2009, Detik-Detik Runtuhnya Dominasi AS

Masa emas Amerika Serikat (AS) segera pudar seiring dengan semakin berkembangnya musuh-musuh negara itu, seperti Rusia, China, dan Iran.

Ketiga kekuatan dunia itu bakal menguatkan cengkramannya di berbagai belahan dunia seiring memudarnya peran dan posisi Washington di kancah pergaulan internasional. Ketiga musuh ideologis, historis, dan kepentingan AS juga telah menanamkan pengaruh mereka ke penjuru dunia. Diprediksi 2009 merupakan permulaan detik-detik runtuhnya dominasi AS di dunia ini.

Rusia, musuh perang AS selama perang dingin, disebut-sebut ingin mengambil posisi yang selama ini hilang dalam peranan geopolitik internasional. Rusia ingin mengembalikan kejayaan masa kegimalang Uni Soviet kedalam genggaman mereka. Hal itu bukan mustahil, karena Rusia memiliki pengalaman, sumber daya alam, manusia, dan ikatan ideologis yang masih mengakar di beberapa negara di dunia ini.

Kekuatan Rusia yang makin mendunia ketika Vladimir Putin menjabat presiden dan kini menjadi perdana menteri pun ambisi tersebut terus dilanjutkan. Putin ingin menyibak mitos yang selama ini berkembang bahwa dominasi dunia setelah perang dingin hanya dikuasai satu kubu, yaitu Washington. Berbagai gebrakan pun dilancarkan Rusia untuk menyangi Amerika sebagai “polisi dunia.”

Salah satu cara menggertak Washington, Rusia berani mengatakan kata “tidak.” Dalam perundingan tameng rudal AS yang bakal dibangun di Polandia dan Ceko, Moskow berulang kali mengatakan tidak, walaupun Washington menggunakan seribu alasan. Moskow juga menggunakan kata tidak, ketika Georgia ingin bergabung dengan NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara). Bahkan, Rusia berani menyerang Georgia ketika Washington mengatakan jangan menggunakan kekuatan militer.

Mengatakan tidak dan mengabaikan adalah satu cara Rusia untuk menunjukkan identitasnya sebagai negara yang memiliki kekuatan yang sama dengan AS. Berani berbeda pandangan bagi Rusia merupakan cara agar pemerintahannya tidak menjadi kaki tangan dan pengekor Washington.

Rusia juga mendekati negara-negara yang selama ini menjadi sekutu AS, terutama negara-negara Timur Tengah, seperti Saudi Arabia, Mesir, Turki, dan Kuwait. Putin berulang kali menyatakan bahwa Rusia merupakan bagian dari negara-negara Muslim karenan 15% penduduk negerinya beragama Islam. Menteri Luar Negeri Rusia menyatakan Rusia adalah bagian dari dunia Muslim.

Jelas sekali Rusia ingin sedikit demi sedikit mengurangi ketergantungan negara-negara Arab dengan AS. Selain negara-negara Arab, Rusia mendekati India dengan menjual berbagai perlengkapan militer. Rusia juga menjanjikan kerjasama nuklir dengan New Delhi. Selain, negara-negara Amerika Latin yang memiliki ikatan ideologi dengan Rusia juga digaet. Kerjasama dengan mereka pun ditingkatkan, baik militer, ekonomi, dan bantuan kemanusiaan.

Dalam peringatan kemenangan Perang Dunia II atas Pasukan Nazi Jerman beberapa waktu lalu, Presiden Rusia Dimitry Medvedev memperingatkan Rusia akan melawan ambisi yang tidak bertanggungjawab yang memicu konflik di berbagai benua di dunia ini. Rusia harus menunjukkan keseriusannya dalam usaha menekan kebencian rasis dan agama yang mengaju pada teror idelogis beserta ekstrimis. Mereka mencoba mengganggu hubungan dengan negara lain, dan mengganggu wilayah-wilayah perbatasan.

Rusia juga terus meningkatkan anggaran belanja militer bertujuan memperkuat kekuatan pertahanan. Moskow mengembangkan kemampuan rudal yang mampu terbang menjangkau wilayah-wilayah sekutu AS. Rusia memang gencar mengembangkan sistem tameng rudal untuk mengimbangi pertahanan rudal AS.

“Kita tidak mengijinkan adanya kekerasan yang merusak undang-undang internasional. Padahal hukum internasional itu menjamin keamanan kehidupan masyarakat berbagai dunia,” ujar Medvedev.

Sebelumnya, sebuah laporan Dewan Intelijen Amerika Serikat (NIC) menyebutkan kekuatan Negeri Paman Sam tersebut bakal berangsur pudar hingga 2025. Laporan yang muncul di media pada akhir November lalu tersebut, menyebutkan prediksi tentang melemahnya pengaruh AS secara global. Dengan konsekuensi logis, dunia akan berada dalam keadaan bahaya dengan ditandai kelaparan dan pengembangan program senjata berbahaya, diantaranya, nuklir.

Menurut Deputi Direktur Analisis NIC Tom Fingar, jurang pemisah antara antara AS dan negara lainnya akang berkurang. Dia mengutarakan, momentum satu blok berakhir. Dalampaoran ”Global Trends 2025, NIC memperkirakan, dominasi politik, ekonomi, dan militer AS sepertinya menurun dalam 20 tahun mendatang. NIC menyebut China, India, dan Rusia yang akan menjadi pesaing sekaligus penghalang kuat dari ambisi AS tersebut.

NIC memperkirakan China dan India akan turut serta dala menciptakan model ekonomi baru. Kedua negara itu akan bergabung bersama AS membentuk multipolar (multi blok) dan saling berkompetisi untuk saling mempengaruhi negara-negara di dunia. Sementara itu potensi Rusia untuk bergabung dalam multipolar tidak begitu besar. Namun, NIC memperkirakan Iran, Turki, dan Indonesia kemungkinan besar ingin mendapatkan pengaruh di dunia sama halnya dengan China dan India. (andika hendra mustaqim)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford