Jurnalisme Kebinekaan Jadi Solusi di Era Pandemi, Polarisasi dan Disrupsi
Andika Hendra Mustaqim
Ketika saya diundang oleh Kementerian Luar Negeri Australia pada tahun 2015 silam untuk berkunjung ke Negeri Kanguru, saya pernah ditanya oleh komunitas jurnalis Australia tentang konsep jurnalisme seperti apa yang mampu mempersatukan bangsa Indonesia hingga tetap bersatu dan kokoh? Saya langsung menjawab, “kebinekaan journalism”. Saya sengaja tidak menerjemahkan kebinekaan dengan diversity, karena menurut saya kebinekaan lebih luas dan lebih dalam dibandingkan dengan diversity.
Pose bersama redaksi KORAN SINDO saat rapat redaksi di Jakarta. Bekerja di ranah media perlu mengembangkan "Jurnalisme Kebinekaan" untuk mengedepankan persatuan dan kemajuan negara dan bangsa. |
Konsep jurnalisme kebinekaan bukan asal jawab, atau ide spontanitas. Saya pernah memikirkan konsep tersebut sejak menjadi jurnalis di salah satu harian di Denpasar, Bali pada 2006 dulu hingga hijrah ke ibu kota. Berdasarkan pengalaman dan refleksi saya, jurnalisme kebinekaan merupakan ruh dari aktivitas jurnalisme di Indonesia dalam berkontribusi dalam pembangunan ekonomi hingga konstruksi peradaban bangsa Indonesia. Jurnalisme kebinekaan menjadi salah satu pilar penting dalam sistem kebangsaan dan menjadi bagian dari nasionalisme dan patriotisme. Dengan jurnalisme kebinekaan, jurnalis di Indonesia selalu mengedepankan kepentingan keindonesiaan, dibandingkan kepentingan kelompok. Itulah penjelasan saya di depan sekumpulan jurnalis Australia.
Saya sebenarnya pernah
berpikir untuk menyusun disertasi tentang jurnalisme kebinekaan saat kuliah
program doktor ilmu komunikasi di Universitas Indonesia. Namun, diskusi dengan
promotor menjadikan saya membatalkan ide tersebut. Konsep jurnalisme kebinekaan
pun masih terus kembangkan untuk menjadi sebuah buku. Saat saya mengajar di
beberapa universitas swasta di Jakarta, saya juga selalu menyampaikan materi
tentang jurnalisme kebinekaan dalam satu pertemuan dan membangun diskusi yang
interaktif dengan para mahasiswa.
Pada dasarnya, jurnalisme
kebinekaan merupakan bagian dari nilai dan jati diri yang sudah terpatri dalam
jiwa para jurnalis di Indonesia. Itu dikarenakan jurnalis merupakan bagian dari
kesatuan bangsa Indonesia. Itu menjadikan jurnalisme kebinekaan juga menjadi
bagian dari kesadaran yang terpatri pada jurnalis di Indonesia. Itu juga
terwujud dalam kode etik jurnalis baik versi Persatuan Wartawan Indonesia
(PWI), Aliansi Jurnalis Indepeden (AJI) hingga pedoman media siber versi Dewan
Pers.
Kini yang menjadi
tantangan dalam jurnalisme kebinekaan adalah perkembangan zaman di mana dunia
mengalami pandemi virus korona (Covid-19) dan tantangan disrupsi teknologi hingga
polarisasi politik. Saya menjamin bahwa jurnalisme kebinekaan akan terus hidup
dan berkembang. Kenapa? Pandemi dan teknologi hanya akan mempengaruhi aspek
luar dalam perkembangan jurnalisme di Indonesia, seperti model bisnis, hingga transformasi
digital. Padahal, jurnalisme kebinekaan adalah konstruksi ideologi dan nilai
yang juga terwujud dalam praktek jurnalisme.
Perkembangan teknologi seharusnya menjadi kesempatan untuk memperkuat jurnalisme kebinekaan bagi para insan jurnalis di seluruh dunia. Teknologi bukan menjadi penghalang, tetapi menjadi alat untuk menjadikan digitalisasi sebagai media untuk mendukung perkembangan jurnalisme kebinekaan. Pengaruh dan kekuatan media sosial seharusnya dimanfaatkan untuk memperkuat jurnalisme kebinekaan sebagai fondasi utama.
Jurnalisme kebinekaan
juga menjadi kekuatan untuk meredam dan melawan hoaks dan disinformasi di
tengah politik polarisasi dan populisme yang menghangat di Indonesia. Sebagai
kekuatan nilai, itu juga bisa ikut membangun tatanan kehidupan berbangsa yang
harmonis dan damai dengan mendorong tumbuhnya semangat kebinekaan. Penguatan
jurnalisme kebinekaan menjadikan signifikan untuk membantu penanganan pandemi
di mana jurnalis adalah garda depan untuk menyakinkan publik dalam mendukung
vaksinasi dan berbagai program pemerintah.
Komentar