Tetap Bermain Golf di Negeri Perang

KABUL (SI) – Perang, desingan peluru, ledakan bom, dan darah berceceran tak menjadi halangan rakyat Afghanistan untuk bermain golf.


Mereka justru menjadikan gurun pasir dan cuaca yang panas sebagai tempat melepas penat. Pertanyaan utama yang sering muncul di benak para penggemar golf di negeri perang tentu,“Dapatkah bermain golf di suasana perang seperti di Afghanistan?”Tapi pertanyaan itu dapat dijawab dengan enteng oleh Mohammed Afzal Abdul.“Kenapa tidak? Saya sangat suka bermain golf,” kata penggemar golf tersebut.

Atas kecintaannya bermain golf,Abdul pun membuka lapangan golf satu-satunya di negaranya. Semangatnya itu sebenarnya telah mempertaruhkan nyawa sebagai jaminannya. Pasalnya, Taliban dan kelompok gerilyawan cenderung tidak menyukai segala sesuatu yang berbau Barat, termasuk golf. “Karena cinta,saya rela berkorban,” tegasnya di lokasi padang golf miliknya yang terletak di wilayah pinggiran Kabul yang terkenal cukup berbahaya,khususnya bagi warga asing karena ancaman perampokan dan penculikan.

“Padang golf saya memiliki 18 lubang, jika Anda menggunakan imajinasi,” kata dia.“Maksudnya? Saya memiliki 9 lubang dan kita mengubah tee (tempat permulaan bermain bola) untuk dijadikan lubang sehingga kita memiliki 18 lubang,”imbuhnya ringan. Jadi, para pemain golf pun dapat bermain di lubang yang sama, Cuma tempat permulaannya saja yang berbeda. Ketika mengayunkan tongkat golf, para pemain juga harus hati-hati karena masih banyak batu berserakan di lapangan.

Bisa-bisa, bukannya bola yang menjadi sasaran pukulan tongkat golf, melainkan batu. “Tak mudah bermain golf di Afghanistan. Semuanya penuh dengan tantangan,”kata Abdul. Banyak cerita mengenai invasi Rusia dan Taliban dalam kaitannya dengan padang golf.“Sebelumnya saya melihat ‘rumput’, sekarang tidak lagi,tapi saya sangat senang,” paparnya. “Rumput” yang dimaksudnya adalah invasi Rusia dan ancaman gerilyawan Taliban. Dia menceritakan, ketika tentara Rusia menjajah negaranya, tank-tank mereka merusak padang golf miliknya.

Parahnya lagi, tentara Rusia menggunakan padang golfnya sebagai pangkalan militer. Setelah 30 tahun berlalu,beberapa tank-tank Rusia yang rusak pun masih menjadi hiasan di pandang golf milik Abdul. Bahkan Taliban yang sempat mengambil alih tanah itu sempat membuka basis di sana. Kemudian, ketika pasukan Rusia meninggalkan Afghanistan, Taliban datang menguasai padang golf miliknya. Baik Rusia dan Taliban pun pernah menangkap Abdul.“Mereka memperlakukan saya seperti binatang,” tuturnya dengan bahasa Dari, bahasa ibunya.

Ketika ditangkap, Abdul dituding sebagai mata-mata Barat karena banyak orang asing yang sering bermain golf bersamanya. Abdul yang kini menjadi pegolf profesional tidak akan membiarkan hotel prodeo memenjarakannya akibat hobinya. Dia bertekad tetap bermain golf dan tak akan pindah dari tanah tersebut apa pun risikonya. “Ini tempat orang untuk bersenang- senang. Orang butuh hiburan meski sedang perang,” ujar Abdul yang mengaku ladang golf itu sempat hancur berantakan karena dibom.

Bagaimana dengan ancaman ranjau darat? Abdul mengaku telah menyewa domba-domba dari para peternak untuk mengecek apakah ada ranjau darat di padang golfnya. Jika ada ranjau darat, maka domba-domba yang menginjaknya akan meledak. Dalam hitungan hari, ranjau darat pun bersih dengan sendiri. “Ada juga beberapa orang berbahasa Inggris yang menawarkan bantuan untuk pembersihan ranjau darat,” tutur Abdul. (CNN/andika hendra m)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/284244/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford