Cyberwar,Perang Dunia III
PERANG dunia ketiga ada di ambang mata.Namun, ini bukanlah perang fisik. Perang dunia ketiga adalah perang dunia maya (cyber) atau dikenal cyberwar.
Para pengamat bahkan menilai,saat ini dunia tengah mengalami masa perang dingin, cyberwar. Suatu saat, entah kapan, cyberwar pun akan meledak menjadi konflik panas hingga ada yang menjadi pemenang. Sekretaris Jenderal International Telecom munications Union (ITU) Hamadoun Toure pernah memperingat kan bahwa perang dunia selanjutnya adalah cyberwar.
Toure mengatakan seperti perang yang terjadi di dunia nyata, perang di dunia maya juga bisa membawa bencana. “Kehilangan jaringan vital akan dengan cepat melumpuhkan negara mana pun, dan tidak ada yang kebal terhadap serangan cyber,” kata Toure. “Berbagai negara kini sangat bergantung pada teknologi untuk perdagangan, keuangan, layanan kesehatan, layanan darurat, dan distribusi makanan,” ucapnya.
Menurut Toure, cara terbaik untuk memenangkan perang adalah dengan menghindarinya sejak awal. Seiring makin meningkatnya keterkaitan internet dengan kehidupan sehari-hari, frekuensi serangan dan kejahatan cyber juga meningkat.Serangan semacam itu melibatkan penggunaan perangkat penipuan di internet untuk mendapatkan password kemudian melakukan penipuan atau mengerahkan hacker untuk merusak jaringan internet.
Perusahaan keamanan jaringan internet, McAfee, bahkan menyebut China, Prancis, Israel, Rusia, dan Amerika Serikat (AS) adalah negara-negara yang saat ini sedang mengembangkan senjata cyber. “McAfee mulai memperingatkan ada perlombaan senjata cyber lebih, tapi kini kita sedang menyaksikan fakta bahwa ancaman itu nyata,” kata Presiden dan Kepala Eksekutif McAfee Inc Dave DeWalt seperti dalam pernyataan resminya pada November 2009.
DeWalt mengungkapkan, sejumlah negara di dunia terlibat aktif dalam persiapan dan serangan semodel perang cyber. “Sekarang senjata (pemusnah massal) itu nuklir, tetapi dunia maya, dan semua orang mesti membiasakan diri dengan ancaman ini,” paparnya. McAfee mengatakan bahwa kecenderungan serangan cyber dengan sasaran politik terus meningkat meskipun para pakar tidak bersepakat mengenai ada perang cyber.
“Negara-negara aktif mengembangkan kemampuan peperangan cyber dan terlibat dalam perlombaan senjata cyber dengan target jejaring-jejaring pemerintah dan infrastruktur kunci,” paparnya. Dengan tegas, McAfee menyebut “Perang Dingin Cyber” tengah terjadi.“Ketika kita belum menyaksikan ada perang cyber yang panas antara negara-negara besar, upaya negara bangsa untuk membangun kemampuan serangan cyber yang bertambah canggih yang pada beberapa hal ada hasrat untuk menggunakannya menunjukkan bahwa ‘Perang Dingin Cyber’ telah dimulai,” tegas DeWalt.
DeWalt mengungkapkan, jika konflik cyber besar meledak, sangat mungkin bahwa sektor swasta akan terjebak. “Sebagian besar pakar sepakat bahwa sistem infrastruktur kunci seperti gardu listrik, perbankan dan keuangan, serta sektor minyak dan gas di banyak negara rentan dari serangan cyber,”tuturnya. Alasannya? Di negara maju, infrastruktur kunci itu tersambung dengan internet dan ketidaksempurnaan fungsi keamanan jaringan membuat instalasiinstalasi itu rentan dari serangan.
Perang cyber menjerat begitu banyak aktor berbeda melalui begitu banyak cara berbeda sehingga hukum-hukum perang tidak jelas bentuknya. “Tanpa pemahaman yang layak, nyaris mustahil menentukan kapan respons atau ancaman politik dari aksi militer ditentukan,”kata DeWalt. Kalau ditilik lebih mendalam, tanda-tanda cyberwar telah tampak misalnya perang cyber pada Agustus 2008 antara Georgia melawan kaum nasionalis Rusia selama perang Ossetia Selatan dan serangan cyber pada Juli 2009 terhadap laman-laman milik Pemerintah AS.
Kemudian, situs-situs Korea Selatan (Korsel) yang diyakini sejumlah pakar dilakukan Korea Utara.Militer Korea Utara (Korut) dikabarkan menjadi dalang aksi hacking jaringan internet dan komputer di Korsel dan Amerika yang terjadi baru-baru ini. Badan Intelijen Korsel (National Intelligence Service/NIS) mengungkapkan, pusat laboratorium hacker di Korut diperintahkan oleh militer untuk menghancurkan jaringan komunikasi milik Korsel.
Tak tanggung-tanggung,Korut pun menyatakan dan memiliki kekuatan penuh untuk mengadakan perang cyber dengan Korsel maupun Amerika. Rencana ini dilakukan terlebih dahulu dengan menghancurkan jaringan komunikasi Korsel secara instan. Laboratorium hacker dengan sebutan Lab 110 ternyata dibiayai militer Korut dan berfungsi penuh untuk meng-hack target operasional militer Korut, serta menyebarkan program-program berbahaya melalui internet.Bisa dikatakan bahwa serangan cyber bermotif politik telah meningkatkan kekhawatiran dan kecemasan.
Pertanyaan kini adalah bagaimana cara memenangkan cyberwar. Negara yang memiliki jaringan internet memiliki daya tahan terhadap serangan dan terproteksi dengan baik.Perkembangan demi perkembangan pun harus terus diikuti jangan sampai lengah. Dalam perang cyber tidak hanya membutuhkan jaringan, tetapi juga misi yang solid.
Tak mau menjadi pihak yang kalah dalam cyberwar, berbagai negara pun menyiapkan dana dan strategi.Korsel telah mengumumkan pelatihan sekitar 3.000 polisi cyber yang akan mulai bekerja tahun ini.Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat memiliki bagian khusus yang terdiri atas para pakar teknologi informasi dalam rangka persiapan perang cyber. (andika hendra m)
Komentar