PM Yingluck Membela Diri

BANGKOK – Perdana Menteri (PM) Yingluck Shinawatra kemarin mengklaim tidak bersalah atas kasus korupsi skema subsidi beras yang dituduhkan kepadanya. Klaim tersebut seiring dengan tekanan dari kubu oposisi yang memintanya untuk mengundurkan diri. Selama empat bulan lamanya, Yingluck menghadapi demonstrasi massal dari demonstran anti-pemerintah. Tapi, dia bersikukuh menolak untuk mundur dan memenuhi tuntutan para demonstran anti-pemerintah untuk membentuk “dewan rakyat”. Adik mantan PM Thaksin Shinawatra itu juga semakin tersudutkan dengan kasus korupsi yang menjeratnya. Yingluck mempertanyakan penyidikan Komisi Anti-Korupsi Nasional (NACC) mengenai skandal skema subsidi beras yang terlihat dipaksakan. “Saya menegaskan kembali kalau saya tidak bersalah atas tuduhan NACC,” kata Yingluck dalam akun Facebook-nya. “Meskipun saya dituduh dengan dakwaan criminal dan ancaman penggulingan kekuasaan, saya akan tetap bekerjasama untuk menyampaikan fakta-fakta.” Yingluck meminta NACC tidak tergesa-gesa untuk melakukan penyelidikan itu. Itu menguntungkan orang yang ingin menggulingkan pemerintah. “Padahal, laporan terhadap pemerintahan sebelumnya masih dalam proses investigasi,” kritiknya. NACC sebelum mengklaim Yingluck telah mengabaikan peringatan kalau skema subsidi beras akan memicu korupsi dan merugikan banyak pihak. Dia akan mendengarkan dakwaan NACC pada 27 Februari mendatang. Selama ini, skema subsidi yang kontroversial itu memberikan jaminan bagi petani untuk mendapatkan harga beras di atas harga pasaran. Ternyata itu justru memicu korupsi dan mengakibatkan banyak beras yang tidak dijual ke pasaran. Banyak pihak menuding skema subsidi beras itu sebagai alat politik untuk membeli loyalitas para pemilih pedesaan agar berpihak kepada Yingluck. Meskipun, dia mengklaim kebijakan itu untuk meningkatkan kehidupan para petani. Sementara itu, kebijakan Yingluck yang dipermasalahkan adalah perintah pemerintah untuk menggunakan kekuatan bersenjata melawan demonstran anti-pemerintah. Pengadilan Sipil Thailand telah melarang pemerintah menggunakan pendekatan kekerasan. Keputusan pengadilan itu sebagai respon atas sikap represif aparat terhadap pengunjuk rasa pada Selasa (18/2) lalu. Upaya itu membatasi pemerintah mengatasi aksi demonstrasi yang masih terus berlanjut dan telah mengakibatkan 16 orang tewas baik dari pihak polisi dan demonstran. Dengan keputusan pengadilan itu, Polisi Thailand akan mengedepankan negoisasi dalam pembubaran demonstran. Menurut Kepala Polisi Nasional Thailand, Adul Saengsingkaew, polisi tetap akan menangkap buronan yang membuat kerusuhan, termasuk para pemimpin demonstran. Sedangkan juru bicara militer Kolonel Werachon Sukondhapatipak mengungkapkan mereka tidak akan mengintervensi kebijakan polisi dalam melaksanakan langkah-langkah penegakan keamanan. “Kita hanya memberikan dukungan bagi polisi,” kata Reuters. Sementara itu, para demonstran anti-pemerintah kemarin bukan hanya berunjuk rasa di kantor pemerintahan semata, tetapi di kantor bisnis yang terkait dengan keluarga Shinawatra. Sekitar 500 demonstran berunjuk rasa di depan kantor SC Asset Corp, perusahaan property milik keluarga Thaksin. “Kita akan menyerang seluruh bisnis Shinawatra,” kata pemimpin demonstran, Suthep Thaugsuban. Para demonstran meminta rakyat Thailand untuk memboikot seluruh produk perusahaan yang terkait dengan bisnis Shinawatra. Tapi, seruan itu sepertinya sangat mustahil karena lingkaran bisnis keluarga Thaksin telah menghegemoni rakyat Negeri Gajah Putih itu. Sebelum menjabat sebagai PM, Yingluck merupakan pimpinan SC Asset Corp. Dia melepaskan jabatan di bisnisnya setelah dia mendapatkan kemenangan pada pemilu 2011 lalu. (andika hendra m)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford