China Tunjuk Komandan Garnisun

BEIJING – China menunjuk pejabat militer untuk memimpin garnisun yang baru didirikan di Laut China Selatan. Kolonel Senior Cai Xihong dipercaya sebagai komandan garnisun dan Kolonel Senior Liao Chaoyi sebagai komisioner politik. “Garnisun itu bertanggungjawab dalam mobilisasi pertahanan, menjaga kota dan kesigaan terhadap bencana, serta fungsi lainnya,” kata Yang Yujun, juru bicara Kementerian Pertahanan China, dikutip China Daily. Penunjukan komandan garnisun itu pada Kamis (26/7) atau dua hari setelah pengumuman pembentukan satuan militer di kota Sansha. Upaya itu merupakan upaya terbaru China untuk memperkuat klaim negara itu terhadap kepulauan di sekitar Laut China Selatan yang dipersengkatan dengan beberapa negara. “Garnisun maritim langsung dibawah komando Angkatan Laut yang bertanggungjawab dalam hal pertahanan maritim dan pertempuran militer,” kata Yang. Dia mengatakan garnisun memiliki tugas tempur atau tidak tergantung dengan tugas militer yang diembannya. Baik Vietnam dan Filipina mengecam keputusan China untuk mendirikan garnisun. Hanoi pada Selasa (24/7) mengajukan protes resmi dan Manila juga mengajukan komplain kepada Duta Besar China. Selain itu, Taiwan, Brunei dan Malaysia juga mengklaim teritorial itu. Namun, Yang berkilah bahwa China menempatkan militernya di sepanjang perbatasan itu tidak berkaitan dengan negara lain. Kota Sansha yang terletak di Pulau Yongxing di Kepulauan Paracel yang dipersengkatan. Wilayah itu terletak di utara Kepulauan Spratly yang menjadi subyek utama perebutan. China sepertinya tidak menurunkan skala ketegangan di Laut China Selatan meskipun kritik internasional terus menyeruak. “China akan terus memperkuat kontrol militer dan politik di Sansha. Itu disebabkan karena pengalaman ketegangan maritim di masa lalu,” kata Zhang Zhexin, pakar kajian Amerika Serikat (AS) di Institut Shanghai untuk Kajian Internasional. Sebelumnya pada Senin (23/7) lalu, China mengumukan pemilu walikota Sansha. Adalah Xiao Jie, 51, kepala Departemen Pertanian Provinsi Hainan terpilih sebagai walikota Sansha. Selain itu juga terpilih komite kongres Walikota Sansha yakni Fu Zhuang, 56. Beijing mengklaim kota Sasha menguasai 200 karang, pulau kecil, dan beting. Tetapi, Kota Kalayaan dibawah Filipina juga memiliki otoritas hingga kota Sansha. Itu yang memicu perselisihan lebih memanas. Walikota Kalayan Eugenio Bito-onon Jr mengatakan rakyat Filipina bermukim di kepulauan itu sejak 1978. “China mendirikan pemerintahan kota Sansha baru saat ini,” katanya dikutip GMA News. Bito-onon menegaskan bahwa pemerintahannya terdiri dari 95 pulau, karang dan pulau kecil. Beberapa pulaunya kini telah diduduki oleh Vietnam, China dan Malaysia. Dari 95 Pulau, dia mengatakan, 41 pulau yang dikuasai Manila. “Saya berharap Filipina dan China mencapai kesepakatan demi keharmonisan,” katanya. Sementara itu, perairan dan pulau-pulau di Laut Cina Selatan diyakini memiliki cadangan minyak dan gas besar. Tak mengherankan jika banyak negara seperti China, Vietnam, Filipina, Brunei, Malaysia, dan Taiwan. Pada Juni lalu, Perusahaan Minyak Lepas Pantai Nasional China mengumumkan rencanya untuk mengeksplorasi blok minyak di wilayah sengketa. Upaya itu hanya berselang satu pekan setelah Vietnam mengadopsi hukum yang menempatkan Kepulauan Spratly dibawah kedaulatannya. Sengketa Laut China Selatan membuat pertemuan Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN) pada 13 Juli lalu gagal menelurkan komunike bersama untuk pertama kalinya dalam sejarah organisasi tersebut. Mereka berusaha untuk memformalkan code of conduct untuk meredakan konflik Laut China Selatan. (andika hendra m)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford