Rice: Krisis Telah Usai

PARIS(SINDO) – Sudah saatnya krisis Georgia berakhir.Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Condoleezza Rice menyerukan ucapan itu kemarin. Dalam perjalanannya menuju Tbilisi atas perintah Presiden AS George W Bush,Rice sempat berhenti di Prancis dan bertemu Presiden Prancis Nicolas Sarkozy untuk membahas konflik antara Rusia–Georgia.

”Sudah saatnya krisis ini berakhir,” tandas Rice, yang akan terbang ke Tbilisi dengan membawa dokumen gencatan senjata yang disusun Prancis. Sebelumnya, Rice menyatakan Washington lebih memilih berpihak kepada Georgia ketimbang Rusia.

”Ketika kita harus memilih,AS sangat jelas akan memihak pemerintahan demokratis Georgia,” ungkap Rice, menanggapi pertanyaan yang dirilis Menlu Rusia Sergei Lavrov beberapa jam sebelumnya. Lavrov menekan Washington untuk memilih ”hubungan baik”dengan Moskow atau ”hubungan menyesatkan” dengan Georgia terkait konflik South Ossetia.

Rusia geram dengan sikap ”bermuka ganda”AS dalam kebijakan penanganan konflik Rusia- Georgia. Lavrov menyebut Georgia sebagai proyek khusus bagi AS. ”Kami sadar bahwa AS sangat tidak nyaman dalam proyek ini. Namun, pilihan tetap harus diambil antara pertimbangan prestise hubungan khayalan dan pertemanan nyata yang membutuhkan upaya kolektif,’’ kata Lavrov kepada televisi Rusia.

Lebih lanjut Rice mengatakan, Rusia dalam ancaman isolasi dari komunitas internasional jika tidak mematuhi perjanjian gencatan senjata yang telah disepakati. ”Jika Rusia semakin meningkatkan eskalasi peperangan,isolasi dan konsekuensi diplomatik terhadap Rusia akan semakin digencarkan,” ungkapnya.

Rusia dan Georgia membawa konflik mereka atas wilayah South Ossetia ke forum perlucutan senjata Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kemarin. Sebagaimana yang sudah-sudah,di forum itu pun kedua negara ini saling tuding melanggar hukum internasional dan peraturan tentang kemanusiaan.

Wakil permanen Georgia untuk PBB Giorgi Gorgiladze pada pertemuan Konferensi Perlucutan Senjata di Jenewa, Swiss, kemarin mengatakan Rusia telah menahan operasi bantuan di kawasan konflik. Sebaliknya, wakil Rusia Valery Loschinin menyebut aksi militer Georgia di South Ossetia jelas-jelas sebuah pembersihan etnis yang melanggar undang-undang internasional.

Sementara Duta Besar Prancis untuk Georgia Eric Fournier mengatakan, Rusia telah berjanji akan menarik semua pasukannya dari Gori hari ini.”Rusia telah berjanji akan meninggalkan Gori besok (hari ini). Kami harus mengawasi bahwa janji ini akan ditepati,”ujar Fournier, yang negaranya berada di balik kesepakatan gencatan senjata Rusia–Georgia.

Seorang anggota parlemen Uni Eropa (UE) juga menekankan penarikan yang dijadwalkan hari ini tersebut. ”Jenderal Rusia (di Gori) mengatakan, tentaranya akan pergi pada Jumat (15/8).Jadi, pada hari itu,saya akan pergi ke Gori untuk membuktikan apakah kata-kata mereka itu benar,” tutur Anne Marie Isler Beghin, yang akan memimpin delegasi parlemen UE ke Georgia.

Pemimpin pemberontak di South Ossetia dan Abkhazia berikrar untuk tetap memperjuangkan kemerdekaan dari Georgia.Pernyataan ini diungkapkan setelah para pimpinan pemberontak itu menggelar dialog dengan Presiden Rusia Dmitry Medvedev. ”Kami akan mendapatkan kemerdekaan sesuai peraturan hukum internasional.

Saya tidak tahu kapan,tapi ini sangat realistis,”ujar pemimpin South Ossetia Eduard Kokoity di Moskow kemarin. ”Tujuan (kemerdekaan ini) telah disusun dan kami sedang menuju ke arah sana bersama-sama. Kami rasa kesempatannya sangat bagus,” tandas pemimpin Abkhazia Sergei Bagapsh. (AP/AFP/Rtr/CNN/ andika hendra m)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/international/rice-krisis-telah-usai-3.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford