Ukraina Kembali Rusuh, 26 Tewas
KIEV – Kerusuhan di Ukraina kembali pecah. Demonstran bersenjata kemarin menyerbu barikade polisi di Kiev, Ukraina, yang mengakibatkan sedikitnya 26 orang tewas. Kekerasan itu hanya beberapa jam setelah gencatan senjata yang diajukan oleh Presiden Victor Yanukovych.
Para demonstran yang mengenakan masker itu melempari polisi yang berjaga di Lapangan Maidan, pusat demonstrasi, dengan bom molotov dan batu. Upaya itu berhasil memaksa polisi menarik mundur dari episentrum gerakan demonstrasi.
Polisi langsung memberikan perlawanan serius yang mengakibatkan puluhan demonstran harus meregang nyawa di antara tembakan. Banyak jenazah pengunjuk rasa yang bergelimpangan di Lapangan Maidan. Tidak jelas dari pihak mana yang menggunakan peluru tajam dalam kerusuhan tersebut. Polisi mengklaim hanya menggunakan peluru karet dalam melawan para demonstran.
AFP melaporkan sedikitnya 25 demonstran tewas. Jenazah para pengunjuk rasa yang umumnya mengalami luka tembak ditemukan di Lapangan Maidan dan kantor pos Kiev. Kementerian Dalam Negeri Ukraina mengungkapkan seorang polisi tewas mengalami luka tembak, sedangkan 29 petugas keamanan lainnya terluka. Bertambahnya jumlah korban tewas itu mengakibatkan sedikitnya 54 orang terbunuh sejak kerusuhan yang pecah pada awal pekan ini.
Kantor-kantor pemerintah yang berada di dekat Lapangan Maidan langsung mengevakuasi seluruh para pegawainya. Sidang parlemen langsung diakhiri setelah kerusuhan pecah. Suasana Kiev benar-benar mencekam. Kerusuhan juga menjalar ke kota-kota lainnya di Ukraina.
Kerusuhan pecah setelah genjata senjata yang diajukan oleh Presiden Viktor Yanukovych. Tragedi berdarah itu juga pecah ketika Yanukovych menggelar pertemuan dengan menteri luar negeri Prancis dan Jerman. Tidak ada terobosan dalam pertemuan itu karena Yanukovych tetap bersikeras dengan kebijakannya.
Sebenarnya Yanukovych sepertinya ingin menyelesaikan krisis politik di Kiev dengan operasi “anti-teror” pada Rabu (19/2) lalu. Dia juga memecat panglima militer karena menolak bertindak represif terhadap para demonstran. Sebelum memilih jalur kekerasan, Yanukovych mengundang para pemimpin oposisi, termasuk mantan petinjuk kharismatik Vitali Klitschko, untuk duduk dalam satu meja, tetapi tidak menemukan solusi.
“Mereka (demonstran) bekerja dalam kelompok yang terorganisir. Mereka menggunakan senjata api, termasuk senjata penembak jitu,” tuding Yanukovych. “Sejumlah polisi tewas dan aparat keamanan terluka mencapai uluhan,” klaimnya.
Dalam insiden kemarin, para demonstran kembali menguasai Lapangan Maidan. Sementara itu, pemimpin oposisi Vitaly Klitschko, mengungkapkan genjatan senjata telah dilanggar. Banyak aktivis yang mengungkapkan banyak para demonstran yang ditangkap oleh aparat keamanan.
Perang Dingin Kembali Pecah?
Kerusuhan Ukraina yang dilatarbelakangi konflik kepentingan antara Rusia dan Amerika Serikat (AS) serta aliansinya memicu pecahnya kembali Perang Dingin. Baik Moskow dan Washington saling berebut pengaruh di Ukraina. Kiev pun menjadi pertaruhan yang sangat berharga bagi kedua kubu itu.
Presiden AS Barack Obama mengungkapkan pendekatan yang digunakan AS tidak melihat Ukraina sebagai papan catur Perang Dingin di mana Washington berkompetesi dengan Rusia. “Tujuan kita adalah membuat yakin rakyat Ukraina untuk membuat keputusan untuk mereka sendiri dan untuk masa depan mereka,” kata Obama dikutip Reuters.
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) mencekal 20 pejabat senior Ukraina karena terlibat dalam kerusuhan berdarah. Para pejabat yang dicekal visanya itu dianggap brtanggungjawab dan menyetujui terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Uni Eropa juga diperkirakan akan menjatuhkan sanksi serupa bagi para pejabat Ukraina.
Rusia kemarin mengkritik keras sanksi AS dan Eropa terhadap para pejabat Ukraina. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Ukraina, Alexander Lukashevich, mengungkapkan sanksi itu sangat tidak memiliki legitimasi dan hanya akan memicu konfrontrasi lebih lanjut di Ukraina.
Sedangkan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, mengungkapkan sanksi itu sebagai pemerasan. “Uni Eropa sedang mempertimbangkan sanksi, tetapi mereka juga datang ke Kiev,” katanya saat berkunjung di Baghdad, Irak.
Kekhawatiran semua pihak adalah pecahnya perang sipil di Ukraina. Lavrov mengungkapkan ekstrimis dan kelompok garis keras Ukraina berusaha memicu perang sipil. Hal senada dengan Lavrov diungkapkan Perdana Menteri Polandia, Donald Tusk. Dia khawatir jika konflik Ukraina berubah menjadi perang sipil antara wilayah Ukraina barat yang berpihak keEropa dan wilayah Ukraiana timur yang berpihak ke Rusia.
Sementara itu, Perdana Menteri (PM) Rusia Dmitry Medvedev meminta agar Ukraina tidak menjadi “pengeset kaki”. “Kita membutuhkan mitra yang mampu bekerja di Ukraina agar memiliki legitimasi, sehingga orang tidak menggosokkan kakinya di pemerintah seperti pengeset kaki,” kata Medvedev dalam rapat kabinet. Dia meminta Ukraina harus melindungi rakyat dan struktur keamanan.
Medvedev berjanji kalau Rusia akan memenuhi semua janji yang pernah diucapkan termasuk bantuan senilai USD15 miliar Rp210,431 triliun kepada Presiden Yanukovych. Pada pekan ini, Moskow telah mengucurkan USD2 miliar atau Rp23,38 triliun kepada Kiev. (andika hendra m)
Komentar