Balita Ditembak Mati
BANGKOK – Seorang balita berusia lima tahun kemarin tewas karena ditembak oleh pria bersenjata yang mengarahkan senjatanya kepada para demonstran. Tragedi baru itu dikhawatirkan memicu kekerasan politik seiring dengan seruan pendukung Perdana Menteri (PM) Yingluck Shinawatra yang akan bertindak keras terhadap para demonstran anti-pemerintah.
Dalam insiden tersebut, 41 demonstran terluka dalam serangan yang terjadi di Thailand timur. Dengan tragedy itu, kubu oposisi diperkirakan akan semakin keras dan intensif menggelar aksi untuk terus menyuarakan penggulingan pemerintahan. Kekerasan yang terjadi pada Sabtu malam (22/2) lalu pecah di kota Khao Saming, Provinsi Trat, sekitar 300 kilometer dari Bangkok. Para penyerang menggunakan dua truk melempar granat dan menembaki peserta demonstrasi.
“Seorang balita perempuan tewas ditembak dan meninggal dunia, sedangkan 30 orang lainnya terluka,” kata petugas polisi lokal, Thanaphum Naewani, dikutip AFP. Balita yang tewas itu mengalami luka tembak di kepala. Naewi yakin kalau penembakan itu bermotif politis. Belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab atas serangan ini.
Menurut Gubernur Provinsi Trat, Benjawan Anplueng, balita yang tewas itu sedang bermain di lokasi penembakan, ketika ibunya sedang mencuci piring di restoran mie. “Bocah itu ditembak di kepala, pelurunya menembus lehernya,” kata Anplueng dikutip The Nation. Dia juga langsung mendeklarasikan distrik Khao Saming sebagai zona bencana yang disebabkan karena aksi terorisme.
Sementara jumlah korban tewas diprediksi akan bertambah, menurut Kepala Kementerian Pelayanan Kesehatan Thailand, Supan Srithamma, seorang balita berusia lima tahun termasuk dalam lima orang dalam kondisi kritis.
Gerakan anti-pemerintah langsung mengutuk serangan yang tak berperikemanusiaan itu. Mereka menyalahkan pemerintah atas kegagalan melindungi para demonstran. “Senjata perang digunakan dalam teror yang terorganisir dan direncanakan,” ujar juru bicara gerakan anti-pemerintah, Akanat Promphan, kepada AFP.
Menurut dia, kekerasan itu semakin memburuk karena dilakukan terhadap para demonstran yang tak bermasalah. “Jelas, ini adalah masalah keamanan,” terang Promphan. Dia pun meminta aparat keamanan untuk menangkap para penyerang.
Sementara itu, para pendukung Yingluck, kemarin berjanji akan bersikap keras terhadap para demonstran yang melumpuhkan sebagian Bangkok. Pendukung Yingluck yang tergabung dalam Fron Bersatu untuk Demokrasi melawan Kediktatoran (UUD) berjanji akan menghadapi gerakan anti-pemerintah yang dipimpin Suthep Thaugsuban.
“Pertarungan ini akan semakin keras dibandingkan apapun. Anda harus berpikir bagaimana menghadapi Suthep dan siapa saja yang mendukungnya,” kata Jatuporn Prompan, salah satu pemimpin UUD dan pemimpin senior partai erkuasa, Puea Thai, dikutip Reuters. Penegasan Jatuporn itu diungkapkan di depan ribuan pendukung pemerintah di Nakhon Ratchasima di Bangkok utara. Belum jelas apakah Jatuporn menyerukan perlawanan bersenjata atau tidak. Tetapi seruan itu dungkapkan setelah pria bersenjata menembaki para demonstran di Provinsi Trat.
Thailand terus-menerus dibelenggu oleh gerakan pro dan anti-pemerintah sejak November silam. Selama protes itu diwarnai berbagai serangan sporadis. Umumnya kekerasan terjadi Bangkok sebagai pusat gerakan anti-pemerintah. Sejauh ini, 17 orang telah menjadi korban tewas baik dari kubu pengunjuk rasa dan polisi, ditambah dengan ratusan orang terluka. Para demonstran menghendaki lengsernya PM Yingluck Shinawatra dan pembentukan ‘dewan rakyat’. Tapi, Yingluck selalu bergeming.
Pemerintahan Yingluck bukan hanya mendapatkan tekanan dari kubu oposisi semata. Tetapi, dia juga menghadapi skandal korupsi skema subsidi beras. Komisi Anti-Korupsi Nasional Thailand telah menyusun dakwaan terhadap Yingluck. Jika terbukti bersalah, dia dapat digulingkan dari kekuasaan dan dilarang berpolitik selama lima tahun. (andika hendra m)
Komentar