Tashi Sherpa, Mengembangkan Bisnis dengan Kepedulian dan Perhatian
Tashi Sherpa,53,yang berjuluk “paman puncak Everest”berhasil membuka mata dunia.Dia berani memopulerkan produk perlengkapan dan pakaian petualang ke seluruh dunia.
KEBERHASILAN Tashi tentu mengundang decak kagum. Selama ini pasar produk tersebut lebih banyak didominasi oleh merek-merek dari Amerika Serikat dan Eropa, North Face dan Columbia.
Hanya dalam waktu enam tahun Tashi berhasil mengubah citra bahwa produk dan aksesori petualangan tidak identik dengan merek-merek dari Barat itu. Dia berhasil merobohkan “dinding citra”yang begitu tebal melekat di dunia orang yang suka berpetualangan. Tanpa ragu-ragu dia pun menjual nama “Himalaya” dan “sherpa”sebagai ikon produknya. Sejak didirikan pada 2003, pria asli Nepal tersebut menamai produknya “Sherpa Adventure”.
Kini, setiap tahun produk itu mampu terjual hingga USD2,5 juta. Belum cukup sampai di situ,dia membangun 170 toko yang tersebar di Amerika Serikat,Australia,dan Eropa. Pada 1 Oktober lalu,Tashi,yang kini tinggal di Seattle, membuka bendera tokonya di jantung Kota Kathmandu. Dia ingin mengenalkan merek produknya di kalangan masyarakat Nepal seluas-luasnya. “Meski produk kami cukup dikenal di luar negeri, di Nepal sebagian besar orang mengira kami berbisnis akrobatik,” paparnya kepada AFP. Seiring adanya penjelasan dan pemahaman,sebagian masyarakat Nepal pun lebih mengerti produk yang ditelurkan Tashi.
Targetnya, produk-produk tersebut akan membumi di Nepal sebagai negara asal kelahiran para sherpa. Sherpa merupakan komunitas pendaki puncak Everest. Biasanya mereka menjadi pendamping bagi orang asing yang akan mendaki puncak tertinggi di dunia. Siapa yang juga berpetualang, dia pasti mengenal sherpa. Hanya, nasib kehidupan para sherpa kurang beruntung.Walaupun mereka telah berulang kali mendaki puncak Everest, tetap saja yang dijuluki pahlawan adalah para pendaki dari Barat.Alasan itu juga membuat Tashi mengajak berbisnis para sherpa.
Dengan begitu, Tashi pun berharap jiwa dan semangat sherpaakan selalu melekat pada produk yang dibuatnya. Tashi yang tumbuh besar di wilayah puncak Everest itu mendapatkan inspirasi mendirikan bisnis pakaian petualangan ketika menemukan foto pamannya yang menjadi anggota tim Edmund Hillary dan Tenzing Norgai. Hillary dan Norgai dikenal dunia sebagai orang yang pertama mendaki gunung tertinggi di dunia. “Ketika saya berada di New York,saya melihat sebuah majalah yang mengupas 50 tahun perayaan pendakian pertama Everest,” kata Tashi.
“Di gambar majalah tersebut ternyata terdapat gambar paman saya telah meninggal. Saya tidak mengetahui sebelumnya bahwa paman ternyata anggota tim ekspedisi Hillary dan Norgai,” paparnya. Sejak saat itu, Tashi berpikir bahwa dia harus melakukan sesuatu untuk memopulerkan sherpa ke dunia internasional. “Karena saya telah menjadi pengusaha,saya pun berpikir membuat pakaian dengan merek Sherpa,”paparnya. Ketika itu dia membujuk temannya, Apa Sherpa, yang pernah mendaki puncak Everest 19 kali, untuk membuka cabang butik pakaian petualangan di AS.
Dengan memanfaatkan jaringan para sherpa yang ada di berbagai negara, bisnis yang dikelola Tashi pun bergeliat. “Saya pikir orang selalu mencari sesuatu yang berbeda,” papar Tashi.“Bisnis pakaian dan perlengkapan petualang memiliki komunitas akar rumput yang melekat dan fanatik. Bahkan mereka tidak tertarik dengan konglomerasi tingkat tinggi,”imbuhnya. Kini perusahaan yang dipimpin Tashi mempekerjakan 200 orang, sebagian besar adalah para sherpa.
Sebagian keuntungan perusahaan tersebut dialokasikan pada pendidikan bagi anak-anak kurang mampu di sekitar pegunungan Himalaya. Memang, jika dibandingkan produk North Face dan Columbia, Sherpa Adventure masih kalah jauh. North Face dan Colombia memiliki catatan penjualan hingga USD1,32 miliar tahun lalu.Namun Tashi yakin produknya tidak akan kalah bersaing. “Tujuan kami bukanlah menghasilkan berton-ton uang. Kami mengembangkan bisnis berbasis perhatian dan kepedulian.Walau demikian, memang target kami adalah orang-orang Barat yang memiliki hobi pertualangan,” paparnya.
Di sisi lain Tashi melihat bahwa bisnis pakaian para petualang merupakan iklan murah. Dia menjelaskan bahwa orang-orang membeli kaos atau pun pakaian akan secara otomatis mengiklankan produk tersebut dan komunitas sherpa. “Kami ingin membangun kepedulian dan perhatian masyarakat dunia terhadap komunitas sherpa,”cetusnya. (andika hendra m)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/276189/
KEBERHASILAN Tashi tentu mengundang decak kagum. Selama ini pasar produk tersebut lebih banyak didominasi oleh merek-merek dari Amerika Serikat dan Eropa, North Face dan Columbia.
Hanya dalam waktu enam tahun Tashi berhasil mengubah citra bahwa produk dan aksesori petualangan tidak identik dengan merek-merek dari Barat itu. Dia berhasil merobohkan “dinding citra”yang begitu tebal melekat di dunia orang yang suka berpetualangan. Tanpa ragu-ragu dia pun menjual nama “Himalaya” dan “sherpa”sebagai ikon produknya. Sejak didirikan pada 2003, pria asli Nepal tersebut menamai produknya “Sherpa Adventure”.
Kini, setiap tahun produk itu mampu terjual hingga USD2,5 juta. Belum cukup sampai di situ,dia membangun 170 toko yang tersebar di Amerika Serikat,Australia,dan Eropa. Pada 1 Oktober lalu,Tashi,yang kini tinggal di Seattle, membuka bendera tokonya di jantung Kota Kathmandu. Dia ingin mengenalkan merek produknya di kalangan masyarakat Nepal seluas-luasnya. “Meski produk kami cukup dikenal di luar negeri, di Nepal sebagian besar orang mengira kami berbisnis akrobatik,” paparnya kepada AFP. Seiring adanya penjelasan dan pemahaman,sebagian masyarakat Nepal pun lebih mengerti produk yang ditelurkan Tashi.
Targetnya, produk-produk tersebut akan membumi di Nepal sebagai negara asal kelahiran para sherpa. Sherpa merupakan komunitas pendaki puncak Everest. Biasanya mereka menjadi pendamping bagi orang asing yang akan mendaki puncak tertinggi di dunia. Siapa yang juga berpetualang, dia pasti mengenal sherpa. Hanya, nasib kehidupan para sherpa kurang beruntung.Walaupun mereka telah berulang kali mendaki puncak Everest, tetap saja yang dijuluki pahlawan adalah para pendaki dari Barat.Alasan itu juga membuat Tashi mengajak berbisnis para sherpa.
Dengan begitu, Tashi pun berharap jiwa dan semangat sherpaakan selalu melekat pada produk yang dibuatnya. Tashi yang tumbuh besar di wilayah puncak Everest itu mendapatkan inspirasi mendirikan bisnis pakaian petualangan ketika menemukan foto pamannya yang menjadi anggota tim Edmund Hillary dan Tenzing Norgai. Hillary dan Norgai dikenal dunia sebagai orang yang pertama mendaki gunung tertinggi di dunia. “Ketika saya berada di New York,saya melihat sebuah majalah yang mengupas 50 tahun perayaan pendakian pertama Everest,” kata Tashi.
“Di gambar majalah tersebut ternyata terdapat gambar paman saya telah meninggal. Saya tidak mengetahui sebelumnya bahwa paman ternyata anggota tim ekspedisi Hillary dan Norgai,” paparnya. Sejak saat itu, Tashi berpikir bahwa dia harus melakukan sesuatu untuk memopulerkan sherpa ke dunia internasional. “Karena saya telah menjadi pengusaha,saya pun berpikir membuat pakaian dengan merek Sherpa,”paparnya. Ketika itu dia membujuk temannya, Apa Sherpa, yang pernah mendaki puncak Everest 19 kali, untuk membuka cabang butik pakaian petualangan di AS.
Dengan memanfaatkan jaringan para sherpa yang ada di berbagai negara, bisnis yang dikelola Tashi pun bergeliat. “Saya pikir orang selalu mencari sesuatu yang berbeda,” papar Tashi.“Bisnis pakaian dan perlengkapan petualang memiliki komunitas akar rumput yang melekat dan fanatik. Bahkan mereka tidak tertarik dengan konglomerasi tingkat tinggi,”imbuhnya. Kini perusahaan yang dipimpin Tashi mempekerjakan 200 orang, sebagian besar adalah para sherpa.
Sebagian keuntungan perusahaan tersebut dialokasikan pada pendidikan bagi anak-anak kurang mampu di sekitar pegunungan Himalaya. Memang, jika dibandingkan produk North Face dan Columbia, Sherpa Adventure masih kalah jauh. North Face dan Colombia memiliki catatan penjualan hingga USD1,32 miliar tahun lalu.Namun Tashi yakin produknya tidak akan kalah bersaing. “Tujuan kami bukanlah menghasilkan berton-ton uang. Kami mengembangkan bisnis berbasis perhatian dan kepedulian.Walau demikian, memang target kami adalah orang-orang Barat yang memiliki hobi pertualangan,” paparnya.
Di sisi lain Tashi melihat bahwa bisnis pakaian para petualang merupakan iklan murah. Dia menjelaskan bahwa orang-orang membeli kaos atau pun pakaian akan secara otomatis mengiklankan produk tersebut dan komunitas sherpa. “Kami ingin membangun kepedulian dan perhatian masyarakat dunia terhadap komunitas sherpa,”cetusnya. (andika hendra m)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/276189/
Komentar