Abhisit Dipaksa Pindah Tempat Pidato
BANGKOK(SINDO) – Pendukung mantan Perdana Menteri (PM) Thailand Thaksin Shinawatra berhasil memaksa PM Abhisit Vejjajiva pindah lokasi pidato perdananya.
Pidato perdana Abhisit yang seharusnya berlangsung di gedung parlemen, harus dipindah ke Kantor Departemen Luar Negeri (Deplu) Thailand. Massa pendukung setia Thaksin menolak membukakan jalan masuk bagi PM Abhisit dan para anggota parlemen menuju gedung untuk bersidang dan mendengarkan pidato perdana Abhisit sebagai PM yang baru.
Ribuan massa berkaus merah ini telah menduduki gedung parlemen sejak Minggu (28/12) silam. Mereka berhasil menunda penyelenggaraan pidato PM Abhisit yang direncanakan berlangsung pada Senin (29/12) dan ditunda lagi hingga kemarin. Di sekitar gedung Deplu, ratusan loyalis Thaksin terus berusaha mengganggu jalannya pidato PM Abhisit.
Walau demikian, upaya mereka tak berhasil karena PM Abhisit tetap dapat berpidato selama 50 menit. Dalam pidatonya, PM Abhisit memaparkan garis besar rencana pemerintah dalam pemulihan ekonomi dan perbaikan politik dalam negeri yang terpecah-belah. Selain itu, dia menyinggung soal kekacauan di Thailand yang telah berlangsung empat tahun.
Abhisit berjanji memperbaiki citra Thailand di kalangan turis mancanegara dan dunia usaha. ”Pemerintahan ini menjabat di saat konflik.Konflik ini telah menjadi kelemahan negeri ini,” ujarnya Abhisit seraya mengatakan, krisis ekonomi global telah mengarahkan situasi dari buruk menjadi lebih buruk.
”Prioritas pemerintah kita adalah memulihkan ekonomi yang terpuruk dan memecahkan konflik antara masyarakat Thailand,”ucap perdana menteri lulusan Universitas Oxford ini. Abhisit berjanji, pemerintahannya akan mengembalikan Thailand ke kondisi normal dan menjadikan Negeri Gajah Putih itu mencapai kejayaan.
Sidang tersebut hanya dihadiri anggota parlemen dari partai koalisinya. Sementara anggota partai oposisi, termasuk pendukung Thaksin, memboikot sesi pidato tersebut. Para pendukung Thaksin mengaku akan tetap bertahan di gedung parlemen hingga pemerintahan PM Abhisit bubar dan tuntutan percepatan pemilu terkabul.
”Kami akan bertahan di gedung parlemen untuk menyusun aksi berikutnya. Pemerintah PM Abhisit tidak memiliki legalitas dan tidak berdasarkan konstitusi,” ujar pemimpin pendukung Thaksin, Suporn Atthawong. Aksi pendukung Thaksin ini seperti unjuk rasa yang digelar anti-Thaksin Aliansi Rakyat untuk Demokrasi (PAD) saat mereka menduduki gedung pemerintahan dan bandara internasional di Bangkok.
Aksi PAD saat itu berakhir setelah pengadilan memutuskan membubarkan Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa dan melarang PM Somchai Wongsawat yang pro-Thaksin berpolitik selama lima tahun ke depan. Pendukung Thaksin menegaskan bahwa pembubaran PPP pada 2 Desember silam merupakan bentuk kudeta terselubung.
Mereka kini mendesak pembubaran parlemen. Pemilihan umum di Thailand saat ini tidak digelar hingga 2011 mendatang. Polisi menyatakan, jumlah pendukung Thaksin yang berunjuk rasa kemarin sebanyak 2.000 orang.Pemerintah Thailand saat ini berupaya menghindari bentrok antara demonstran dan aparat keamanan seperti yang terjadi pada 7 Oktober silam yang menewaskan dua orang dan melukai 500 orang lainnya.
Krisis politik di Thailand tampaknya akan terus berlarut- larut karena setiap pihak yang bertikai terus bersikeras dengan pendiriannya. Krisis ini semakin memperburuk kondisi ekonomi di Negeri Gajah Putih yang juga terkena imba s akibat gejolak ekonomi global. (AFP/AP/Rtr/andika h m)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/200538/
Pidato perdana Abhisit yang seharusnya berlangsung di gedung parlemen, harus dipindah ke Kantor Departemen Luar Negeri (Deplu) Thailand. Massa pendukung setia Thaksin menolak membukakan jalan masuk bagi PM Abhisit dan para anggota parlemen menuju gedung untuk bersidang dan mendengarkan pidato perdana Abhisit sebagai PM yang baru.
Ribuan massa berkaus merah ini telah menduduki gedung parlemen sejak Minggu (28/12) silam. Mereka berhasil menunda penyelenggaraan pidato PM Abhisit yang direncanakan berlangsung pada Senin (29/12) dan ditunda lagi hingga kemarin. Di sekitar gedung Deplu, ratusan loyalis Thaksin terus berusaha mengganggu jalannya pidato PM Abhisit.
Walau demikian, upaya mereka tak berhasil karena PM Abhisit tetap dapat berpidato selama 50 menit. Dalam pidatonya, PM Abhisit memaparkan garis besar rencana pemerintah dalam pemulihan ekonomi dan perbaikan politik dalam negeri yang terpecah-belah. Selain itu, dia menyinggung soal kekacauan di Thailand yang telah berlangsung empat tahun.
Abhisit berjanji memperbaiki citra Thailand di kalangan turis mancanegara dan dunia usaha. ”Pemerintahan ini menjabat di saat konflik.Konflik ini telah menjadi kelemahan negeri ini,” ujarnya Abhisit seraya mengatakan, krisis ekonomi global telah mengarahkan situasi dari buruk menjadi lebih buruk.
”Prioritas pemerintah kita adalah memulihkan ekonomi yang terpuruk dan memecahkan konflik antara masyarakat Thailand,”ucap perdana menteri lulusan Universitas Oxford ini. Abhisit berjanji, pemerintahannya akan mengembalikan Thailand ke kondisi normal dan menjadikan Negeri Gajah Putih itu mencapai kejayaan.
Sidang tersebut hanya dihadiri anggota parlemen dari partai koalisinya. Sementara anggota partai oposisi, termasuk pendukung Thaksin, memboikot sesi pidato tersebut. Para pendukung Thaksin mengaku akan tetap bertahan di gedung parlemen hingga pemerintahan PM Abhisit bubar dan tuntutan percepatan pemilu terkabul.
”Kami akan bertahan di gedung parlemen untuk menyusun aksi berikutnya. Pemerintah PM Abhisit tidak memiliki legalitas dan tidak berdasarkan konstitusi,” ujar pemimpin pendukung Thaksin, Suporn Atthawong. Aksi pendukung Thaksin ini seperti unjuk rasa yang digelar anti-Thaksin Aliansi Rakyat untuk Demokrasi (PAD) saat mereka menduduki gedung pemerintahan dan bandara internasional di Bangkok.
Aksi PAD saat itu berakhir setelah pengadilan memutuskan membubarkan Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa dan melarang PM Somchai Wongsawat yang pro-Thaksin berpolitik selama lima tahun ke depan. Pendukung Thaksin menegaskan bahwa pembubaran PPP pada 2 Desember silam merupakan bentuk kudeta terselubung.
Mereka kini mendesak pembubaran parlemen. Pemilihan umum di Thailand saat ini tidak digelar hingga 2011 mendatang. Polisi menyatakan, jumlah pendukung Thaksin yang berunjuk rasa kemarin sebanyak 2.000 orang.Pemerintah Thailand saat ini berupaya menghindari bentrok antara demonstran dan aparat keamanan seperti yang terjadi pada 7 Oktober silam yang menewaskan dua orang dan melukai 500 orang lainnya.
Krisis politik di Thailand tampaknya akan terus berlarut- larut karena setiap pihak yang bertikai terus bersikeras dengan pendiriannya. Krisis ini semakin memperburuk kondisi ekonomi di Negeri Gajah Putih yang juga terkena imba s akibat gejolak ekonomi global. (AFP/AP/Rtr/andika h m)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/200538/
Komentar