Tanpa Gelar,Sukses Meredakan Konflik Berdarah
Dekha Ibrahim Abdi menghabiskan seluruh waktunya untuk menghadirkan perdamaian di tanah kelahirannya, Kenya.Satu prinsip yang dipegang Abdi adalah perdamaian mampu menghadirkan kebahagiaan kepada seluruh umat manusia.
MELALUI dialog antarumat yang berbeda agama dan etnik, dia berupaya keras membangun perdamaian. Perjuangan Abdi dalam menorehkan perdamaian di Kenya dan negara-negara Afrika lainnya mendapatkan apresiasi besar dari berbagai negara. Pada 21 Januari lalu,Abdi mendapatkan penghargaan Hesse Peace Prize 2009 di Wiesbaden, Jerman.Atas penghargaan Hesse,nama Abdi pun disejajarkan dengan pemimpin spiritual Dalai Lama dan aktivis perdamaian asal Norwegia Marianne Heiberg-Holst yang sebelumnya juga pernah mendapat penghargaan tersebut.
Abdi mendapatkan penghargaan bergengsi itu karena usaha kerasnya menghentikan kekerasan setelah Pemilu Presiden Kenya pada 2007. Dia pun menjadi orang Afrika pertama yang meraih penghargaan Hesse tersebut.Hebatnya juga, dia merupakan muslim pertama dan orang perempuan kedua yang meraih penghargaan tersebut.
Abdi pun berhak mendapatkan 25.000 euro.Rencananya,uang tersebut akan dialokasikan untuk pendirian perpustakaan perdamaian di kota kelahirannya,Wajir, Kenya. Sebelumnya,pada 2007,aktivis muslim itu juga meraih penghargaan The 2007 Right Livelihood Award, karena dedikasinya dalam menghadirkan perdamaian di bumi Afrika. Penghargaan tersebut biasanya disebut sebagai Nobel alternatif yang diberikan parlemen Swedia.
“Abdi mampu menghadirkan perdamaian dengan mengelola perbedaan etnis dan budaya serta agama menuju rekonsiliasi yang tepat. Setelah itu, dilanjutkan dengan proses pembangunan,” demikian kesimpulan juri Right Livelihood Award. Abdi juga pernah meraih penghargaan The Wajir Peace and Development Committee pada 1990- an. Dia layak meraih berbagai penghargaan tersebut karena telah ikut andil dalam menghadirkan perdamaian dalam situasi konflik bukan hanya di Afrika, tetapi di juga beberapa belahan dunia.
Dia telah bekerja sama dengan masyarakat lokal dan berbagai organisasi untuk mewujudkan perdamaian. Menghadirkan perdamaian bukanlah hal mudah. Abdi memberikan pelajaran penting bahwa perdamaian dapat diraih dengan menyentuh akar rumput masyarakat konflik.Dia menggarisbawahi bahwa perdamaian bukan hanya pada jajaran elite kekuasaan dan figur tertentu,tapijugapadaakarrumput.
Selama ini, penyelesaian perdamaian lebih banyak berfokus pada lingkaran kekuasaan dan elite semata. Hal itu memang tidak bisa dimungkiri.Apalagi,di negaranegara muslim dan Afrika, keamanan dan kekuasaan secara tradisional lebih banyak dipegang lelaki. Namun,pandangan itu diubah oleh Abdi.Selama 15 tahun,dia berjuang tanpa memandang gender, perbedaan usia,dan agama.
Hal itu diterapkan Abdi baik di skala nasional maupun internasional. Walaupun sudah berhasil menyelesaikan konflik di sejumlah negara dan mendapat penghargaan internasional,Abdi tetap meneruskan perjuangannya. Melalui kerja sama dengan RTC (Respond to Conflict) dan organisasi lain, dia akan terus melakukan sosialisasi agar semua orang mampu menjadi pembangun perdamaian.
Selain dengan RTC, Abdi juga bekerja sama dengan berbagai lembaga untuk menghadirkan perdamaian di Kamboja, Yordania, Ethiopia, Somalia,Afrika Selatan, Belanda, Israel, Palestina, Zimbabwe, Inggris, dan Uganda. Model penyelesaian konflik ala Abdi pun kini diterapkan di Afghanistan. Sebelumnya,Abdi bersama koleganya telah mempunyai sejumlah organisasi seperti The Wajir Peace University Trust (2008). Perempuan kelahiran 1964 di Wajir, Kenya, mulai dikenal sebagai penyeru perdamaian sejak remaja.
Pada 1990an,dia ikut mendirikan komite perdamaian Wajir yang membantu penyelesaian konflik antar klan dan suku di Kenya. Hebatnya, Abdi tidak pernah menyelesaikan pendidikan di tingkat universitas. Dia hanya pernah mendapatkan pelatihan di Bergen, Norwegia pada 1994, dalam hal pelatihan anak-anak yang trauma.Kemudian, pelatihan di Birmingham, Inggris, bekerja sama dengan lembaga nirlaba Responding to Conflict. (andika hendra m)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/305258/
Komentar