Korsel Luncurkan Kapal Rudal
SEOUL (SI) – Korea Selatan (Korsel) kemarin meluncurkan dua kapal patroli berkecepatan tinggi yang dipersenjatai rudal untuk menjaga perbatasan dengan Korea Utara (Korut).
Pengiriman kapal patroli tersebut dilakukan menyusul peringatan menteri pertahanan mengenai ketegangan militer yang sedang berlangsung. Departemen Pertahanan mengungkapkan kapal-kapal yang berbobot mati 400 ton itu diberi nama Han San Guk dan Jo Cheon Hyeoong.Kedua kapal tersebut pertama kali dipertontonkan ke publik di kota pelabuhan Jinhae,Korsel bagian selatan.
Sebenarnya,nama kapal-kapal patroli tersebut mengambil nama tentara-tentara yang tewas dalam bentrokan senjata angkatan laut tahun 2002 dengan Korut. Rudalrudal pada kapal tersebut memiliki jangkauan tembak sampai 140 km. Kapal pertama dari kelas baru itu digelar awal Juni di tengah meningkatnya ketegangan di sepanjang perbatasan laut bagian barat, tempat perang antarangkatan laut pada tahun 1999 dan 2002.
Kapal-kapal terbaru yang akan diturunkan di Laut Kuning awal September tahun depan memiliki kecepatan maksimum 74 km per jam dan dapat membawa 40 awak. Pada 2002 enam tentara Korsel tewas dan 18 lainnya cedera sementara lebih dari 30 tentara Korut tewas atau cedera.Akar permasalahannya adalah Korut menolak mengakui perbatasan laut barat dan ingin memindahkannya lebih jauh ke selatan.
Setelah berbulan-bulan konflik, termasuk beberapa uji coba rudal dan nuklir,Pyongyang mulai melakukan usaha perdamaian dengan Washington dan Seoul Agustus lalu. Para pejabat Korsel menyatakan keraguan mereka tentang isyarat-isyarat perdamaian itu dan mengatakan bahwa negara yang memiliki senjata nuklir itu tidak mengubah sikap fundamentalnya.
Dalam pidato pelantikannya kemarin, Menteri Pertahanan Korsel Kim Tae-Young berikrar akan mempertahankan kesiapan pertahanan. Dia juga mengatakan bahwa ketidakstabilan dapat meningkat setiap saat di Korut.“Ketegangan militer tetap ada di semenanjung Korea,”katanya.Dia juga menyerukan aliansi kuat dengan Amerika Serikat.
Korut mengundurkan diri dari perundingan perlucutan nuklir enam negara dan berusaha melakukan perundingan-perundingan langsung dengan Amerika Serikat. Washington pun memungkinkan hal itu bila Pyongyang kembali ke perundingan-perundingan enam negara. Kedua Korea secara teknis masih tetap dalam perang sejak konflik mereka tahun 1950-1953.
Sekitar 655.000 tentara Korsel yang didukung 28.500 tentara AS menghadapi ancaman dari Korut yang memiliki 1,2 juta tentara. Sementara itu, salah seorang pembelot Pyongyang Hwang Jangyop mengungkapkan bahwa China harus menghentikan dukungan terhadap pemimpin Korut Kim Jong-il dalam hal reformasi ekonomi dan reunifikasi dengan Korsel.
“Sangat penting meminta China untuk berhitung kembali dalam hal aliansi dengan Kim Jongil,” kata Hwang kepada Harian Chosun Ilbo. Hwang merupakan mantan sekretaris Partai Komunis Korut dan mantan tutor Kim yang membelot ketika melakukan perjalanan ke Beijing pada 1997.
Kini, Hwang hidup di bawah pengawasan ketat polisi di Korsel. “Reunifikasi dapat didiskusikan dalam kurun waktu 15 hingga 20 tahun jika Korut mau membuka pintu dan menanggalkan reformasi gaya China.Dan tentunya jika dana dan teknisi Korsel diizinkan masuk ke wilayah Korut,”katanya. Hwang mengungkapkan, standar kehidupan Korut akan meningkat drastis dalam kurun waktu 15 tahun jika pasar dibuka. (AFP/Yonhap/andika hm)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/271421/
Pengiriman kapal patroli tersebut dilakukan menyusul peringatan menteri pertahanan mengenai ketegangan militer yang sedang berlangsung. Departemen Pertahanan mengungkapkan kapal-kapal yang berbobot mati 400 ton itu diberi nama Han San Guk dan Jo Cheon Hyeoong.Kedua kapal tersebut pertama kali dipertontonkan ke publik di kota pelabuhan Jinhae,Korsel bagian selatan.
Sebenarnya,nama kapal-kapal patroli tersebut mengambil nama tentara-tentara yang tewas dalam bentrokan senjata angkatan laut tahun 2002 dengan Korut. Rudalrudal pada kapal tersebut memiliki jangkauan tembak sampai 140 km. Kapal pertama dari kelas baru itu digelar awal Juni di tengah meningkatnya ketegangan di sepanjang perbatasan laut bagian barat, tempat perang antarangkatan laut pada tahun 1999 dan 2002.
Kapal-kapal terbaru yang akan diturunkan di Laut Kuning awal September tahun depan memiliki kecepatan maksimum 74 km per jam dan dapat membawa 40 awak. Pada 2002 enam tentara Korsel tewas dan 18 lainnya cedera sementara lebih dari 30 tentara Korut tewas atau cedera.Akar permasalahannya adalah Korut menolak mengakui perbatasan laut barat dan ingin memindahkannya lebih jauh ke selatan.
Setelah berbulan-bulan konflik, termasuk beberapa uji coba rudal dan nuklir,Pyongyang mulai melakukan usaha perdamaian dengan Washington dan Seoul Agustus lalu. Para pejabat Korsel menyatakan keraguan mereka tentang isyarat-isyarat perdamaian itu dan mengatakan bahwa negara yang memiliki senjata nuklir itu tidak mengubah sikap fundamentalnya.
Dalam pidato pelantikannya kemarin, Menteri Pertahanan Korsel Kim Tae-Young berikrar akan mempertahankan kesiapan pertahanan. Dia juga mengatakan bahwa ketidakstabilan dapat meningkat setiap saat di Korut.“Ketegangan militer tetap ada di semenanjung Korea,”katanya.Dia juga menyerukan aliansi kuat dengan Amerika Serikat.
Korut mengundurkan diri dari perundingan perlucutan nuklir enam negara dan berusaha melakukan perundingan-perundingan langsung dengan Amerika Serikat. Washington pun memungkinkan hal itu bila Pyongyang kembali ke perundingan-perundingan enam negara. Kedua Korea secara teknis masih tetap dalam perang sejak konflik mereka tahun 1950-1953.
Sekitar 655.000 tentara Korsel yang didukung 28.500 tentara AS menghadapi ancaman dari Korut yang memiliki 1,2 juta tentara. Sementara itu, salah seorang pembelot Pyongyang Hwang Jangyop mengungkapkan bahwa China harus menghentikan dukungan terhadap pemimpin Korut Kim Jong-il dalam hal reformasi ekonomi dan reunifikasi dengan Korsel.
“Sangat penting meminta China untuk berhitung kembali dalam hal aliansi dengan Kim Jongil,” kata Hwang kepada Harian Chosun Ilbo. Hwang merupakan mantan sekretaris Partai Komunis Korut dan mantan tutor Kim yang membelot ketika melakukan perjalanan ke Beijing pada 1997.
Kini, Hwang hidup di bawah pengawasan ketat polisi di Korsel. “Reunifikasi dapat didiskusikan dalam kurun waktu 15 hingga 20 tahun jika Korut mau membuka pintu dan menanggalkan reformasi gaya China.Dan tentunya jika dana dan teknisi Korsel diizinkan masuk ke wilayah Korut,”katanya. Hwang mengungkapkan, standar kehidupan Korut akan meningkat drastis dalam kurun waktu 15 tahun jika pasar dibuka. (AFP/Yonhap/andika hm)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/271421/
Komentar