Iran Minta Pengkajian Ulang Draf IAEA
TEHERAN(SI) – Iran kemarin menyerukan agar proposal kesepakatan nuklir yang diusulkan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dikaji ulang.
Proposal tersebut berisi pengurangan cadangan uranium Teheran agar tidak bisa membuat bom atom. Iran memang dalam kondisi tertekan untuk menyetujui kesepakatan tersebut.”Kami telah menyampaikan pandangan kami kepada IAEA untuk membentuk komisi teknis untuk meninjau dan mempertimbangkan draf IAEA tersebut,” kata Menteri Luar Negeri Iran Manouchehr Mottaki dalam pertemuan tingkat menteri luar negeri delapan negara berkembang di Kuala Lumpur kemarin.
Hanya saja,Mottaki tidak menjelaskan detail mengenai komisi teknis tersebut. ”Kita memiliki pertimbangan teknis dan ekonomis dalam permasalahan tersebut,” ujarnya. Proposal itu diajukan dalam pertemuan lima negara anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa plus Jerman dengan Iran pada dua pekan lalu. Proposal tersebut berisi rencana ekspor 1,2 ton uranium olahan Iran ke Rusia dan Prancis untuk diproses lebih lanjut. Hasil pemurnian lanjut itu akan dikirim kembali sebagai bahan bakar reaktor isotop medis di Teheran.
Sebenarnya,perjanjian ekspor uranium Iran ini merupakan upaya untuk mengurangi cadangan uranium olahan Teheran.Rencana pengiriman uranium ini juga merupakan bagian dari upaya Barat untuk memastikan Iran agar tidak mengolah cadangan uranium itu menjadi bom nuklir.Teheran selalu menyangkal tuduhan bahwa program nuklir mereka ditujukan untuk membuat bom atom. Program pengayaan uranium Iran terus menimbulkan kekhawatiran. Sejumlah negara menuduh Iran mengolah uranium un-tuk dijadikan hulu ledak senjata nuklir.
Namun Pemerintah Iran menolak menghentikan program pengayaan uranium mereka dan menyatakan program pengembangan nuklir itu dilakukan untuk kepentingan kemanusiaan. ”Kami akan meneruskan pengayaan uranium untuk memenuhi kebutuhan nuklir kami,” kata Mottaki.Dia mengungkapkan bahwa Iran memiliki tiga opsi mendapatkan bahan bakar untuk reaktor nuklirnya yang telah beroperasi lebih dari 40 tahun. Sementara itu, Duta Besar Rusia untuk Iran Alexander Sadovnikov kemarin menyarankan agar Teheran menandatangani kesepakatan tersebut untuk menyelesaikan kontroversi.
”Kesepakatan itu bukan trik agar Iran melepaskan cadangan uranium dari tangan mereka,” kata Sadovnikov dalam wawancara dengan kantor berita IRNA. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Hillary Clinton memperingatkan Teheran bahwa kekuatan dunia memiliki batas kesabaran untuk menunggu respons Iran.Mengenai pandangan Hillary tersebut, Mottaki menjawab, ”Sungguh?” Sementara itu, Diplomat Iran Ali Asghar Soltanieh mengungkapkan bahwa negaranya ingin membeli bahan bakar untuk reaktor penelitian di Teheran.Ini merupakan indikasi Iran bahwa tidak akan mengekspor bahan bakar uranium keluar dari negaranya.
”Iran ingin membeli bahan bakar dan siap berunding lebih detail,” paparnya. Ketika disinggung apakah Iran tidak ingin mengekspor bahan bakar uranium sesuai dengan proposal PBB? Soltanieh mengungkapkan, Teheran ingin membeli bahan bakar siap pakai saja. (AFP/Rtr/BBC/andika hm)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/281365/
Proposal tersebut berisi pengurangan cadangan uranium Teheran agar tidak bisa membuat bom atom. Iran memang dalam kondisi tertekan untuk menyetujui kesepakatan tersebut.”Kami telah menyampaikan pandangan kami kepada IAEA untuk membentuk komisi teknis untuk meninjau dan mempertimbangkan draf IAEA tersebut,” kata Menteri Luar Negeri Iran Manouchehr Mottaki dalam pertemuan tingkat menteri luar negeri delapan negara berkembang di Kuala Lumpur kemarin.
Hanya saja,Mottaki tidak menjelaskan detail mengenai komisi teknis tersebut. ”Kita memiliki pertimbangan teknis dan ekonomis dalam permasalahan tersebut,” ujarnya. Proposal itu diajukan dalam pertemuan lima negara anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa plus Jerman dengan Iran pada dua pekan lalu. Proposal tersebut berisi rencana ekspor 1,2 ton uranium olahan Iran ke Rusia dan Prancis untuk diproses lebih lanjut. Hasil pemurnian lanjut itu akan dikirim kembali sebagai bahan bakar reaktor isotop medis di Teheran.
Sebenarnya,perjanjian ekspor uranium Iran ini merupakan upaya untuk mengurangi cadangan uranium olahan Teheran.Rencana pengiriman uranium ini juga merupakan bagian dari upaya Barat untuk memastikan Iran agar tidak mengolah cadangan uranium itu menjadi bom nuklir.Teheran selalu menyangkal tuduhan bahwa program nuklir mereka ditujukan untuk membuat bom atom. Program pengayaan uranium Iran terus menimbulkan kekhawatiran. Sejumlah negara menuduh Iran mengolah uranium un-tuk dijadikan hulu ledak senjata nuklir.
Namun Pemerintah Iran menolak menghentikan program pengayaan uranium mereka dan menyatakan program pengembangan nuklir itu dilakukan untuk kepentingan kemanusiaan. ”Kami akan meneruskan pengayaan uranium untuk memenuhi kebutuhan nuklir kami,” kata Mottaki.Dia mengungkapkan bahwa Iran memiliki tiga opsi mendapatkan bahan bakar untuk reaktor nuklirnya yang telah beroperasi lebih dari 40 tahun. Sementara itu, Duta Besar Rusia untuk Iran Alexander Sadovnikov kemarin menyarankan agar Teheran menandatangani kesepakatan tersebut untuk menyelesaikan kontroversi.
”Kesepakatan itu bukan trik agar Iran melepaskan cadangan uranium dari tangan mereka,” kata Sadovnikov dalam wawancara dengan kantor berita IRNA. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Hillary Clinton memperingatkan Teheran bahwa kekuatan dunia memiliki batas kesabaran untuk menunggu respons Iran.Mengenai pandangan Hillary tersebut, Mottaki menjawab, ”Sungguh?” Sementara itu, Diplomat Iran Ali Asghar Soltanieh mengungkapkan bahwa negaranya ingin membeli bahan bakar untuk reaktor penelitian di Teheran.Ini merupakan indikasi Iran bahwa tidak akan mengekspor bahan bakar uranium keluar dari negaranya.
”Iran ingin membeli bahan bakar dan siap berunding lebih detail,” paparnya. Ketika disinggung apakah Iran tidak ingin mengekspor bahan bakar uranium sesuai dengan proposal PBB? Soltanieh mengungkapkan, Teheran ingin membeli bahan bakar siap pakai saja. (AFP/Rtr/BBC/andika hm)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/281365/
Komentar