Clayton L Mathile; Berbagi Kunci Kesuksesan Bisnis kepada Sesama
Setelah menjual Iams Co kepada Procter & Gamble pada 1999 sebesar USD2,3 miliar, Clayton L Mathile memilih fokus berbagi pengalaman dan teorinya dalam berbisnis.
UNTUK itu, dia mengucurkan sedikitnya USD130 juta untuk mengabadikan namanya di gedung baru di Harvard Business School. Selain itu,dia mulai merintis jenis sekolah baru untuk membangun dan mengembangkan usaha kecil agar berkembang lebih baik. Dia mengembangkan proyek Aileron, yang dimulai pada 1996, dengan menawarkan program manajemen bisnis bagi peserta.
Sekitar 1.500 pengusaha mengikuti program tersebut. Pada April 2008, Mathile meresmikan gedung baru yang memadukan dinding kaca, kayu, dan batu dengan konsep bangunan khas desa seluas 70.000 meter persegi di Ohio. Para peserta adalah pengusaha kecil. Mereka adalah pengusaha atap bangunan, tanaman, serta perajin logam yang ingin fokus pada kontrol internal dan strategi jangka panjang dalam pengembangan bisnis. “Kami hadapi dan jalani permasalahan bisnis setiap hari.
Namun, universitas tak menangani ini,”kata Mathile.Akan tetapi,dia kecewa dengan bantuan yang diberikan kepada universitas tersebut. Itulah mengapa kemudian dia membuat Aileron. Dia pun menggelontorkan dananya sendiri sekitar USD1,7 miliar. Bahkan,dalam pelatihan kewirausahaan, sekitar 95% biayanya ditanggung Mathile. Sisanya oleh peserta yang membayar USD800 selama dua hari pertemuan.
“Sebagian peserta pelatihan memilih kuku tangan yang kotor, mereka mungkin tidak menggunakan bahasa Inggris yang baik atau memiliki tata cara makan yang baik.Namun, mereka memiliki 10 hingga 20 karyawan,” ungkap Mathile seperti dikutip dari Forbes. Mathile menerapkan pola pembelajaran modern.Dia meninggalkan konsep tradisional yang masih diusung oleh sekolah bisnis di AS.
Dia memanfaatkan arsitek Lee H Skolnick untuk mendesain sejumlah museum bagi siswa yang dilengkapi dengan video monitor untuk memudahkan siswa menangkap pesan-pesannya di gedung Risk Corridor. Di ruangan lain dipajang layar sentuh agar pengunjung bisa berinteraksi dengan Mathile memakai teknologi digital. Mathile mengembangkan pengalaman ini melalui jaringan media sosial dan internet.
Jika setiap bisnis mengadopsi manajemen yang efektif dan sukses,mereka tidak memerlukan lagi kelas dan tempat pertemuan.“Kunci bisnis yang sukses adalah selalu mengadopsi manajemen yang efektif,” tutur Mathile. “Kita tinggal menyewakan tempat pelatihan itu dilengkapi dengan tempat tidur dan sarapan pagi,”imbuhnya. Banyak pengusaha kecil yang membuktikan ketangguhan bimbingan Mathile.
Salah satunya Wesley Gipe.Dia merupakan klien yang memanfaatkan Aileron untuk mengubah pola manajemen bisnisnya agar fokus pada pasar layanan kesehatan. “Komentar konsultan cukup brutal, tetapi itulah yang kami butuhkan,”paparnya. Eric Rich II,klien lain yang memimpin Rich Roofing di Tory,Ohio mengimplementasikan aturan dan kajian kinerja lebih jelas. Sebanyak 90 karyawannya keluar, tetapi penjualannya justru naik 14% pada 2009 sebesar USD3,5 juta.
Kualitas hidup Erich menjadi lebih baik.Dia pun bisa rileks mengajak keluarga berlibur tanpa harus buang-buang waktu di telepon. Selain mengembangkan Aileron, Mathile juga memiliki proyek filantropi lainnya.Semua proyek filantropi itu dijalaninya setelah dia sukses menjalankan bisnis. Baginya, berbagi merupakan bagian bisnis yang paling penting.“Kesuksesan bisnis pun sangat tergantung dengan bagaimana si pengusaha dapat berbagi dengan sesama,”katanya.
Dulu, Mathile mengembangkan bisnis pakan ternak pada 1970. Ketika itu,dia menjadi manajer di Iams.Pada 1982,dia menjadi pemilik tunggal Iams. Kemudian, dia mengembangkan produk pakan terkenal, termasuk paket premium untuk kelas menengah atas. Atas ketajaman dan kecerdasan bisnisnya, perusahaan itu memasuki masa keemasan pada 1990. Sebelum mengambil alih Iams, pria lulusan Universitas Nothern Ohio Jurusan Bisnis itu bekerja sebagai akuntan di General Motors pada 1962.
Setahun berkutat dengan dunia administrasi,dia memilih pindah ke Campbell Soup dan bekerja selama tujuh tahun. Hingga akhirnya, pada 1999, Mathile memilih menjual perusahaannya kepada Procter & Gamble senilai USD2,3 miliar. Sejak pengunduran diri dari bisnis,dia memilih fokus ke dunia filantropi dan mengajar para pengusaha untuk meningkatkan kecerdasan bisnis.
Bersama istrinya, MaryAnn, Mathile mendirikan The Mathile Family Foundation yang dipimpinnya sendiri. Dia juga terlibat dalam proyek kampus The Glen yang mendidik ibu-ibu untuk dilatih memiliki keahlian dan mendapatkan gelar pendidikan. Kampus itu juga memiliki fasilitas bagi anak-anak dari ibu-ibu yang ikut dalam pelatihan. (andika hendra m)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/300562/
Komentar