Kerusuhan Pemilu Iran Tewaskan 10 Orang
TEHERAN (SI) – Sedikitnya 10 orang tewas dan 100 orang terluka dalam kerusuhan terbaru pascap e m i l i h a n umum (pemilu) yang mengguncang ibu kota Iran,Teheran.Seiring kian memburuknya krisis politik di Iran, pemerintah menyalahkan “campur tangan” Barat pascapemilu.
Kelompok oposisi semakin gencar menggelar unjuk rasa dan meningkatkan tantangannya terhadap Pemerintah Iran. Kandidat presiden yang kalah, Mir Hossein Mousavi, tetap memimpin demonstrasi dan mengabaikan peringatan pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. Dengan adanya korban tewas terbaru tersebut,total korban tewas selama unjuk rasa oposisi menentanghasilpemilumencapai19orang. Situasi jalanan di Teheran pun berubah mencekam setelah laporan terbaru penambahan korban tewas.
“Sedikitnya 10 orang tewas dan 100 orang terluka dalam bentrok pada Sabtu (20/6) antara demonstran yang menentang hasil pemilu 12 Juni dan polisi berseragam hitam yang bersenjatakan gas air mata serta meriam air,” ungkap laporan televisi milik Pemerintah Iran kemarin. Pemerintah Iran berupaya keras menghentikan konflik internal paling panas dalam sejarah Iran sejak Revolusi Islam 1979 itu. Namun berbagai foto dan rekaman video yang menggambarkan kebrutalan kerusuhan itu telah menyebar di media massa dan internet.
Kondisi itu membuat kelompok oposisi semakin mendapat banyak dukungan untuk memprotes Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad dan pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei. “Sejumlah demonstran yang terluka dan mendapat perawatan medis setelah bentrok Sabtu (20/6) telah ditangkap oleh pasukan keamanan di berbagai rumah sakit di Ibu Kota Teheran,” ungkap International Campaign for Human Rights in Iran (ICHR) yang berkantor pusat di New York kemarin.
Menurut ICHR, para dokter diperintahkan memberikan laporan pasien yang terluka terkait protes pemilu pada pemerintah. Sejumlah korban luka-luka serius harus diungsikan ke berbagai kedutaan besar asing untuk menghindari penangkapan aparat. “Penangkapan warga sipil yang sedang dirawat akibat luka-luka akibat bentrok dengan aparat keamanan itu merupakan tindakan yang tercela. Penangkapan semacam itu menunjukkan bahwa aparat pemerintah tidak menghargai hak-hak rakyatnya,” tandas Hadi Ghaemi, juru bicara ICHR.
Menurut Ghaemi,Pemerintah Iran harus malu dengan dirinya sendiri. “Sekarang, di hadapan seluruh dunia,mereka menunjukkan aksiaksi kekerasan,”paparnya. Ribuan pendukung Mousavi pada Sabtu (20/6) menggelar unjuk rasa yang berujung bentrok dengan aparat keamanan. Bentrok tersebut merupakan bukti dramatis penentangan mereka terhadap Khamenei yang mengimbau agar protes jalanan dihentikan. Sejumlah saksi mata menyatakan, sejumlah demonstran meneriakkan “Mati Khamenei!”pada demonstrasi Sabtu (20/6).
Ini merupakan bukti tantangan yang tidak terpikirkan sebelumnya terhadap tokoh paling berkuasa di negeri itu. Laporan media kemarin juga memaparkan tentang kerusuhan yang terjadi.Dua tempat pengisian bahan bakar dibakar massa dan sebuah pos militer diserang pada bentrok Sabtu (20/6).Wakil komandan polisi mengklaim petugas polisi tidak menggunakan peluru aktif untuk membubarkan pengunjuk rasa.Pemerintah Iran mengaku ada tujuh demonstran yang tewas pada bentrok Senin (15/6).
Media Iran juga melaporkan adanya satu serangan bom bunuh diri di makam pemimpin Revolusi Islam Ayatollah Ruhollah Khomeini pada Sabtu (20/6) yang menewaskan penyerang dan melukai lima orang lainnya. Ada banyak laporan simpang siur tentang jumlah korban tewas sebenarnya. Press TV melaporkan korban tewas hanya ada 13 orang dan menyebut korban tewas tersebut “teroris”. Tidak ada penjelasan mengapa ada laporan yang berbeda mengenai jumlah korban tewas.
Amnesty International memperingatkan,“ sangat sulit” untuk memverifikasi jumlah korban tewas.“Situasi mencekam menyelimuti semua tempat di Iran. Selama 10 tahun saya berada di negeri ini, saya tidak pernah melihat kondisi seperti saat ini.Kondisi ini mengerikan,” kata kepala riset Amnesty di Iran,Drewery Dyke. Iran memberlakukan kontrol sangat ketat terhadap media asing yang meliput kerusuhan terkait pemilu.Koresponden asing tidak boleh turun ke jalan untuk meliput berita. “Sebanyak 20 wartawan ditahan pada pekan lalu,” papar Reporters Without Borders.
Kemarin, Menteri Luar Negeri Iran Manouchehr Mottaki menggelar konferensi pers. Dia mengecam Inggris, Prancis, dan Jerman yang terus mempertanyakan laporan tentang kecurangan pemilu. “Prancis mengambil pendekatan berbahaya,”ungkapnya. Mottaki juga mengkritik Inggris dan menuduh bahwa negara itu mengirimkan agen mata-mata ke Iran sebelum pemilu untuk mengintervensi pemilu.
“Pemilu ini merupakan kompetisi yang sangat transparan,”katanya. Kemarin,mantan Presiden Iran Mohammad Khatami mendesak pembentukan satu badan untuk memutuskan hasil pemilu yang diperselisihkan.Dia juga mendesak pembebasan para aktivis dan diakhirinya kekerasan di jalanan. Pemerintah Iran menutup akses sejumlah situs seperti BBC Farsi, Facebook, Twitter, dan beberapa situs pro-Mousavi yang digunakan warga Iran untuk mengatakan kepada dunia tentang protes dan kekerasan yang terjadi.
Fasilitas SMS sudah tidak berfungsi di Iran sejak pekan lalu. Jaringan telepon seluler di Teheran juga menurun drastis pelayanannya. “Namun tindakan pemerintah itu tidak menahan jaringan oposisi. Mereka tetap dapat berbisik. Mereka dapat melakukannya dengan cara lama,”ujar Sami al-Faraj, Presiden Kuwait Center for Strategic Studies. Sementara itu, Juru Bicara Departemen Luar Negeri RI Teuku Faizasyah mengatakan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Teheran tidak memberikan peringatan khusus kepada warganya di Iran.
Menurut dia,warga negara Indonedia (WNI) di Iran jumlahnya sedikit. “WNI di Iran hanya komunitas kecil, jadi komunikasinya lancar. Mereka saling berbagi informasi. Sejauh ini tidak ada masalah,” paparnya kepada harian Seputar Indonesia(SI). Teuku mengungkapkan jumlah WNI di Iran tidak lebih dari 100 orang. Jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar di Iran sekitar 20 orang.
“Tidak ada TKI di Iran,” paparnya.“Dua hari yang lalu,saya menghubungi KBRI di Teheran, informasi yang didapat bahwa suasana mulai kondusif.Tapi, saat ini, saya tidak mengetahui perkembangan terakhir,”imbuhnya. (AFP/Rtr/syarifudin/andika hm)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/249042/38/
Kelompok oposisi semakin gencar menggelar unjuk rasa dan meningkatkan tantangannya terhadap Pemerintah Iran. Kandidat presiden yang kalah, Mir Hossein Mousavi, tetap memimpin demonstrasi dan mengabaikan peringatan pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. Dengan adanya korban tewas terbaru tersebut,total korban tewas selama unjuk rasa oposisi menentanghasilpemilumencapai19orang. Situasi jalanan di Teheran pun berubah mencekam setelah laporan terbaru penambahan korban tewas.
“Sedikitnya 10 orang tewas dan 100 orang terluka dalam bentrok pada Sabtu (20/6) antara demonstran yang menentang hasil pemilu 12 Juni dan polisi berseragam hitam yang bersenjatakan gas air mata serta meriam air,” ungkap laporan televisi milik Pemerintah Iran kemarin. Pemerintah Iran berupaya keras menghentikan konflik internal paling panas dalam sejarah Iran sejak Revolusi Islam 1979 itu. Namun berbagai foto dan rekaman video yang menggambarkan kebrutalan kerusuhan itu telah menyebar di media massa dan internet.
Kondisi itu membuat kelompok oposisi semakin mendapat banyak dukungan untuk memprotes Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad dan pemimpin tertinggi Ayatollah Ali Khamenei. “Sejumlah demonstran yang terluka dan mendapat perawatan medis setelah bentrok Sabtu (20/6) telah ditangkap oleh pasukan keamanan di berbagai rumah sakit di Ibu Kota Teheran,” ungkap International Campaign for Human Rights in Iran (ICHR) yang berkantor pusat di New York kemarin.
Menurut ICHR, para dokter diperintahkan memberikan laporan pasien yang terluka terkait protes pemilu pada pemerintah. Sejumlah korban luka-luka serius harus diungsikan ke berbagai kedutaan besar asing untuk menghindari penangkapan aparat. “Penangkapan warga sipil yang sedang dirawat akibat luka-luka akibat bentrok dengan aparat keamanan itu merupakan tindakan yang tercela. Penangkapan semacam itu menunjukkan bahwa aparat pemerintah tidak menghargai hak-hak rakyatnya,” tandas Hadi Ghaemi, juru bicara ICHR.
Menurut Ghaemi,Pemerintah Iran harus malu dengan dirinya sendiri. “Sekarang, di hadapan seluruh dunia,mereka menunjukkan aksiaksi kekerasan,”paparnya. Ribuan pendukung Mousavi pada Sabtu (20/6) menggelar unjuk rasa yang berujung bentrok dengan aparat keamanan. Bentrok tersebut merupakan bukti dramatis penentangan mereka terhadap Khamenei yang mengimbau agar protes jalanan dihentikan. Sejumlah saksi mata menyatakan, sejumlah demonstran meneriakkan “Mati Khamenei!”pada demonstrasi Sabtu (20/6).
Ini merupakan bukti tantangan yang tidak terpikirkan sebelumnya terhadap tokoh paling berkuasa di negeri itu. Laporan media kemarin juga memaparkan tentang kerusuhan yang terjadi.Dua tempat pengisian bahan bakar dibakar massa dan sebuah pos militer diserang pada bentrok Sabtu (20/6).Wakil komandan polisi mengklaim petugas polisi tidak menggunakan peluru aktif untuk membubarkan pengunjuk rasa.Pemerintah Iran mengaku ada tujuh demonstran yang tewas pada bentrok Senin (15/6).
Media Iran juga melaporkan adanya satu serangan bom bunuh diri di makam pemimpin Revolusi Islam Ayatollah Ruhollah Khomeini pada Sabtu (20/6) yang menewaskan penyerang dan melukai lima orang lainnya. Ada banyak laporan simpang siur tentang jumlah korban tewas sebenarnya. Press TV melaporkan korban tewas hanya ada 13 orang dan menyebut korban tewas tersebut “teroris”. Tidak ada penjelasan mengapa ada laporan yang berbeda mengenai jumlah korban tewas.
Amnesty International memperingatkan,“ sangat sulit” untuk memverifikasi jumlah korban tewas.“Situasi mencekam menyelimuti semua tempat di Iran. Selama 10 tahun saya berada di negeri ini, saya tidak pernah melihat kondisi seperti saat ini.Kondisi ini mengerikan,” kata kepala riset Amnesty di Iran,Drewery Dyke. Iran memberlakukan kontrol sangat ketat terhadap media asing yang meliput kerusuhan terkait pemilu.Koresponden asing tidak boleh turun ke jalan untuk meliput berita. “Sebanyak 20 wartawan ditahan pada pekan lalu,” papar Reporters Without Borders.
Kemarin, Menteri Luar Negeri Iran Manouchehr Mottaki menggelar konferensi pers. Dia mengecam Inggris, Prancis, dan Jerman yang terus mempertanyakan laporan tentang kecurangan pemilu. “Prancis mengambil pendekatan berbahaya,”ungkapnya. Mottaki juga mengkritik Inggris dan menuduh bahwa negara itu mengirimkan agen mata-mata ke Iran sebelum pemilu untuk mengintervensi pemilu.
“Pemilu ini merupakan kompetisi yang sangat transparan,”katanya. Kemarin,mantan Presiden Iran Mohammad Khatami mendesak pembentukan satu badan untuk memutuskan hasil pemilu yang diperselisihkan.Dia juga mendesak pembebasan para aktivis dan diakhirinya kekerasan di jalanan. Pemerintah Iran menutup akses sejumlah situs seperti BBC Farsi, Facebook, Twitter, dan beberapa situs pro-Mousavi yang digunakan warga Iran untuk mengatakan kepada dunia tentang protes dan kekerasan yang terjadi.
Fasilitas SMS sudah tidak berfungsi di Iran sejak pekan lalu. Jaringan telepon seluler di Teheran juga menurun drastis pelayanannya. “Namun tindakan pemerintah itu tidak menahan jaringan oposisi. Mereka tetap dapat berbisik. Mereka dapat melakukannya dengan cara lama,”ujar Sami al-Faraj, Presiden Kuwait Center for Strategic Studies. Sementara itu, Juru Bicara Departemen Luar Negeri RI Teuku Faizasyah mengatakan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Teheran tidak memberikan peringatan khusus kepada warganya di Iran.
Menurut dia,warga negara Indonedia (WNI) di Iran jumlahnya sedikit. “WNI di Iran hanya komunitas kecil, jadi komunikasinya lancar. Mereka saling berbagi informasi. Sejauh ini tidak ada masalah,” paparnya kepada harian Seputar Indonesia(SI). Teuku mengungkapkan jumlah WNI di Iran tidak lebih dari 100 orang. Jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar di Iran sekitar 20 orang.
“Tidak ada TKI di Iran,” paparnya.“Dua hari yang lalu,saya menghubungi KBRI di Teheran, informasi yang didapat bahwa suasana mulai kondusif.Tapi, saat ini, saya tidak mengetahui perkembangan terakhir,”imbuhnya. (AFP/Rtr/syarifudin/andika hm)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/249042/38/
Komentar