Rusuh, Garda Nasional AS Diterjunkan


Grafis: KORAN SINDO/ Ailsa Sarah
WASHINGTON – Pemerintah Negara Bagian North California memberlakukan status darurat di Charlotte, menyusul kerusuhan saat demonstrasi memprotes penembakan warga kulit hitam oleh polisi.

Gubernur North California, Amerika Serikat (AS) Pat Mc- Crory meminta Garda Nasional dan pasukan patroli jalan tol untuk membantu polisi di Charlotte agar memelihara keamanan dan ketertiban. McCrory mengatakan, Garda Nasional akan membantu penegakan hukum.

”Segala bentuk kekerasan terhadap polisi dan warga kita atau perusakan properti tidak bisa ditoleransi,” kata McCrory pada Rabu (21/9), dilansir Reuters . Sebelumnya Kepala Polisi Charlotte Kerr Putney mengatakan, korban penembakan saat demonstrasi dilaporkan tewas. Namun, pejabat Kota Charlotte menyatakan, korban tidak tewas, tetapi dalam kondisi kritis di rumah sakit.

Mereka juga mengatakan, satu warga lainnya juga tertembak oleh warga sipil, bukan polisi. ”Kita mencoba membubarkan kerumunan massa. Kita sudah cukup bersabar,” kata Putney, kepada Fox News . ”Tapi, para demonstran bertindak agresif. Mereka melempari botol ke arah polisi. Saat ini kita sedang memperbaiki ketertiban,” imbuhnya. Titik ketegangan di Charlotte ketikapolisimenembakmatiwarga kulit hitam, Keith Scott,43, pada Selasa lalu.

Polisi menyatakan, Scott menolak perintah untuk menjatuhkan senjata. Tapi menurut keluarganya, Scott sedang memegang buku, bukan senjata. Otoritas pun belum merilis video insiden tersebut. Persatuan Kebebasan Sipil Amerika (ACLU) menyarankan polisi untuk merilis video rekaman insiden penembakan.

Setiap mobil patroli polisi pasti dilengkapi kamera. Apalagi, ada kewajiban petugas polisi membawa kamera yang menempel di seragam mereka. Walikota Charlotte Jennifer Roberts mengatakan, dia berencana melihat rekaman tersebut. Namun, dia memberi tanda akan merilis video itu ke publik.

”Kita meminta diungkapnya seluruh fakta yang ada,” katanya. Pusat kerusuhan terletak di EpiCentre, dekat kantor kepolisian dan pusat hiburan Charlotte, pada Rabu malam (21/9) waktu setempat. Para demonstran juga bergerak di dekat Hotel Omni Charlotte dan dihadang polisi. Aparatkeamananmenembakkan peluru karet, mercon merica, dan gasairmatauntukmembubarkan aksi demonstrasi.

Konfrontasi justru semakin intensif saat polisi membawa tameng, berusaha menekan para demonstran. Pengunjuk rasa menghancurkan kaca dan pintu di Hotel Hyatt di mana dua pegawai dipukul. Slogan ”Black Lives Matter ” ditulis demonstran di jendela hotel. Kemudian, beberapa demonstran dilaporkan menjarah toko makanan.

Roberts mengaku sangat terkejut karena terjadi demonstrasi diwarnai kekerasan sejak Selasa malam (20/9). Sebanyak 16 polisi terluka. Dia mengungkapkan, Charlotte merupakan kota yang bekerja keras untuk membangun hubungan polisi dan komunitas dengan baik.

”Kita telah menjadi model dalam kebijakan komunitas. Kita juga telah melatih petugas kepolisian,” kata Roberts kepada BBC. ”Kita berharap kita bisa mengakhiri demonstrasi yang diwarnai kekerasan secepatnya. Kita berharap bisa menggelar aksi dengan damai dan kembali berdialog,” tuturnya. Demonstrasi serupa juga terjadi di Tulsa, Oklahoma, setelah penembakan terhadap kulit hitamolehpolisipekanlalu.

Insiden itu terekam kamera dan tersebar ke publik. Presiden AS Barack Obama sudah menghubungi walikota Tulsa dan Charlotte untuk mengetahui perkembangan terakhir mengenai demonstrasi. Banyaknya penembakan warga kulit hitam oleh polisi menunjukkan prasangka rasial yang masih kuat dalam penegakan hukum di AS.

Serangkaian aksi demonstrasi itu sebenarnya menuntut akuntabilitas atas pembunuhan terhadap warga kulit hitam. Kajian yang dirilis Center for Policing Equity pada Juli lalu menunjukkan, kekerasan terhadap warga kulit hitam yang dilakukan polisi ternyata tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan perlakuan terhadap warga kulit putih.

Penelitian itu menjadi perhatian penuh Pemerintah AS di tingkatan federal hingga negara bagian. Presiden Obama meminta rakyatnya agar tidak memandang negara terbelah dalam kelompok yang saling berlawanan pada Juli lalu, selepas insiden penembakan polisi Dallas, Texas, sebagai aksi balas dendam.

Dia meyakini bahwa Amerika bukan sebagai bangsa yang terpecah seperti banyak orang mengatakan. Obama juga mengungkapkan, pemerintahannya bisa mengatasi ketegangan ras yang sedang berlangsung. ”Ketika kita mulai menganggap pandangan adanya polarisasi yang dahsyat, dan kita kembali ke situasi 1960-an, itu jelas tidak benar,” kata Obama.

andika hendra m

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford