Petani Thailand Batal Blokade Bandara
AYUTTHAYA – Ribuan petani yang marah kemarin menyerukan ancaman untuk memblokade bandara Suvarnabhumi di Bangkok, Thailand. Namun, upaya itu batal seiring dengan janji pemerintah untuk membayar subsidi beras bagi petani.
Aksi itu sebagai puncak kemarahan petani yang dirugikan dalam program skema subsidi beras yang digulirkan Perdana Menteri (PM) Thaksin Shinawatra. Ribuan petani itu mengendarai traktor dari berbagai wilayah di Thailand menuju Bangkok. Aksi 800 traktor dan 3.000 petani itu memacetkan jalanan menuju Bangkok. Awalnya mereka berniat untuk melumpuhkan bandara seperti demonstrasi massal yang pernah terjadi pada 2008 silam. Thailand sangat trauma dengan blokade itu yang melumpuhkan bandara dan memaksa ribuan wisatawan terjebak di dalam bandara.
Namun, ketika mereka tiba di Bangkok utara, mereka sepakat untuk kembali ke daerahnya setelah mencapai kesepakatan dengan pemerintahan Yingluck. Media lokal melaporkan para petani telah mendapatkan janji dari pemerintah akan membayar subsidi pada pekan depan.
Mantan anggota parlemen, Chada Thaiseth, memimpin konvoi traktor para petani itu di Provinsi Ayutthaya. “Pemerintah akan membayar subsidi beras pada pekan depan. Para petani akan kembali ke rumah sekarang. Mereka akan menunggu apakah pemerintah akan membayar sesuai dengan janji atau tidak,”kata Chada kepada Reuters. Dia mengancam, jika pemerintah tidak memenuhi janji, para petani akan kembali bersiap untuk memblokade bandara.
Pembayaran subsidi beras itu akan dilakukan melalui Bank for Agriculture and Agricultural Cooperatives. Untuk membayar subsidi itu, pemerintah akan menjual surat obligasi untuk membayar beras petani itu. Langkah itu sepertinya akan memicu kritik tajam dari berbagai kalangan.
Kebijakan subsidi beras memang menjadi dilema bagi Yingluck. Pemerintah harus membayar beras petani dengan harga 50% lebih tinggi di bandingkan harga pasaran. Menurut kubu oposisi, kebijakan itu merupakan bentuk suap dari Yingluck kepada petani agar memberikan dukungan politik. Para pemimpin oposisi mengungkapkan subsidi beras itu mengakibatkan kerugian sebesar 200 juta bath atau Rp71,84 miliar per-tahun. Itu juga terbukti karena dia dapat berkuasa dengan mudah pada 2011 dan mendapatkan dukungan luas di wilayah Thailand utara dan timur laut.
Awalnya, kebijakan subsidi beras itu berjalan lancar. Seiring dengan ketidak-stabilan politik menjadi kebijakan itu mendapatkan banyak kritik dan cibiran. Pemerintah menunda membayar beras hasil panen padi petani pada tahun lalu karena kurangnya dana. Merasakan dirugikan, petani pun marah dan turun ke jalanan.
“Cukup sulit bagi saya. Pemerintah berhutang sebesar 350.000 bath (Rp125,77 juta,” kata Virat Pennapa, 43, petani yang berasal dari Provinsi Uthai Thaini. Untuk menagih janjinya, dia pun ikut konvoi dengan menggunakan traktor. “Saya harus membayar pupuk, buruh dan kebutuhan sehari-hari,” keluhnya.
Parahnya lagi, skema subsidi beras itu mengakibatkan menumpuknya cadangan beras di gudang-gudang. Beras tidak dapat diekspor karena Thailand juga telah kalah berkompetisi dalam pasar beras internasional.
Sebelumnya Komisi Anti-Korupsi Nasional (NACC) telah meluncurkan penyidikan atas kelalaian pemerintahan Yingluk terkait kebijakan beras itu. Jika dinyatakan bersalah, maka adik mantan PM Thaksin Shinawatra dapat digulingkan dari kekuasaan dan dilarang berpolitik selama lima tahun.
Sementara itu, ribuan polisi kemarin mengamankan demonstrasi yang hanya diikuti 500 pengunjuk rasa di Pusat untuk Pemeliharaan Perdamaian dan Ketertiban (CMPO). Lembaga itu merupakan otoritas yang mengatur status darurat. (andika hendra m)
Komentar