Suriah Tolak Perundingan Jenewa
BEIRUT – Pemerintah Suriah menolak menghadiri Konferensi Perdamaian Jenewa II jika bertujuan untuk menggulingkan kekuasaan Presiden Bashar al-Assad.
Perkembangan terakhir ini membuat perundingan Jenewa yang akan digelar akhir bulan ini di ambang ketidakpastian. Padahal, perundingan ini dimaksudkan untuk mencari solusi penyelesaian krisis Suriah. Menteri Informasi Suriah Omran al-Zohdi menyampaikan, Beirut tidak akan datang ke Jenewa II untuk menyerahkan kekuasaan seperti yang diinginkan oleh Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Saudi al- Faisal dan kelompok asing lainnya.
”Presiden Bashar al-Assad akan tetap menjadi kepala negara,” ujar Zohdi, dikutip kantor berita SANA. Suriah sangat paham dengan keinginan Saudi dan negara- negara Barat yang dipimpin Amerika Serikat (AS) untuk menjatuhkan Assad melalui perundingan Jenewa. Mereka ingin melakukannya setelah gagal melancarkan serangan militer ke Suriah karena terganjal oleh lobi dan solusi penghancuran senjata kimia yang diajukan oleh Rusia. Komentar Zohdi itu sebenarnya sebagai bentuk sindiran terhadap pertemuan Menteri Luar Negeri AS John Kerry dengan mitranya Pangeran Saud di Riyadh pada Senin (4/11) lalu.
Saudi telah mengekspresikan kemarahan setelah Presiden AS Barack Obama batal menghukum Suriah atas dugaan serangan kimia pada Agustus silam. Saat ini Wahington, Moskow, danPerserikatanBangsa-Bangsa (PBB) sedang berusaha menyusun tanggal pelaksanaan perundingan Jenewa II. Perundingan ini dianggap solusi politik untuk mengakhiri konflik berdarah yang telah berlangsung sejak Maret 2011 dan menewaskan lebih dari 120.000 orang.
Penolakan Suriah dapat mengacaukan perundingan Jenewa II. Apalagi, pemimpin oposisi Suriah, Ahmad Jarba, mengungkapkan penolakan kelompok pemberontak dalam Jenewa II. Pemberontak menganggap bahwa perundingan itu menjadi aksi sia-sia tanpa adanya pembicaraan mengenai pendongkelan Assad dari kekuasaan. Sementara, Rusia kemarin bersikeras bahwa Iran harus diundang dalam perundingan Jenewa II. ”Semua pihak yang terkait dengan situasi ini harus diundang dalam konferensi ini,” ujar Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, dikutip AFP.
Dia menegaskan, semua tetangga Suriah, termasuk Iran, harus diundang dalam konferensi Jenewa II. Lavrov mengungkapkan, Iran dan kekuatan regional dapat memainkan peranan dalam tahap awal negosiasi. ”Tahap akhir kesepakatan diputuskan oleh kelompok-kelompok Suriah sendiri,” papar Lavrov. Sementara, para diplomat Rusia dan AS kemarin bertemu utusan Liga Arab dan PBB Lakhdar Brahimi di Jenewa untuk membahas perundingan. Pembahasan itu difokuskan dalam penentuan tanggal pe-laksanaan konferensi.
Brahimi bertemu Deputi Menteri Luar Negeri Rusia Gennady Gatilov dan Mikhail Bogdanov serta Wakil Menteri Luar Negeri AS untuk urusan hubungan politik Wendy Sherman. Pertemuan itu juga dilanjutkan dengan meng-undangkan perwakilan tiga anggota tetap Dewan Keamanan PBB yakni China, Prancis, dan Inggris. Sementara, Kepala Kemanusiaan PBB Valerie Amos mengungkapkan sekitar 9,3 juta orang di Suriah atau 40% dari populasi memerlukan bantuan kemanusiaan dari pihak luar.
”Krisis Suriah terus memburuk dengan cepat dan tak terelakkan,” papar Amos di depan Sidang Dewan Keamanan PBB, dikutip BBC. Amos meminta agar Dewan Keamanan PBB harus bersikap adil baik kepada pemerintah maupun partai oposisi untuk menjamin akses bagi para pekerja kemanusiaan. Ada lebih dari 2,5 juta orang tinggal di daerah yang terisolasi dan terkepung di Suriah. Banyak dari mereka hidup tanpa makanan yang cukup dan tanpa akses listrik serta obat-obatan. Badan-badan bantuan kemanusiaan mengeluhkan sikap Pemerintah Suriah yang menghambat pemberian visa dan mencoba untuk membatasi jumlah relawan asing yang beroperasi di negara itu.
PBB mencatat, lebih 2 juta orang telah melarikan diri dari Suriah sejak kerusuhan yang dimulai Maret 2011 lalu dan mengakibatkan krisis kemanusiaan. Sebagian besar dari mereka mengungsi ke Lebanon, Yordania, Turki, Irak, dan Mesir. andika hendra m
http://koran-sindo.com/node/342460
Komentar