Jessica Flannery, Memberdayakan Warga Miskin dengan Kredit Mikro
Jessica Flannery,32,mengembangkan jaringan kredit pembiayaan mikro bagi warga miskin di seluruh dunia melalui situs Kiva.org.Dia masuk finalis 100 orang berpengaruh di dunia versi majalah TIME.
FLANNERYterjun ke bisnis sosial secara tidak sengaja.Awalnya, dia terinspirasi kiprah Muhammad Yunus, pendiri Grameen Bank dan pemenang Nobel Perdamaian dari Bangladesh, pada kuliah tamu di Sekolah Bisnis Stanford. Kini,Kiva yang diambil dari bahasa Swahili,yang berarti persatuan, mengelola dana lebih dari USD20 juta.
Dana tersebut telah disebarkan kepada 250.000 rekening bank di seluruh dunia. Lebih dari 20.000 proyek di negara-negara berkembang telah disuntik dana tersebut dengan rata-rata pembiayaan per program mencapai USD500.Ke depannya,Kiva memproyeksikan bisa menyalurkan dana USD100 juta pada 2010 dan USD1 miliar pada 2015. Flannery itu pun pernah mendapatkan pujian dari mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Bill Clinton dalam bukunya yang bertajuk Giving.
Clinton memuji karena konsep yang diterapkan Flannery cukup berhasil mengubah warga miskin menjadi warga yang memiliki potensi untuk berkembang. Clinton mengungkapkan, Kiva memiliki sistem dan cara kerja yang berbeda dengan lembaga lain. Kiva menawarkan fasilitas dan layanan filantropi yang serbatransparan dan gampang diakses. “Dengan sistem Kiva,setiap donor atau pemberi pinjaman bisa memilih ke mana dana itu hendak disalurkan,” kata Bill Clinton. Kiva memang beda.Kiva memosisikan donatur layaknya seorang investor.Kenapa?
Dengan sistem penilaian risiko pinjaman dan informasi pascainvestasi, donatur mendapat jaminan untuk mengetahui manfaat dana yang diberikan. Jika para penerima kredit telah membayar angsuran yang diberikan Kiva,para donatur bisa menarik kembali dana itu atau menyalurkan ke pengusaha mikro lain. Donor pun mengetahui tingkat risiko pengembalian dana dari peminjam dan gambaran pemanfaatan dana itu dalam usaha mikro.Hebatnya, lembaga yang berpusat di San Francisco, California itu memberikan batasan sebesar USD2 untuk tiap donasi individual.
Dengan adanya pembatasan itu, semua orang pun bisa menjadi seorang filantropi. “Donatur Kiva pun beragam, tua dan muda, kaya ataupun orang berpenghasilan rata-rata,” kata Flannery. Sistem kerja Kiva yang didirikan pada Oktober 2005 itu lebih mengandalkan organisasi jaringan dengan dukungan situs internet sehingga mempermudah interaksi. Kiva memadukan aktivitas filantropi dengan pola pembiayaan mikro khusus atau lazim disebut dengan peer-to-peer lending.
Bahkan, Kiva menjadi situs yang memfasilitasi peminjaman antara individu ke individu sehingga menciptakan entrepreneurunik di seluruh dunia. Flannery mengungkapkan, pada dasarnya masyarakat bisa dientaskan dari kemiskinan dengan pemberian modal pada orang miskin.“ Saya menganggap bahwa kemiskinan bukan sebuah budaya,” katanya. Ketertarikan Flannery dengan dunia sosial diawali ketika dia bergabung dengan Village Enterprise Fund (VEF) pada 2004.Ketika itu dia mengawasi proyek pemberian kredit mikro dan mendorong kewirausahaan bagi warga miskin di Afrika. Menurut Flannery, tantangan paling berat yang dihadapi Kiva adalah mengomunikasikan ide dengan orang lain.
Dia mengatakan, sebagian besar warga miskin hanya menginginkan donasi, bukannya pinjaman ataupun investasi. “Kita ingin mendidik warga miskin agar tidak hanya menerima uang. Kita mendidik agar mereka mau bertanggung jawab,”paparnya. (andika hendra m)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/231621/
FLANNERYterjun ke bisnis sosial secara tidak sengaja.Awalnya, dia terinspirasi kiprah Muhammad Yunus, pendiri Grameen Bank dan pemenang Nobel Perdamaian dari Bangladesh, pada kuliah tamu di Sekolah Bisnis Stanford. Kini,Kiva yang diambil dari bahasa Swahili,yang berarti persatuan, mengelola dana lebih dari USD20 juta.
Dana tersebut telah disebarkan kepada 250.000 rekening bank di seluruh dunia. Lebih dari 20.000 proyek di negara-negara berkembang telah disuntik dana tersebut dengan rata-rata pembiayaan per program mencapai USD500.Ke depannya,Kiva memproyeksikan bisa menyalurkan dana USD100 juta pada 2010 dan USD1 miliar pada 2015. Flannery itu pun pernah mendapatkan pujian dari mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Bill Clinton dalam bukunya yang bertajuk Giving.
Clinton memuji karena konsep yang diterapkan Flannery cukup berhasil mengubah warga miskin menjadi warga yang memiliki potensi untuk berkembang. Clinton mengungkapkan, Kiva memiliki sistem dan cara kerja yang berbeda dengan lembaga lain. Kiva menawarkan fasilitas dan layanan filantropi yang serbatransparan dan gampang diakses. “Dengan sistem Kiva,setiap donor atau pemberi pinjaman bisa memilih ke mana dana itu hendak disalurkan,” kata Bill Clinton. Kiva memang beda.Kiva memosisikan donatur layaknya seorang investor.Kenapa?
Dengan sistem penilaian risiko pinjaman dan informasi pascainvestasi, donatur mendapat jaminan untuk mengetahui manfaat dana yang diberikan. Jika para penerima kredit telah membayar angsuran yang diberikan Kiva,para donatur bisa menarik kembali dana itu atau menyalurkan ke pengusaha mikro lain. Donor pun mengetahui tingkat risiko pengembalian dana dari peminjam dan gambaran pemanfaatan dana itu dalam usaha mikro.Hebatnya, lembaga yang berpusat di San Francisco, California itu memberikan batasan sebesar USD2 untuk tiap donasi individual.
Dengan adanya pembatasan itu, semua orang pun bisa menjadi seorang filantropi. “Donatur Kiva pun beragam, tua dan muda, kaya ataupun orang berpenghasilan rata-rata,” kata Flannery. Sistem kerja Kiva yang didirikan pada Oktober 2005 itu lebih mengandalkan organisasi jaringan dengan dukungan situs internet sehingga mempermudah interaksi. Kiva memadukan aktivitas filantropi dengan pola pembiayaan mikro khusus atau lazim disebut dengan peer-to-peer lending.
Bahkan, Kiva menjadi situs yang memfasilitasi peminjaman antara individu ke individu sehingga menciptakan entrepreneurunik di seluruh dunia. Flannery mengungkapkan, pada dasarnya masyarakat bisa dientaskan dari kemiskinan dengan pemberian modal pada orang miskin.“ Saya menganggap bahwa kemiskinan bukan sebuah budaya,” katanya. Ketertarikan Flannery dengan dunia sosial diawali ketika dia bergabung dengan Village Enterprise Fund (VEF) pada 2004.Ketika itu dia mengawasi proyek pemberian kredit mikro dan mendorong kewirausahaan bagi warga miskin di Afrika. Menurut Flannery, tantangan paling berat yang dihadapi Kiva adalah mengomunikasikan ide dengan orang lain.
Dia mengatakan, sebagian besar warga miskin hanya menginginkan donasi, bukannya pinjaman ataupun investasi. “Kita ingin mendidik warga miskin agar tidak hanya menerima uang. Kita mendidik agar mereka mau bertanggung jawab,”paparnya. (andika hendra m)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/231621/
Komentar