Kapal Kargo Super Sekali Berlayar Habiskan Rp2,4 Triliun

KORAN SINDO/MASHUDI

SEOUL – Seperti tidak ada kata berhenti dalam sengitnya persaingan industri pelayaran kapal peti kemas dunia.

Kendati dihadapkan pada masa suram akibat kelesuan ekonomi, perang teknologi dan kapasitas terus berlangsung. Menurut perkiraan firma VesselsValue, setidaknya 76 kapal kargo super saat ini sedang diproduksi dengan kemampuan membawa kontainer hingga 21.000 TEU (twenty-foot equivalent unit).

Kapal Triple E milik AP Moller- Maersk Group (Maersk) menjadi salah satu kapal kontainer yang meramaikan kerasnya persaingan industri ini. Dengan panjang 400 meter dan beroperasi sejak Juli 2013 silam, kapal yang dibuat Daewoo Shipbuilding itu hilir mudik melintasi samudra Asia-Eropa. Maersk menyodorkan kontrak USD3,8 miliar untuk memproduksi 21 kapal Triple E kepada Daewoo.

Kapal selebar 59 meter ini mampu mengangkut lebihdari 2.500kontainerdengansekali perjalanan menelan ongkos hingga USD185 juta atau Rp2,4 triliun. ”Jika Anda ingin menjadi kapten dan perusahaan memintanya, semua orang akan bangga. Jika tidak, saya pikir mereka berbohong,” kata Dick S Danielsen menggambarkan kebanggaannya sebagai kapten kapal Triple E, seperti dikutip Reuters , kemarin.

Triple E bersandar di Pelabuhan Shanghai, Sabtu (24/9) sebelum memulai perjalanannya kembali. Maersk Triple E memang bukan lagi kapal peti kemas terbesar di dunia. Status itu dengan cepat tergusur oleh kapal-kapal ultrabesar lainnya semacam Barzan, kapal kargo milik United Arab Shipping Co yang diluncurkan pada Juli 2015.

Menurut produsennya, Barzan diklaim memiliki emisi karbon lebih sedikit dibandingkan Triple E. Kapal super itu didesain dan diproduksi oleh Hyundai Heavy Industry di Mokpo, Korsel. Dengan berat mati 199.744 ton, kapal super itu juga beroperasi di Asia-Eropa. Namun pengakuan atas kapal peti kemas terbesar saat ini masih milik MSC Oscar.

Bersama ”saudaranya”, MSC Zoe and MSC Oliver, kapal milik perusahaan Mediterranean Shipping Company(MSC) asalSwissitumemiliki kapasitas angkut hingga 19.244 TEU. Menurut VesselsValue, di lautan lepas sekarang ini setidaknya ada 45 kapal kargo super besar yang berlayar dengan kemampuan daya angkut kontainer mencapai 18.000 TEU.

Makin sengitnya persaingan di industri ini juga menjadikan Maersk bukan lawan pemain utama. Kebesarannya selama beberapa tahun sudah disalip MSC, COSCO Holdings dari China, dan United Arab Shipping Co. Perusahaan perkapalan berlomba untuk memiliki dan menghadirkan kapal kargo terbesar.

Mereka ingin saling mengalahkan dan menunjukkan diri perusahaan paling hebat yang memiliki kapal peti kemas ultra large . Namun buntut dari kerasnya persaingan tersebut menjadikan industri ini juga meredup. ”Krisis itu disebabkan perbuatan sendiri dalam sektor kapal kargo super,” kata Olaf Merk, administrator perkapalan dan pelabuhan di Forum Transporasi Internasional, lembaga think tank yang menjadi bagian dari Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), dilansir Reuters .

”Itu menjadi kompetisi untuk memiliki kapal terbesar. Faktanya bahwa mereka tidak bisa menghadirkan kapal super tersebut,” sambung dia. Apakah persaingan tetap memicu hadirnya kapal kargo super? Menurut Dick Danielsen, persaingan untuk memproduksi dan memiliki kapal berukuran besar tidak akan berhenti.

”Perusahaan tersebut akan terus memproduksi kapal besar di tengah kelebihan kapasitas. Saya percaya diri sebelum pensiun akan berada di kapal dengan panjang mencapai 450-500 meter,” paparnya. Tidak dimungkiri kehadiran kapal kargo super itu kini disalahkan karena memberikan kontribusi besar terhadap kelebihan kapasitas yang menjadikan industri perkapalan mengalami guncangan. Itu terbukti dengan hancurnya perusahaan Hanjin asal Korsel.

Pada 2011, biaya pengiriman kargo menurun menjadi 30%. Tetapi pertumbuhan kapasitas kargo justru menurun karena persaingan tarif dan banyak perusahaan yang saling mengejar keuntungan. ”Musim semi ini, 7,4% kapal kontainer di seluruh dunia tidak beroperasi,” demikian data yang diungkapkan Alphaliner.

Menghadapi krisis di industri perkapalan kontainer, Maersk sudah menyiapkan rencana dengan membangun aliansi. Dengan memiliki armada lebih dari 600 kapal, Maersk akan fokus pada operasional logistik dan transportasi. Mereka juga akan memisahkan operasional di sektor energi, Maersk Oil dan tiga perusahaan terkait.

”Memisahkan bisnis logistik dan transportasi kita dan bisnis minyak akan memudahkan fokus ke pasar,” kata Chairman Maersk Michael Pram Rasmussen. Kedua sektor industri itu, kata dia, memiliki lingkungan fundamental dan kompetitif.

Solusi berbeda justru ditawarkan Justin Fox, kolumnis Bloomberg. Persaingan kapal super memang bisa menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kebangkrutan Hanjin. ”Mungkin perusahaan perkapalan bisa mencoba memesan kapal yang lebih kecil untuk bisa bertahan,” katanya.

andika hendra m
http://koran-sindo.com/news.php?r=0&n=1&date=2016-09-27

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford