Air Mata dan Tawa dalam Reuni Korut-Korsel

SOKCHO – Air mata kebahagiaan dan tawa kegembiraan mewarnai reuni keluarga Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel) yang sempat terpisahkan selama 60 tahun. Reuni yang diikuti 82 warga Korsel dan 180 warga Korut itu memecah emosi dan menjadi penawar rindu yang telah lama memuncak. Reuni keluarga yang digelar di resor Gunung Kumgang, Korut itu, merupakan hasil negoisasi tingkat tinggi antara Pyongyang dan Seoul. Padahal, sebelumnya Korut telah mengajukan protes atas pelaksanaan latihan militer Amerika Serikat dan Korsel. Salah satu peserta reuni asal Korsel adalah seorang kakek berusia 93 tahun berpisah dengan istrnya yang sedang mengandung selama konflik 1950-1953. Kini dia bertemu dengan putranya yang telah berusia 64 tahun dan belum pernah bertemu sama sekali. “Begitu tuanya,” demikian kata-kata pertama yang mereka ucapkan. “Aku ingin memelukmu,” ujar ayah kepada putranya. Mereka berdua meneteskan air mata bahagia setelah beberapa dekade takpernah bertemu. Hampir semua peserta reuni membawa foto hitam putih yang bergambar anggota keluarga mereka. Mereka juga mengabadikan setiap momen langka pertemuan itu sebagai kenang-kenangan. Di sana, mereka tertawa dan menangis bersama. Mereka bercerita mengenai masa lalu yang kelam dan perpisahan yang menyakitkan. Beberapa peserta reuni yang mengalami trauma, seperti perempuan Korut, Lee Jung-sil, yang berputus asa saat mencari pengakuan dari kakak perempuannya dari Korsel, Lee Young-sil, 87, yang menderita alzheimer. “Saudaraku. Ini saya! Kenapa kamu tak mendengarkanku?” kata Jung-sil dengan tetesan air mata yang membasahi pipinya. Perempuan Korut mengenaikan baju tradisional hakbok, sedangkan kaum lelakinya mengenaikan setelah hitam. Tak lupa, mereka mengenaikan lencana bergambarkan mantan pemimpin Korut, Kim Il-sung dan Kim Jong-il. Lencana itu merupakan aksesoris wajib bagi warga Korut. Sebagian peserta reuni itu menggunakan kursi roda karena usia yang sudah menua. Secara fisik, mereka sudah lemah. Tetapi mereka masih tetap bersemangat untuk bertemu dengan saudara mereka. Mereka juga membawa hadiah bagi saudara mereka, mulai dari mie instan hingga foto keluarga. “Saya membawa hadiah untuk adik perempuanku. Hadiah itu tidak ada di Korut. Saya harap dia senang,” kata Kim Se-rin, 85. “Saya juga memberikan beberapa dolar Amerika untuk adikku,” imbuh Kim. Sedangkan Jang Choon dari Korsel membawa setelan jas untuk diberikan kepada saudaranya dari Korut. Reuni itu memberikan harapan dan semangat hidup bagi mereka yang telah lama terpisah. Seperti Kim Dong-bin, 78, yang mengidap kanker paru-paru, mengaku ingin bertemu dengan adiknya sebelum dia meninggal. “Saya khawatir keluarga saya di Korut masih berpikir kalau saya di Korut hidup enak,” kata Kim yang lari ke Korsel pada usia 16 tahun. “Saya ingin menjelaskan kalau saya tidak meninggalkan keluargaku. Saya ikut menjadi pengungsi saat terjadi kerusuhan. Saya ingin menjelaskan kesalahpahaman itu.” Seluruh warga Korsel yang mengikuti reuni mendapatkan pengarahan dari para pejabat. Pengarah itu dimaksudkan agar peserta reuni menghindari isu politik. Pasalnya, itu dikhawatirkan akan memperkeruh suasana. Reuni keluarga itu digelar selama enam hari hingga 25 Februari. Seharusnya reuni itu digelar setiap tahun, tetapi terhenti pada 2010 karena ketegangan dua Korea. 128.000 warga Korsel telah mendaftar untuk ikut dalam reuni tersebut. 44% pendaftar justru telah meninggal dunia karena 80% telah berusia 70 tahun. Sejak 1985 sudah ada 18 kali reuni keluarga yang mampu mempertemukan 18.143 warga Korut dan Korsel. Dalam pandangan Kim Seok-hyang, profesor kajian Korut di Universitas Ewha Womans, reuni itu sebagai ajang bagi Korut untuk menunjukkan kepada dunia luar bahwa mereka juga mampu menyejahterakan rakyatnya. “Pyongyang tidak ingin kalah dengan pandangan kalau warga Korsel hidup sukses dan mewah karena itu reuni itu tetap di gelar Korut,” kata Kim dikutip Reuters. (andika hendra m)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford