Serikat Buruh Gabung Demonstrasi
ISTANBUL – Salah satu serikat buruh terbesar di Turki kemarin bergabung dalam aksi demonstrasi menentang pemerintah. Konfiderasi Serikat Pekerja Publik (KESK) menyerukan aksi demonstrasi dan mogok massal selama dua hari sejak kemarin untuk menentang tindakan kekerasan polisi terhadap para demonstran.
“Teror negara yang diimplementasikan terhadap demonstrasi damai itu terus berlanjut sebagai bentuk ancaman terhadap keselamatan warga sipil,” demikian keterangan KESK dikutip AFP. Mereka menuding tindakan polisi itu sebagai sikap permusuhan terhadap demokrasi. KESK yang berhaluan kiri itu memiliki 240.000 anggota dalam 11 serikat buruh di berbagai bidang. Seruan demonstrasi itu mematikan kantor publik, universitas dan sekolah di berbagai penjuru Turki.
Sementara itu, polisi dan demonstran anti-pemerintah kemarin bentrok di Istanbul. Aparat keamanan menembakkan gas air mata ke arah pengunjuk rasa yang membakar mobil dan melempar batu. Situasi yang sama juga terjadi di Ankara. Kerusuhan kemarin yang terjadi di berbagai penjuru Turki itu memasuki hari kelima.
Para petugas medis mengungkapkan seorang pria demonstran tewas karena tertabrak mobil di Istanbul pada Minggu (2/6) lalu. Pada kemarin pagi, stasiun televisi swasta, NTV, melaporkan seorang pria bernama Abdullah Comert, 22, meninggal karena tertembak di kepalanya di Provinsi Hatay di dekat perbatasan dengan Suriah. “Abdullah Comert mengalami luka serius setelah ditembak oleh orang tidak dikenal,” demikian keterangan resmi Pemerintah Provinsi Hatay.
Kemudian, kelompok Hak Asasi Manusia dan para dokter menyatakan lebih dari seribu orang terluka di Istanbul dan 700 orang terluka di Ankara. Sedang pemerintah melaporkan jumlah korban luka 58 warga sipil dan 115 petugas keamanan di 67 kota. Polisi juga menangkap lebih dari 1.700 orang di seluruh Turki dan sebagian besar telah dibebaskan.
Di Lapangan Taksim, simbol perjuangan para demonstran, ribuan para pengunjuk rasa berkumpul untuk menuntut pembubaran pemerintah yang dipimpin Perdana Menteri (PM) Recep Tayyip Erdogan. “Tayyip, mundur!” teriak para demonstran.
Namun, PM Erdogan justru bersikeras bahwa situasi cenderung tenan. Dia juga menolak sebutan “Turkish Spring” atau “Musim Semi Turki” atas demonstrasi yang terjadi di negaranya. Istilah itu sebenarnya mengacu kepada “Arab Spring” yang pernah menggoyang pemerintahan Tunisia dan Mesir. “Demonstrasi itu tidak mendapatkan dukungan dari seluruh penduduk Turki,” kilahnya.
Erdogan justru menyalahkan aksi demonstran itu sebagai para ekstrimis dan pembangkang dari musuh politiknya. “Partai Republik Rakyat (CHP) dan para pengikutnya memanfaatkan peristiwa ini,” katanya. Dia juga tidak menyiapkan konsesi atau pun kompromi terhadap para demonstan. Sedangkan Presiden Turki yang notabene sekutu Erdogan juga menyerukan bahwa suara para demonstran akan diperhatikan.
Sementara itu, Deputi PM Turki Bulent Arinc mengungkapkan aksi demonstrasi di negaranya harus segera diakhiri secepatnya. “Kita meminta semua serikat, partai politik dan semua orang yang cinta dan peduli dengan Turki untuk menghentikan demonstrasi,” kata Arinc.
Sedangkan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) John Kerry memperingatkan penggunaan kekerasan yang berlebihan oleh polisi. “Semua pihak harus menghindari provokasi atau kekerasan,” katanya.
Dari Jenewa, kantor Hak Asasi Manusi (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meminta Turki untuk melaksanakan penyidikan independen terhadap aksi demonstrasi. “Kita terus memperhatikan laporan penggunaan kekuatan keamanan yang berlebihan terhadap para demonstran di Turki,” kata Cecile Pouilly, juru bicara Komisioner HAM PBB. Dia menegaskan penyidikan seharusnya jujur, independen dan tidak memihak.
Aksi protes sudah membesar sejak Jumat (31/5) sebagai bentuk keberatan atas rencana pemerintah kota Istanbul menyulap lapangan Taksim menjadi taman hiburan. Aksi itu melenceng dari tujuan semula menyampaikan keberatan keberatan atas pembangunan taman hiburan itu menjadi anti-demonstrasi. (andika hendra m)
Komentar