Pyongyang Sudah Siap Perangi Seoul

Babak baru konflik Korea Utara (Korut) dan Korea Selatan (Korsel) dibuka setelah Pyongyang menembakkan ratusan artileri ke wilayah tetangganya itu. Alarm perang di Semenanjung Korea pun berdentang.

APA yang direncanakan Korut dengan serangan itu? Apakah Pyongyang sedang mengirimkan sinyal bahwa mereka dalam kondisi siaga penuh dan dapat menyerang tetangganya yang kaya itu kapan saja?

Pertanyaan itu tentu saja akan muncul setelah tembakan ratusan artileri itu kemarin.Namun, yang jelas, serangan ratusan artileri yang menewaskan dua anggota militer dan melukai puluhan orang lainnya bisa dianggap sebagai provokasi untuk menjerumuskan kedua negara tersebut dalam sebuah peperangan. Perlu dicatat bahwa pemimpin Korut sebelum masa transisi suksesi dikenal sangat berhati- hati ketika memberikan provokasi untuk menarik perhatian internasional. Pyongyang sangat manis dan pintar ketika harus membuat geram para pemimpin dunia.

Mereka juga sangat sadar ketika posisi mereka harus mengendalikan situasi. Keseimbangan provokasi yang dimainkan Korut sangat mulus dalam tarik dan ulurnya. Namun, kenapa saat ini Korut berani bertindak ofensif terhadap Korsel? Jawabannya pasti adalah Pyongyang siap berperang dengan Seoul. Buktinya, dalam satu tahun ini Korut setidaknya telah melancarkan beberapa kali serangan mematikan yang sangat mungkin memicu pecahnya perang dengan Korsel. Serangan sebuah torpedo terhadap kapal perang Korsel Cheonan pada Maret silam telah mene-waskan 46 pelaut.Penyidikan multinasional pun mengungkapkan Pyongyang dibalik serangan tersebut meski Korut tetap membantahnya.

Pada Januari silam, militer Korut dan Korsel terlibat baku tembak artileri di dekat perbatasan laut yang mereka sengketakan.Korsel berkilah bahwa pasukan Korut yang menembak pertama kali dan mereka hanya membalas kembali serangan.Pada Oktober lalu militer Korut menembaki pos perbatasan Korsel.Militer Seoul membalasnya dengan tindakan serupa.Namun, kala itu Pyongyang mengatakan, tembakan itu tidak disengaja. Tak mengherankan jika KTT G- 20 pada 11 dan 12 November silam, Korsel memperketat pengamannya karena khawatir adanya ancaman dari Korut.Ketika itu,Korsel pun mengaku menyiagakan seluruh kekuatan karena dikhawatirkan Korut bakal mengganggu jalannya KTT.

Tapi, KTT tersebut berjalan lancar karena China ikut hadir dalam acara tersebut. Kemarin Korut kembali bermain api dengan Korsel yang notabene menjadi sekutu Amerika Serikat (AS).Korut berani mengirimkan artilerinya ke pulau Yeongpyeong, Korsel. Kini,ekonomi Korsel yang menguasai satu per enam perekonomian global pun di ujung tanduk. Pergerakan ekonomi dunia pun bakal terguncang jika perang berkecamuk. Jika konflik mengerucut,Korut bakal mengirimkan ribuan artileri dari wilayah selatan Seoul.Kawasan selatan Seoul merupakan tempat tinggal separuh penduduk Korsel. Korut pun bisa menembakkan rudal-rudalnya ke kota-kota Korsel.

Jika itu terjadi, bukan hanya Korsel saja yang menjadi sasaran. Negara tetangga Korsel, Jepang, kemungkinan tidak akan luput dari serangan.Tujuan utama Korut melancarkan serangan itu jelas, Pyongyang ingin merusak ekonomi kedua negara. Tapi, kebanyakan pengamat memaparkan hal itu sulit terealisasi. Kenapa? Korut memiliki pasukan militer yang konvensional dan peralatan perangnya tidak dapat digunakan untuk kepentingan perang sekala besar.Pastinya,Pyongyang sangat menyadari kekurangan dari segi kekuatan militer dan tidak akan bertindak gegabah.

Tapi, jangan salah,Korut juga sangat membanggakan senjata nuklir yang mereka punya.Tapi, para analisis tidak yakin bahwa Korut mampu membuat sebuah bom nuklir. Mereka juga tidak percaya jika Pyongyang mampu menjadikan misil mereka berkekuatan nuklir. Uji coba nuklir yang dilakukan Korut pun cenderung tertutup dan tidak mampu menunjukkan kemampuannya sesungguhnya.Para pengamat beranggapan, risiko perang antar kedua negara tetap ada. Tapi,risiko perangnya tetap kecil.

Serangan Korut juga bisa jadi memiliki agenda terselubung yang nantinya bakal dimanfaatkan Korut dalam perundingan enam negara, meliputi kedua Korea,China, Rusia, Jepang, dan AS. Tembakmenembak artileri kemarin itu terjadi tepat ketika utusan khusus AS untuk urusan Korut Stephen Bosworth menutup kemungkinan menggelar kembali perundingan enam pihak tentang Korut selama Pyongyang melanjutkan program nuklir. Padahal, perundingan enam pihak ditujukan untuk membujuk Korut menghentikan program nuklir dengan imbalan bantuan dan berbagai ganti rugi lain.

Selanjutnya,skenario serangan Korut juga bisa jadi hanya sebagai skenario untuk menarik perhatian. Apalagi, sebelumnya Pyongyang telah menunjukkan kepada ilmuwan AS mengenai kepemilikan reaktor nuklir terbarunya. Korut ingin agar isu tersebut dapat menaikkan posisinya di tengah komunis internasional. Pyongyang juga ingin menunjukkan bahwa mereka tetap solid dan kuat dalam masa transisi di tengah ketidakpastian iklim politik di dalam negerinya mengenai majunya anak bungsu Kim Jong-il sebagai calon pemimpin negara komunis tersebut. Pyongyang ingin menunjukkan kepada Korsel dan dunia bahwa meski dalam masa transisi, mereka tetap mampu melancarkan serangan terkoordinir.

Penunjukan Kim Jong-un, putra bungsu Jong-il, sebagai calon pemimpin Korut menjadikan negara tersebut sebagai dinasti komunis yang paling eksis. Pyongyang juga ingin terus menekan Seoul di bawah kepemimpinan Presiden Lee Myungbak yang terlihat tidak tegas dalam menghadapi negara tetangganya itu. Meski Lee berasal dari kubu garis keras, diperkirakan tidak akan ada perang dengan Korut selama dia berkuasa. Pasalnya, Lee selalu mementingkan faktor keamanan dan keberlanjutan ekonomi dibandingkan berperang.

Ketidaktegasan Lee itulah yang dipermainkan Pyongyang. Para pemimpin Korut mengetahui bahwa kepemimpinan Seoul tidak berani menanggapi setiap provokasi yang dilakukan.Akibatnya,Korut pun selalu berada di atas angin ketika melakukan provokasi termasuk dengan melancarkan serangan mematikan. Bisa jadi para petinggi militer Korut yakin,meski bom diluncurkan ke Seoul,Lee tetap diam dan hanya berkata,“Hentikan provokasiKorut”,itusajatidaklebih. Selain kemungkinan terjadinya perang antar kedua Korea, risiko kedua adalah reunifikasi yang tiba-tiba. Para pengamat mengestimasi biaya untuk reunifikasi ini bisa mencapai USD1 triliun yang diserap oleh Korut.

Di samping biaya yang besar,Korsel juga bakal menghadapi masuknya jutaan pengungsi dan memicu masalah sosial di negara tersebut. Namun, hal yang perlu diperhatikan adalah kepentingan Beijing terhadap Korut. China juga memiliki pengaruh terhadap masa depan Korut.Apalagi,Negeri Panda itu menggunakan Korut sebagai “penyangga” ketika menghadapi negara-negara Barat dan sekutunya.

Korut dalam Kondisi Kronis?

Serangan Korut ke Korsel bisa jadi hanya kamuflase untuk menutupi masalah-masalah di dalam negaranya. Selama ini Korut dianggap sebagai negara yang paling kacau dengan banyaknya intrik di dalam negerinya.Tapi, itu semua tak terbongkar ke publik karena akses media yang terbatas. Masalah pertama yang diidap Pyongyang adalah munculnya barisan sakit hati yang kecewa dengan naiknya Kim Jong-un sebagai calon pemimpin Korut. Beberapa jenderal dan pejabat yang telah lama mengabdi kepada Kim Jong-il merasa dikecewakan karena pemimpin mereka lebih memilih anak yang masih belum berpengalaman dibandingkan para senior.

Sakit hati karena kepemimpinan diatur berdasarkan garis keturunan juga menjadi bom waktu bagi Korut. Namun, para anggota barisan sakit hati di Korut belum banyak bicara.Mereka hanya diam dan tak berani beraksi. Tapi, Pyongyang ingin menunjukkan kepada dunia bahwa mereka bersatu. Meski persatuan Korut hanya kamuflase, sebenarnya mereka bersatu karena takut akan ditindas Kim Jong-il. Permasalahan kedua yang dihadapi Korut adalah stabilitas ekonomi di negara tersebut. Adanya kekacauan mata uang pada akhir 2009 yang memicu demonstrasi di dalam negeri menjadi indikasi bahwa ada masalah serius.

Ditambah lagi sanksi Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) menyebabkan Korut tak bisa bergerak leluasa dalam memajukan perekonomian. Sumber bantuan hanya berasal dari China dan ironisnya,Korsel. Permasalahan ketiga dan paling krusial adalah kesehatan Kim Jongil. Dia dipercaya menderita stroke pada Agustus 2008. Jika dia meninggal atau tidak mengantisipasi bahwa Jong-un tidak mampu berkuasa, bisa jadi rezimnya bakal hancur. Hal itulah yang ditakuti oleh Pyongyang. Maka mereka berusaha keras agar jangan sampai semua kebobrokan Korut tersebar dan ditutupi dengan provokasi berupa serangan militer kecil-kecilan.

Hal menarik selanjutnya adalah siapakah kira-kira yang bakal menjadi pemenang jika kedua negara tersebut berperang,meski hal tersebut sangat kecil kemungkinannya. Bagi kubu pro-AS, jelas Korsel bakal jadi pemenangnya.AS beberapa kali menggelar serangkaian latihan militer bersama dengan Korsel. Mulai dari latihan anti-serangan kapal selam hingga anti-serangan nuklir. Bukan hanya Korut yang geram dengan latihan yang dianggap Pyongyang sebagai bentuk provokasi.Tapi,China ikut marah. Korsel tetap bangga karena adanya 28.500 pasukan AS di wilayahnya. Selain itu, Seoul juga memiliki 680.000 personel berada dalam siaga tinggi.

Namun,Korsel tetap tidak bisa memandang Korut sebelah mata. Korut memiliki 1,19 juta tentara. Ada peningkatan jumlah pasukan tempur khusus, mencapai 180.000 personel dari sebelumnya hanya 60.000 tentara.Korut juga telah memodernkan pasukan infanterinya untuk serangan yang lebih efektif ke Korsel. Laporan media-media menyebut, Korut memiliki rudal jarak menengah generasi baru yang dapat menjangkau sasaran sejauh 3.000 km dan membawa hulu ledak nuklir seberat 650 kg. Ditambah lagi, rudaljarakpendekKorutyangmembawa hulu ledak seberat 170–200 kg mampu melintasi perbatasan Korea.

Korut sudah memiliki ratusan rudal balistik yang dapat menghantam seluruh wilayah Korsel dan Jepang. Jumlah peluncur roket yang dua tahun lalu hanya 300 buah, kini mencapai 5.100 buah, dan itu diperkuat sistem rudal kapal selam.Pyongyang juga menunjukkan tanda-tanda persiapan peluncuran rudal jarak jauh. Korut yang terisolasi itu juga akan melakukan uji coba rudal yang memiliki jangkauan tembak paling jauh, yang dirancang bisa mencapai wilayah Alaska,AS. (AFP/Rtr/BBC/ CNN/andika hm)
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/366032/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Snowden Tuding NSA Retas Internet Hong Kong dan China

Inovasi Belanda Tak Terpisahkan dari Bangsa Indonesia

Teori Pergeseran Penerjemahan Catford