Ribuan Imigran Ilegal Serbu Australia
SYDNEY(SI) – Pemerintah Australia kemarin meningkatkan kewaspadaan setelah diperingatkan bahwa imigran ilegal akan menyerbu negaranya.
Ribuan pengungsi tersebut sedang mencari jalan menuju Australia. Australia bakal menghadapi bom waktu masalah imigrasi di kemudian hari. Mengantisipasi hal tersebut, Menteri Dalam Negeri Australia Bob Debus mengatakan, para pejabat di Indonesia –negara yang menjadi transit kapal-kapal pengungsi– telah melaporkan bahwa jumlah para pencari suaka yang menuju Australia meningkat.
“Sebagai konsekuensi terhadap permasalahan di Sri Lanka, Afghanistan, dan Pakistan, maka terjadi peningkatan jumlah orang yang mencari suaka di Australia ataupun di negara-negara Eropa. Saya pikir jumlah mereka bisa mencapai ribuan,”papar Debus pada stasiun televisi pemerintah. Debus tidak bisa memastikan apakah mereka akan berhasil mencapai tujuan.
Menurutnya,tidak diketahui apakah imigran ilegal itu mendapatkan jalur yang aman untuk mencapai Australia. Sebagai tindakan preventif, ujar Debus,polisi Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Australia untuk mencegah masuknya para pengungsi itu. Pada Kamis (16/4),lima pengungsi Afghanistan meninggal dan puluhan lainnya terluka ketika perahu nelayan yang mereka tumpangi meledak di pantai timur Laut Australia.
Debus menolak berspekulasi penyebab ledakan tersebut.Meskipun Australian Broadcasting Corporation melaporkan bahwa para pengungsi sengaja menyiram dek kapal dengan bensin dan menyulutnya dengan api. Dengan demikian, Angkatan Laut Australia memaksa kapal pengungsi tersebut untuk ditarik ke darat dan tidak dikembalikan ke Indonesia.
Sementara itu, Perdana Menteri (PM) Australia Kevin Rudd memuji sikap Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono yang menyetujui ekstradisi penyeludup manusia ke Australia untuk diadili di “meja hijau”. Rudd mengatakan, Senin (13/4), SBY menyetujui ekstradisi Hadi Ahmadi yang memiliki dua kewarganegaraan, Irak dan Iran. Dia dituduh merencanakan pengiriman empat kapal ke Australia pada 2001 yang mengangkut 900 manusia perahu.
“Langkah itu menunjukkan kerja sama yang lebih erat antara Australia dan Indonesia dalam rangka menghadapi penyeludupan manusia,” tandas Rudd, yang pekan lalu menggambarkan bahwa penyelundup manusia sama seperti “sampah bumi” dan seharusnya dijebloskan ke penjara.
Sementara itu, para imigran ilegal asal China kemarin mengamuk di pusat penahanan di Melbourne. Sekitar 20 pencari suaka itu menggedor pintu dan membanting meja dan kursi.Menurut juru bicara pusat tahanan,para pengungsi bertindak agresif selama beberapa jam. Belum ada kepastian apa motif di balik aksi tersebut.Menurut pengacara pengungsi, Ian Rintoul, para pengungsi mengalami tekanan mental karena ketidakpastian masa depan mereka.
“Mereka menghabiskan waktu cukup lama di tahanan sambil menunggu keputusan atas tuduhan terhadap mereka,” ungkapnya.Rintoul menerangkan, belum diketahui apakah mereka akan dikembalikan ke China atau tidak. Pasalnya, sebagian pengungsi merupakan aktivis prodemokrasi dan pengikut Falun Gong. (AFP/ABC/andika h m)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/231859/
Ribuan pengungsi tersebut sedang mencari jalan menuju Australia. Australia bakal menghadapi bom waktu masalah imigrasi di kemudian hari. Mengantisipasi hal tersebut, Menteri Dalam Negeri Australia Bob Debus mengatakan, para pejabat di Indonesia –negara yang menjadi transit kapal-kapal pengungsi– telah melaporkan bahwa jumlah para pencari suaka yang menuju Australia meningkat.
“Sebagai konsekuensi terhadap permasalahan di Sri Lanka, Afghanistan, dan Pakistan, maka terjadi peningkatan jumlah orang yang mencari suaka di Australia ataupun di negara-negara Eropa. Saya pikir jumlah mereka bisa mencapai ribuan,”papar Debus pada stasiun televisi pemerintah. Debus tidak bisa memastikan apakah mereka akan berhasil mencapai tujuan.
Menurutnya,tidak diketahui apakah imigran ilegal itu mendapatkan jalur yang aman untuk mencapai Australia. Sebagai tindakan preventif, ujar Debus,polisi Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Australia untuk mencegah masuknya para pengungsi itu. Pada Kamis (16/4),lima pengungsi Afghanistan meninggal dan puluhan lainnya terluka ketika perahu nelayan yang mereka tumpangi meledak di pantai timur Laut Australia.
Debus menolak berspekulasi penyebab ledakan tersebut.Meskipun Australian Broadcasting Corporation melaporkan bahwa para pengungsi sengaja menyiram dek kapal dengan bensin dan menyulutnya dengan api. Dengan demikian, Angkatan Laut Australia memaksa kapal pengungsi tersebut untuk ditarik ke darat dan tidak dikembalikan ke Indonesia.
Sementara itu, Perdana Menteri (PM) Australia Kevin Rudd memuji sikap Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono yang menyetujui ekstradisi penyeludup manusia ke Australia untuk diadili di “meja hijau”. Rudd mengatakan, Senin (13/4), SBY menyetujui ekstradisi Hadi Ahmadi yang memiliki dua kewarganegaraan, Irak dan Iran. Dia dituduh merencanakan pengiriman empat kapal ke Australia pada 2001 yang mengangkut 900 manusia perahu.
“Langkah itu menunjukkan kerja sama yang lebih erat antara Australia dan Indonesia dalam rangka menghadapi penyeludupan manusia,” tandas Rudd, yang pekan lalu menggambarkan bahwa penyelundup manusia sama seperti “sampah bumi” dan seharusnya dijebloskan ke penjara.
Sementara itu, para imigran ilegal asal China kemarin mengamuk di pusat penahanan di Melbourne. Sekitar 20 pencari suaka itu menggedor pintu dan membanting meja dan kursi.Menurut juru bicara pusat tahanan,para pengungsi bertindak agresif selama beberapa jam. Belum ada kepastian apa motif di balik aksi tersebut.Menurut pengacara pengungsi, Ian Rintoul, para pengungsi mengalami tekanan mental karena ketidakpastian masa depan mereka.
“Mereka menghabiskan waktu cukup lama di tahanan sambil menunggu keputusan atas tuduhan terhadap mereka,” ungkapnya.Rintoul menerangkan, belum diketahui apakah mereka akan dikembalikan ke China atau tidak. Pasalnya, sebagian pengungsi merupakan aktivis prodemokrasi dan pengikut Falun Gong. (AFP/ABC/andika h m)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/231859/
Komentar